Di Balik 98 (2015), Secuil Kisah Berlatar Reformasi Berdarah

Oleh: Muhammad Rizky

Dengan mengusung film bertema drama politik, film di balik 98 cukup menyita perhatian masyarakat Indonesia serta kalangan elit politik Indonesia dan terdapat pro dan kontra nya.

Film yang disutradarai oleh Lukman Sardi ini, bercerita tentang runtuhnya pemerintahan orde baru. Ditandai dengan mundurnya Presiden Soeharto melalui proses yang mengorbankan banyak nyawa mahasiswa Indonesia. Terkhusus mahasiswa Trisakti yang lantang dalam bersuara untuk meruntuhkan kekuasaan orde baru yang telah berdiri selama 30 tahun lebih lamanya.

Kurun waktu yang tidak akan pernah dilupakan oleh sejarah Republik Indonesia. Kisah yang terjadi pada Mei 1998 akan selalu menjadi kisah yang menarik untuk terus dikaji, dikupas, bahkan direka ulang. Tidak ada bukti autentik yang menjelaskan setiap kejadian penting yang menyertainya, yang ada hanyalah kesaksian demi kesaksian dari yang pernah terlibat.

Di Balik 98 menceritakan kisah sepasang aktivis mahasiswa Trisakti, Diana dan Daniel. Diana (Chelsea Islan) adalah seorang mahasiswi hukum yang idealis dan kritis terhadap pemerintahan Soeharto. Di sisi lain, dirinya adalah adik dari pegawai Istana Presiden, Salma (Ririn Ekawati) dan ipar dari seorang prajuit TNI bernama Bagus (Donny Alamsyah). Daniel (Boy William) adalah keturunan Tionghoa. Ia beserta adik dan ayahnya hidup dalam damai sebelum krisis 1998 melanda.

Diana, seperti pada umumnya aktivis mahasiswa, selalu berapi-api dalam mengikuti kegiatan aksi menuntut mundurnya sang presiden. Daniel pun hanya bisa mengikuti keinginan sang kekasih.

Konflik antara Diana dan keluarganya pun terjadi. Ia harus berhadapan dengan kakak dan suaminya yang berada dalam lingkaran pemerintah. Gadis tersebut pun akhirnya memilih memperjuangkan idealisme mahasiswanya.

Ketika kerusuhan pertama pecah pada 13 Mei 1998, yang berbuntut pada aksi penjarahan massal di kota-kota besar dan perburuan serta penindasan terhadap keturunan Tionghoa, Danie terpisah dari keluarganya. Sejak saat itu, ia memutuskan untuk mencari keluarganya sendiri ketimbang meneruskan perjuangan reformasi bersama kekasih dan mahasiswa lainnya.

Sepeninggal sang kekasih, Diana terus mempertahankan perjuangannya. Namun, kehilangan sang kakak tercinta yang tengah hamil tua membuatnya ragu. Konflik idealisme yang telah lama terjadi antara ia dan Bagus pun padam lantaran kekhawatiran yang sama akan keselamatan Salma.

Namun, perjuangan menegakkan reformasi tidaklah sampai di situ. Diana, Bagus, dan Daniel pun sama-sama berjuang atas nama reformasi dengan caranya masing-masing.

Meskipun banyak kritikan yang tertuang dalam karya ini, tidak bisa di pungkiri bahwasanya film ini memang dinilai agak berani karena mengusung tema tragedi tahun 98 yang masih membekas dalam hati beberapa pihak. Meski film ini adalah kisah fiksi, namun beberapa adegan memang mengandung unsur real atau sesuai dengan kejadian sesungguhnya. Tidak heran kalau film berdurasi 106 menit ini sanggup mencuri perhatian.

Terlepas dari pro dan kontra yang menyelimuti film ini, Lukman Sardi hanya ingin menggambarkan dan mengajarkan mengenai kondisi kemanusiaan dari kerusuhan Mei 1998.

Penyunting: Yulia Putri Hadi

Related posts

Bad Boys: Ride or Die, Kembalinya Duet Ikonik dengan Aksi dan Komedi Lebih Gila

The Pursuit of Happyness, Kisah Inspiratif Penuh Harapan dan Kegigihan

Pendidikan dan Nilai Kemanusiaan dalam Drama Law School