Kilas Balik Sejarah, Ratu Kalinyamat “Perempuan Penguasa Pesisir Jawa”  

Oleh: Aditya Raihan

Suara USU, Medan. Bertepatan dengan Hari Pahlawan 10 November 2023, Presiden Joko Widodo resmi menganugerahkan 6 tokoh yang berjasa bagi tanah air sebagai Pahlawan Nasional. Keenam tokoh tersebut yaitu Ida Dewa Agung Jambe dari Bali, Bataha Santiago dari Sulawesi Utara, M Tabrani dari Jawa Timur, Ratu Kalinyamat dari Jawa Tengah, KH Abdul Chalim dari Jawa Barat, dan KH Ahmad Hanafiah dari Lampung. Dari keenam nama tersebut, muncul satu nama perempuan hebat, yaitu Ratu Kalinyamat.

Ratu Kalinyamat memiliki nama asli Ratna Kencana lahir di Demak pada tahun 1514. Ia adalah puteri dari Sultan Trenggana, Raja yang memerintah Kesultanan Demak dari tahun 1521 hingga 1546 dan cucu dari pendiri kesultanan pertama di tanah Jawa, Raden Patah. Ratu Kalinyamat dikenal sebagai tokoh historis legendaris wanita yang sangat berjasa untuk daerah pesisir Pantai Jawa, terutama Jepara. Cerdas, berwibawa, bijaksana, dan pemberani sangat menggambarkan sosok Ratu Kalinyamat. Tak ayal ia mendapatkan julukan Wira Samudera yang ditafsirkan sebagai pahlawan Pesisir Laut Jawa.

Sejak kecil, Ratu Kalinyamat telah dipercaya untuk meneruskan kepemimpinan Kesultanan Demak. Bahkan masa gadisnya ia habiskan untuk menjadi Adipati Jepara. Kala itu wilayah kekuasaannya meliputi Jepara, Pati, Kudus, Rembang dan Blora. Pada usia remaja, ia menikah dengan Pangeran Hadiri (nama aslinya Win Tang), sosok saudagar tersohor yang berasal dari Aceh. Pangeran Hadiri dan Ratu Kalinyamat memerintah bersama di Jepara. Ayah angkat dari Pangeran Hadiri, Tjie Hwio Gwan, dijadikan patih bergelar Sungging Badar Duwung. Di daerah Jepara, Tjie Hwio Gwan mengajarkan seni ukir kayu hingga sampai sekarang masih mahsyur seni ukir khas Jepara.

Pada tahun 1549, kakak Ratu Kalinyamat, yaitu Sunan Prawata, raja keempat dari Kesultanan Demak, dibunuh oleh Arya Penangsang, keponakan dari Ratu Kalinyamat.
Arya Penangsang mengincar takhta dari Kesultanan Demak yang seharusnya menjadi hak dari Ratu kalinyamat sebagai puteri tertua dari Sultan Trenggana. Sang ratu dan suaminya merasa marah dan sedih atas kematian Sunan Prawata. Mereka pergi ke Kudus untuk menemui Sunan Kudus, seorang ulama yang dihormati di Jawa. Mereka berharap Sunan Kudus dapat memberikan keadilan dan menegur Arya Penangsang. Namun, ternyata Sunan Kudus malah mendukung Arya Penangsang dan menganggap pembunuhan Sunan Prawata sebagai balas dendam yang wajar atas kematian Ayah dari Arya Penangsang, Pangeran Seda Lepen yang dibunuh oleh Sunan Prawata. Ratu Kalinyamat dan suaminya merasa kecewa dengan sikap Sunan Kudus. Mereka pun pergi dan memutuskan untuk pulang ke Jepara. Namun, di tengah perjalanan, mereka diserang oleh pasukan Arya Penangsang. Pangeran Hadiri tewas dalam serangan itu, sedangkan Ratu Kalinyamat berhasil lolos dengan bantuan para pengawalnya.

Setelah kematian Arya Penangsang, Retna Kencana dilantik menjadi penguasa Jepara dengan gelar Ratu Kalinyamat. Penobatan ini terjadi dengan ditandai adanya sengkalan Trus Karya Tataning Bumi, yang diperhitungkan sama dengan tanggal 12 Rabiul Awal atau 10 April 1549. Selama masa kekuasaannya, Jepara semakin berkembang menjadi Bandar terbesar di pantai utara Jawa, dan memiliki armada laut dan pasukan Maritim yang kuat.

Setelah memerintah, dalam waktu singkat, kekuasaan Ratu Kalinyamat tampak dari luas wilayah pengaruhnya. Menurut naskah dari Banten dan Cirebon, kekuasaannya menjangkau sampai daerah Banten. Pengaruh kekuasaan Ratu Kalinyamat di daerah pantai utara Jawa sebelah barat, di samping karena posisi politiknya juga karena harta kekayaannya yang bersumber pada perdagangan dengan daerah seberang di pelabuhan Jepara sangat menguntungkan. Sebagai raja yang memiliki posisi politik yang kuat dan kondisi ekonomi yang kaya, Ratu Kalinyamat sangat berpengaruh di Pulau Jawa.

Bukti tersohornya Ratu Kalinyamat pada pertengahan abad ke-16 antara lain dapat ditunjukkan dengan adanya permintaan dari Raja Johor untuk ikut mengusir Portugis dari Malaka. Pada tahun 1550, Raja Johor mengirim surat kepada Ratu Kalinyamat dan mengajak untuk melakukan perang suci melawan Portugis yang saat itu kebetulan sedang lengah dan menderita berbagai macam kekurangan. Ratu Kalinyamat menyetujui anjuran itu. Pada tahun 1551 Ratu Kalinyamat mengirimkan ekspedisi ke Malaka. Dari 200 buah kapal armada persekutuan muslim, 40 buah di antaranya berasal dari Jepara. Armada itu membawa empat sampai lima ribu prajurit, dipimpin oleh seorang yang bergelar Sang Adapati. Prajurit dari Jawa ini menyerang dari arah utara. Mereka bertempur dengan gagah berani dan berhasil merebut kawasan orang pribumi di Malaka. Dengan armadanya yang kuat, Ratu Kalinyamat juga pernah melakukan dua kali penyerangan kepada Portugis di Malaka, yaitu pada tahun 1551 dan tahun 1574. Kedua penyerangan itu dilakukan Ratu Kalinyamat dalam rangka membantu Kesultanan Johor dan Aceh untuk mengusir Portugis dari Malaka. Penyerangan pertama gagal, sedangkan pada penyerangan kedua, meskipun telah berhasil mengepung Malaka selama tiga bulan, ternyata pasukan Jepara ini tidak dapat memenangkan penyerangan dan terpaksa kembali ke Jawa.

Dengan mempelajari kehidupan dan peranan Ratu Kalinyamat, diperoleh pandangan yang lebih lengkap mengenai perkembangan historis peranan dan kedudukan wanita Indonesia. Ratu Kalinyamat menggambarkan sosok wanita yang tidak dibatasi oleh tradisi. Aktivitas dan peranan Ratu Kalinyamat memberikan suatu bukti bahwa tidaklah benar jika wanita Jawa dari kalangan bangsawan tinggi sangat dibelenggu oleh kurungan feodalisme.

Ratu Kalinyamat membuktikan bahwa wanita kalangan bangsawan justru mempunyai peluang yang lebih besar untuk tampil guna memainkan peranan penting yang sangat dibutuhkan, baik dalam bidang politik maupun ekonomi. Peluang untuk dapat melakukan peranan penting dalam bidang politik karena didukung oleh wewenang tradisionalnya, terutama karena keturunan. Ratu Kalinyamat telah melakukan aktivitas-aktivitas nyata bagi tanah airnya. Ratu Kalinyamat sebagai kepala daerah Jepara telah memainkan peranan penting tidak hanya pada level lokal atau regional, tetapi pada level internasional. Peranannya dalam aspek kehidupan, baik dalam bidang politik, ekonomi, sosial budaya, mau pun hubungan internasional sangat berdampak bagi kehidupan masyarakat luas.

Redaktur: Anna Fauziah Pane

Related posts

Lafran Pane, Sosok Inspiratif Pendiri Himpunan Mahasiswa Islam

Tirto Adhi Soerjo, Sang Pelopor Pers di Indonesia

Roehana Koeddoes, Pendiri Surat Kabar Perempuan Sekaligus Jurnalis Perempuan Pertama Indonesia