Kebebasan Miras, Untung atau Rugi?

Foto: Liputan6.com

Penulis: Salsa Ghina Muyassar

SuaraUSU, MEDAN. Minuman keras (miras) layaknya sudah menjadi kebutuhan bagi sebagian orang, terlebih aktivitas rutin kemasyarakatan seperti pesta adat tak jarang mendukung keberadaan miras untuk dikonsumsi. Hal itu menunjukkan bahwa budaya dan kebiasaan warga setempat sangat erat dengan kegiatan ‘minum-minum’ tersebut.

Namun, belakangan timbul kontroversi terkait keputusan presiden yang memuat perintah dicabutnya izin investasi miras di Indonesia. Merujuk pada Perpres Nomor 10 Tahun 2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal, pelaksanaan investasi miras menjadi sorotan. Peraturan itu berisi pernyataan yang memperbolehkan investasi miras di Papua, NTT, Bali, dan Sulut, serta kemungkinan serupa di daerah lain.

Hingga pada konferensi pers, Selasa (2/3), Presiden Joko Widodo secara tegas menyatakan pembatalan dari Perpres tersebut. “Setelah menerima masukan-masukan dari ulama-ulama, MUI, NU, Muhammadiyah, dan organisasi masyarakat (ormas) serta tokoh-tokoh agama yang lain saya sampaikan lampiran perpres pembukaan investasi baru industri minuman keras yang mengandung alkohol saya nyatakan dicabut,” ucapnya.

Sementara sebelumnya, Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Bahlil Lahadalia mengatakan bahwa bebasnya perederan miras, terutama di empat wilayah Indonesia, merupakan masukan dari pemerintah daerah dan masyarakatnya terhadap kearifan lokal.

Terlebih, miras dinilai potensial dan dapat mendorong ekonomi daerah serta bisa diolah untuk produk ekspor yang menekankan pada nilai ekonomis. Kalau peredaran minuman beralkohol dilarang, maka nilai ekonomisnya hilang tetapi masih menyisakan tradisi yang harus dilestarikan. Itulah alasan mengapa hal ini lebih memperhatikan budaya.

Sayangnya, masih banyak kelompok rakyat kurang menyadari arti penting keberagaman serta kepercayaan lokal yang tidak hanya terdiri dari satu dimensi. Tradisi seringkali dibelakangkan dan dianggap kecil karena lingkupnya terbatas.

Padahal, identitas bangsa ini sangat terkenal akan adat istiadatnya yang kental. Terlepas dari ikatan agama tertentu, perlu diingat bahwa setiap insan jelas memiliki hak dan bebas memutuskan terhadap apa saja pilihan hatinya.

Seharusnya, nilai-nilai itu tidak dilepaskan dan turut ditinjau kembali demi kelestarian pandangan hidup masyarakat daerah. Pun dari sisi ekonomi, minuman keras juga tidak merugikan asal manajemen serta regulasinya tepat.

Redaktur: Muhammad Fadhlan Amri

Related posts

Nilai Akademis yang Tinggi atau Pengalaman yang Banyak, Mana yang Lebih Menentukan Karier?

Kita Balas di Semester Depan: Wacana yang Tak Kunjung Terlaksana

Mendekati UAS, Tugas Semakin Ganas: Mengapa?