Che Guevara, Sang Komandante, Dokter dan Simbol Perlawanan Para Aktivis Kampus

CUBA - CIRCA 1996: Alberto Korda and Che Guevara in Cuba in 1996. (Photo by Francois ANCELLET/Gamma-Rapho via Getty Images)

Oleh: Muhammad Fadhlan Amri – 10 Februari 2019

Ernesto Guevara de la Serna, atau yang lebih dikenal dengan nama Che Guevara, merupakan tokoh revolusi Marxist asal Argentina. Che Guevara bisa saja hidup enak, aman, nyaman, bergelimangan harta dan menjadi dokter disepanjang hidupnya, namun ia lebih memilih menjadi tokoh revolusi Kuba, dan dunia. Berikut ini merupakan bagaimana kisah hidup dan sepak terjang dari sang komandante

Dunia mengenal Che Guevara sebagai pejuang revolusi Kuba bersama Raul dan Fidel Castro yang lahir di kota Rosario, Argentina, pada 14 Juni 1928. Padahal, Che Guevara juga hidup sebagai seorang dokter, penulis, pemimpin gerilyawan, diplomat dan pakar teori militer. Foto wajahnya sekarang ini kerap kali dijadikan simbol perlawanan, oleh para aktivis, tak terkecuali para aktivis kampus. Salah satu quotes yang paling terkenal dari pria asal Argentina ini adalah “Jika anda bergetar dengan geram setiap melihat ketidakadilan, maka anda adalah kawan saya”.

Guevara menunjukkan ketertarikan akan kesusastraan. Antara lain puisi dari Pablo Neruda, Antonio Machado, maupun Walt Whitman. Tak hanya pada karya sastra Guevara kecil juga sangat terpikat dengan buku-buku karangan Karl Marx, Albert Camus, Jawaharlal Nehru, Vladimir Lenin, hingga Friedrich Engels. Tak hanya gemar membaca buku, semua ide, konsep, filosofi, maupun definisi dari para penulis yang dianggapnya menarik bakal dicatat dalam buku diarinya.

Pada tahun 1948, Guevara berhasil masuk, dan mengenyam pendidikan di Universitas Buenos Aires dengan jurusan kedokteran sebagai pilihannya. Namun, hasratnya untuk berkeliling dunia, membuatnya untuk cuti dari kuliahnya. Dan pada tahun 1950 Che Guevara, memulai perjalanan sejauh 8000 Kilometer. Dari Argentina, ia menyusuri mulai dari Cile, Peru, Ekuador, Kolombia, Venezuela, Panama, Miami dan terakhir singgah di Florida.  Selama di perjalanan itu ia banyak menemui penduduk yang berkubang dalam kemiskinan, kelaparan, dan menderita penyakit.

Semua pengalaman tersebut menggerakan hati Guevara untuk menolong orang-orang tersebut. Ia melihat Amerika Latin sebagai persatuan Hispanik Amerika dengan kesamaan entitas kebudayaan dan ekonomi yang membutuhkan strategi pembebasan untuk mengakhiri penderitaan. Barulah, selepas menyelesaikan studi pada Juni 1953, ia segera melanjutkan petualangannya dan pergi ke Guatemala. 

Che melihat jalannya sosialisme harus diwujudkan lewat revolusi bersenjata untuk mengusir para imperialis. Kemudian ia meninggalkan Guatemala, Che bertolak ke Meksiko pada 21 September 1954. Di Mexico City ia bertemu Fidel dan Raul Castro, dua orang kakak beradik tahanan politik yang sedang mempersiapkan penggulingan diktator Fulgencio Batista di Kuba yang gemar korupsi dan gila-gilaan dalam hidup bergelimang harta. Ia memulai kerja revolusionernya dengan menjadi dokter medis bagi para gerilyawan, juga kemudian mengangkat senjata dan menjadi sekutu utama Fidel Castro.

BBC menulis kemenangan taktik gerilya telah dicapai oleh Che Guevara, Fidel dan Raul Castro, juga para pejuang lainnya pada 1959. Mereka punya semangat yang sama dalam menjalankan negara: anti-imperialisme. Che Guevara kemudian didapuk menjadi Presiden Bank Nasional Kuba dan setelahnya menjadi menteri industri. Semasa itu ia berkeliling dunia sebagai duta Kuba mengunjungi negara-negara dunia ketiga, termasuk ke Indonesia menemui Sukarno.

Petualangannya tidak berhenti di situ. Ia kemudian meletakkan segala jabatannya di Kuba pada 1965 untuk kembali masuk ke negara-negara berkembang guna menyebarkan revolusi. Kemudian komandante pun bertolak ke Kongo, ia melatih pasukan pemberontak agar bisa berperang gerilya, tetapi mendapati kegagalan karena terpecahnya perjuangan dan faktor-faktor lain.

Karena telah berpamitan dengan Kuba, ia enggan kembali dan Radio Praha menuliskan bahwa ia pernah tinggal di Praha selama enam bulan. Pada 1966, ia diam-diam kembali lagi ke Kuba dan melanjutkan perjalanan ke Bolivia memimpin pasukan memberontak terhadap pemerintah René Barrientos Ortuno.

Namun sialnya, di pagi hari pada 8 Oktober 1967, pasukan Bolivia menyerbu dengan kekuatan 1.800 tentara dan pertempuran tidak terhindarkan. Guevara terluka dan menjadi tawanan sedangkan Rodríguez sebenarnya tidak menginginkan Guevara mati. Sesuai dengan keinginan CIA untuk menangkapnya hidup-hidup. Namun perintah eksekusi mati datang dari Presiden Bolivia René Barrientos Ortuno.

Gary Prado, kapten Bolivia yang mendapat perintah penangkapan Guevara, mengatakan alasan Barrientos memerintahkan eksekusi segera adalah agar Guevara tak melarikan diri dari penjara, dan juga mencegah publik Bolivia menjadi simpatisan Guevara jika ia menjalani serangkaian sidang di pengadilan terbuka.

Adalah Mario Teran, seorang sersan tentara Bolivia berusia 31 tahun, yang secara pribadi meminta agar dirinyalah yang menembak Guevara. Ia melakukan itu untuk membalas dendam ketiga rekannya yang tewas dalam baku tembak dengan gerilyawan Guevara. Rodríguez juga berpesan untuk tidak menembaknya di kepala agar terlihat bahwa ia tewas dalam sebuah pertempuran.

Pada tanggal 9 Oktober 1967, Che Guevara dieksekusi mati di La Higuera, sebuah desa di Bolivia. Seperti tertuang dalam buku Lee Anderson berjudul “Che Guevara: A Revolutionary life” yang dirilis pada tahun 1997. Dibuku itu Sang Komandante berucap pada sang eksekutor, “Aku tahu, kau datang untuk membunuhku. Tembaklah! Kau hanya membunuh seorang laki-laki”.

Timah panas senjata Karabin M-1 ciptaan Amerika Serikat pun bersarang dikedua lengan, kaki, dan dada yang mengoyak paru-paru sekaligus mengakhiri hidup dari sang komandante asal Argentina tersebut. Setelah dieksekusi mati,  tubuh sang gerilyawan dimakamkan  di sebuah lokasi rahasia. Barulah pada 1997 jenazah pahlawan revolusi Kuba itu ditemukan dan dibawa pulang ke Kuba untuk dimakamkan kembali.

Berpuluh-puluh tahun berlalu, Che Guevara tetap bersinar sebagai ikon perlawanan, perjuangan dan progresif. Fotonya dengan tampang gerilyawan, juga dengan yang sedang menghisap cerutu Kuba, tampil dibanyak tempat di seantero dunia.




Related posts

Lafran Pane, Sosok Inspiratif Pendiri Himpunan Mahasiswa Islam

Tirto Adhi Soerjo, Sang Pelopor Pers di Indonesia

Roehana Koeddoes, Pendiri Surat Kabar Perempuan Sekaligus Jurnalis Perempuan Pertama Indonesia

1 Comment

Farhan Muhammad Irsyadi 19 March 2020 - 07:41

Perlawanan terhadap ketidakadilan adalah romantisme yang murni.

Add Comment