Politik Kampus, Mengapa Selalu Dianggap Buruk? 

 

Oleh : Jenni Angelia

Suara USU, Medan. Berada di bangku perkuliahan dengan beragam mahasiswa yang berbeda latar belakang kerap kali menimbulkan perbedaan dalam bagaimana para mahasiswa menghabiskan waktu mereka. Ada yang menghabiskan waktu dengan fokus dalam pembelajaran dalam kelas, mengikuti perlombaan luar kampus, menjalin relasi di kepanitian, membuka bisnis, dan lain sebagainya.

Namun, sebagian besar mahasiswa saat ini tidak terlalu tertarik untuk menghabiskan waktunya di politik kampus. Tuntutan akan jadwal perkuliahan yang padat, tugas-tugas yang menumpuk, serta kesibukan lain diluar kampus membuat banyak mahasiswa merasa tidak memiliki waktu atau energi lebih untuk terlibat dalam aktivitas politik kampus serta drama di dalamnya.

Tidak dapat dipungkiri bahwa setiap mahasiswa memiliki ketertarikan yang berbeda dalam minat atau tidaknya dalam politik kampus. Selain itu, beberapa mahasiswa juga merasa skeptis terhadap politik dan pemerintahan, baik di tingkat kampus maupun nasional. Mahasiswa mungkin melihat bahwa partisipasi politik tidak akan menghasilkan perubahan yang signifikan atau bermanfaat bagi kehidupan mereka secara langsung. Ditambah dengan terjun ke politik kampus seringkali membutuhkan waktu dan usaha yang besar tanpa jaminan imbalan yang memadai.

Dilihat dari sudut pandang beberapa mahasiswa, politik kampus seringkali mendapat reputasi buruk karena cenderung terjadinya intrik dan persaingan tidak sehat di antara mahasiswa. Ambisi pribadi untuk mendapatkan kekuasaan atau popularitas seringkali menghasilkan tindakan-tindakan tidak etis, seperti penyebaran gosip atau kampanye hitam terhadap lawan politik. Bukti konkret dari hal ini bisa dilihat dari kasus-kasus skandal politik kampus yang sering terjadi di media massa, dimana mahasiswa terlibat dalam praktik-praktik yang merugikan integritas dan kepercayaan dalam politik kampus.

Ambisi pribadi ini kadang kala membuat orang-orang yang berada dalam organisasi mahasiswa ini lupa apa yang menjadi tanggung jawab dan fokus utama mereka, kerap kali mereka melupakan isu yang sedang hangat dibicarakan seperti kenaikan UKT dan malah terlena dengan popularitas yang didapatkan. Sehingga ketika mereka mengangkat isu seperti kenaikan UKT ini malah terkesan terlambat dan basi.

Politik kampus juga rentan terhadap drama dan konflik. Aktivitas politik yang dipenuhi oleh penolakan terhadap pendapat yang berbeda bisa memecah belah komunitas kampus dan menghasilkan polarisasi. Ini mengganggu iklim akademik yang seharusnya menjadi tempat bertukar ide dan diskusi yang sehat. Bukti nyata dari hal ini bisa dilihat dari perpecahan di antara kelompok-kelompok mahasiswa yang memiliki pandangan politik yang berbeda, yang seringkali mengakibatkan ketegangan dan bahkan kekerasan verbal atau fisik.

Selain itu, terlibat dalam politik kampus terkadang membuat beberapa mahasiswa tidak fokus pada perkuliahan, kerap kali melewatkan waktu untuk belajar, dan penurunan prestasi akademik.

Namun, dibalik stigma tersebut, politik kampus memiliki sisi positif yang tak boleh diabaikan. Salah satu aspek positifnya adalah politik kampus menjadi wadah bagi mahasiswa untuk menyuarakan isu-isu penting dan memperjuangkan perubahan sosial. Mahasiswa seringkali menjadi agen perubahan dalam memperjuangkan hak-hak asasi manusia, keadilan, dan lingkungan hidup. Contohnya adalah aksi mahasiswa dalam mendukung gerakan hak sipil, kampanye seputar aksi menyelamatkan bumi, dll.

Selain itu, politik kampus juga memberikan pengalaman berharga dalam hal demokrasi dan kepemimpinan. Melalui partisipasi dalam pemilihan dan organisasi politik kampus, mahasiswa belajar tentang proses pengambilan keputusan kolektif, negosiasi, dan manajemen konflik. Ini membantu mereka berkembang sebagai pemimpin masa depan yang mampu bekerja secara kolaboratif dan memahami pentingnya mendengarkan berbagai sudut pandang. Bukti nyata dari hal ini adalah adanya pemilihan umum mahasiswa dan keberadaan organisasi mahasiswa yang aktif dalam memperjuangkan kepentingan mahasiswa secara keseluruhan. 

Tidak hanya itu, organisasi mahasiswa yang berintegritas juga akan turut andil untuk menjadi wadah bagi suara mahasiswa serta menjembataninya dengan petinggi kampus. Dalam konteks yang lebih luas, tidak jarang BEM dapat menjadi ajang untuk menyampaikan suara demokrasi masyarakat terhadap ketidakbenaran terhadap beberapa hal yang terjadi dalam pemerintahan. Tentunya kritik yang disampaikan terhadap pemerintah harus dengan data dan fakta yang sesuai serta tidak ditunggangi dengan kepentingan kelompok tertentu.

Pada intinya, politik kampus memiliki dampak yang kompleks dan dapat bermanfaat jika dikelola dengan baik. Meskipun seringkali dianggap buruk karena adanya persaingan tidak sehat juga rentan terhadap polarisasi dan konflik yang dapat mengganggu iklim akademik, politik kampus juga memiliki sisi positif yang signifikan dalam memberikan pengalaman demokrasi, pembelajaran kepemimpinan, dan advokasi untuk perubahan sosial. Oleh karena itu, penting bagi mahasiswa dan institusi pendidikan untuk terus berupaya menjaga politik kampus agar tetap positif dan produktif demi kebaikan bersama.

Redaktur : Grace Pandora Sitorus

Related posts

Nilai Akademis yang Tinggi atau Pengalaman yang Banyak, Mana yang Lebih Menentukan Karier?

Kita Balas di Semester Depan: Wacana yang Tak Kunjung Terlaksana

Mendekati UAS, Tugas Semakin Ganas: Mengapa?