Penangkapan Ravio Patra, “Masih Adakah Demokrasi di Negeri Ini?”

Sumber Gambar: Amnesty Indonesia

Penulis : Muhammad Fadhlan Amri


“Kritik tidak berbalas, malah diretas
Mereka yang berani, malah dikriminalisasi”


SUARA USU, MEDAN. Jagat maya Indonesia kembali dihebohkan. Kali ini karena penangkapan aktivis yang kembali terjadi lagi dan lagi. Ravio Patra, Mahasiswa lulusan Universitas Padjajaran, Jurusan Hubungan Internasional ditangkap pada Rabu (22/04/2020) malam.


Sebelumnya melalui akun twitter miliknya @raviopatra, Ravio sempat mengkritik Staf Khusus Presiden Billy Mambrasar, yang diduga kuat terlibat konflik kepentingan dalam proyek-proyek pemerintah di Papua. Ia juga sempat menuliskan kritiknya tentang penanganan Covid-19 di media Tirto.ID.


Kritik tersebut berkaitan dengan apa yang selama ini dikerjakan Ravio Patra, yaitu mendorong Indonesia untuk lebih transparan dan terbuka, terutama karena tiga tahun terakhir Ravio aktif sebagai wakil Indonesia dalam Steering Committee Open Government Partnership (SC OGP).


Dikutip dari akun instagram @gtvindonesia_news, Ravio Patra yang kritis di dunia twitter, sudah dipulangkan setelah sebelumnya ditangkap Polda Metro Jaya. Ravio ditangkap di Jalan Gelora Menteng Jakarta Pusat, pada hari rabu lalu.


Walaupun Ravio telah dipulangkan dan berstatus saksi, penangkapan Ravio mengundang kontroversi, dan membuat satu pertanyaan dibenak masyarakat, “Masih adakah demokrasi di negeri ini?”


Pasalnya, jika memang Ravio Patra dituduh melakukan ujaran kebencian, tidak ada sama sekali kritik yang dilontarkan menggunakan kata-kata penghinaan ataupun kekerasan, kata-kata yang dilontarkan Ravio murni berdasarkan kenyataan, dan menggunakan bahasa yang sopan. Sekali lagi demokrasi di Indonesia seakan dipertanyakan.

Tidak hanya penangkapan, nomor whatsapp pria yang lulus dengan predikat cumlaude ini juga diretas dan dikuasai selama 2 jam, sebelum akhirnya dapat dipulihkan kembali. Selama dikuasai peretas, pelaku menyebarkan pesan berantai berisi sebaran provokasi, yang berbunyi:


“KRISIS SUDAH SAATNYA MEMBAKAR!
AYO KUMPUL DAN RAMAIKAN 30 APRIL AKSI PENJARAHAN NASIONAL SERENTAK,
SEMUA TOKO YANG DI DEKAT KITA BEBAS DIJARAH”


Diduga penyebaran pesan berantai tersebut merupakan motif, dan “permainan” agar Ravio ditempatkan sebagai satu yang akan membuat kerusahan.


Penangkapan Ravio menjadi sebuah pertanda, demokrasi di Indonesia seakan memang hanya omong kosong yang dijual pemerintahan saja. Mengingatkan kita tentang orde baru, di mana rakyat yang berani bersuara berakhir dipenjara atau hilang tanpa berita.


Pemerintahan yang berkuasa seakan menggaungkan dan merasa paling pancasila justru di waktu yang sama menyiksa rakyat jelata, lewat kebijakan yang entah memihak siapa. Membebaskan para narapidana, dan menangkap mereka yang berani bersuara.


Padahal, aktivis serta pemuda-pemudi yang berani mengkritisi kinerja pemerintahan sekarang ini adalah mereka yang masih peduli dengan negeri. Mereka yang harusnya difasilitasi dengan ilmu dan dana yang memadai, diberikan apresiasi paling tinggi, bukan malah di bui seperti ini.


Barangkali, pemerintahan yang sekarang ini lebih menyenangi pemuda-pemudi yang sibuk mengahabiskan waktu dengan berbagai video Kekeyi dibanding mereka yang berilmu tinggi, dan berani mengkritisi.


Redaktur Tulisan : Orsella Nuraina

Related posts

Nilai Akademis yang Tinggi atau Pengalaman yang Banyak, Mana yang Lebih Menentukan Karier?

Kita Balas di Semester Depan: Wacana yang Tak Kunjung Terlaksana

Mendekati UAS, Tugas Semakin Ganas: Mengapa?

1 Comment

Toleransi 25 April 2020 - 07:46

Isi dari berita ini adalah penggiringan opini untuk menyudutkan pemerintah tanpa data akurasi yg jelas. Apakah pantas dugaan menjadi landasan materi untuk penulisan? Kenapa tidak menunggu fakta terungkap siapa yg meretas WhatsApp Tavip Patra? Apakah opsi dugaan kalian hanya pemerintah saja?
Tolong diperbaiki media interaksi yg katanya bersifat positif, jangan menebar benci dan stigma kepada siapapun itu. Tunggu data yg jelas dan valid!

Add Comment