Ilmu Tak Kenal Waktu, Tapi Mengapa Perpustakaan Perlu Jam Operasional ?

Sumber: freepik

Oleh: Nazirotun Nikmah

Suara USU, Medan. Perpustakaan, sebagai jantung pengetahuan dan sumber daya intelektual, seharusnya menjadi tempat yang selalu terbuka dan mudah diakses oleh siapa pun, kapan pun. Namun, realitanya sungguh berbeda, kafe-kafe dan pusat perbelanjaan bisa beroperasi 24 jam sehari, perpustakaan justru membatasi diri dengan jam operasional yang sangat terbatas, seringkali hanya sampai pukul 15.00 atau 16.00. Kondisi ini sungguh ironis dan kontraproduktif, terutama bagi mahasiswa dan pencari ilmu yang memiliki jadwal padat di siang hari.

Keterbatasan jam operasional perpustakaan ini menciptakan hambatan serius bagi akses terhadap pengetahuan dan informasi. Bagi banyak mahasiswa, waktu setelah jam kuliah adalah saat yang paling ideal untuk mengunjungi perpustakaan, menyelesaikan tugas, atau melakukan penelitian. Namun, dengan jam tutup yang terlalu awal, mereka kehilangan kesempatan berharga ini. Akibatnya, banyak mahasiswa terpaksa mencari alternatif lain seperti kafe atau ruang publik yang mungkin tidak memiliki sumber daya yang dibutuhkan untuk studi mereka.

Dampak negatif dari jam operasional yang terbatas ini tidak hanya dirasakan oleh mahasiswa, tetapi juga oleh masyarakat umum. Di era digital ini, di mana informasi menjadi komoditas yang sangat berharga, perpustakaan seharusnya menjadi garda terdepan dalam menyediakan akses informasi yang berkualitas dan terpercaya. Dengan membatasi jam operasional, perpustakaan justru membatasi perannya sendiri dalam mencerdaskan kehidupan bangsa. Selain itu, pembatasan jam operasional ini juga mencerminkan ketidakmampuan perpustakaan untuk beradaptasi dengan perubahan gaya hidup dan pola kerja masyarakat modern. Di kota-kota besar, aktivitas tidak lagi terbatas pada jam kerja konvensional. Banyak orang yang bekerja dengan jadwal yang fleksibel atau bahkan bekerja di malam hari. Perpustakaan yang hanya buka hingga sore hari praktis menjadi tidak relevan bagi kelompok masyarakat ini.

Oleh karena itu, sudah saatnya kita mempertimbangkan konsep perpustakaan 24 jam. Beberapa universitas di luar negeri telah menerapkan sistem ini dengan sukses, terutama selama periode ujian. Di Korea Selatan, misalnya, banyak perpustakaan kampus yang buka selama 24 jam, terutama selama periode ujian. Ini memungkinkan mahasiswa untuk belajar dan mengakses sumber daya perpustakaan kapan saja mereka membutuhkannya. Bahkan di hari biasa, perpustakaan kampus di Korea Selatan buka dari jam 7 pagi sampai jam 11 malam, memberikan akses yang jauh lebih luas dibandingkan dengan kebanyakan perpustakaan di Indonesia. Perpustakaan 24 jam tidak hanya memberikan fleksibilitas waktu bagi penggunanya, tetapi juga menciptakan ruang belajar yang aman dan kondusif bagi mahasiswa yang ingin belajar hingga larut malam.

Semua terobosan, pasti ada tantangannya, sama halnya seperti pembukaan perpustakaan selama 24 jam ini. Beberapa tantangan yang mungkin dihadapi termasuk dari keamanan, staf, biaya operasional, serta pemanfaatan perpustakaan secara efisien. Namun, tantangan-tantangan ini dapat diatasi dengan perencanaan yang matang. Misalnya, untuk masalah keamanan, perpustakaan dapat memasang sistem keamanan otomatis dan CCTV. Untuk masalah staf, dapat diterapkan sistem shift atau menerima mahasiswa pekerja paruh waktu. Biaya operasional dapat ditekan dengan menggunakan teknologi hemat energi dan mengoptimalkan penggunaan ruang.Teknologi juga informasi dapat memainkan peran penting dalam mewujudkan konsep perpustakaan 24 jam. Dengan adanya perpustakaan digital, pemustaka dapat mengakses sumber daya perpustakaan kapan saja dan di mana saja. Ini dapat menjadi solusi komplementer untuk perpustakaan fisik yang buka 24 jam.

Beberapa inovasi teknologi yang dapat diterapkan termasuk sistem peminjaman dan pengembalian buku otomatis, katalog online yang dapat diakses 24/7, e-book dan jurnal elektronik yang dapat diakses dari jarak jauh, serta layanan referensi virtual melalui chat atau email.

Perpustakaan 24 jam bukanlah sekadar tentang memperpanjang jam operasional. Ini adalah tentang mengubah paradigma perpustakaan menjadi pusat pembelajaran yang dinamis, responsif, dan selalu siap melayani kebutuhan informasi masyarakat modern. Dengan kombinasi antara perpustakaan fisik yang buka 24 jam dan layanan digital yang dapat diakses kapan saja, perpustakaan dapat mempertahankan relevansinya dan bahkan meningkatkan perannya sebagai jantung pengetahuan di era informasi ini. Implementasi perpustakaan 24 jam memang membutuhkan investasi dan perencanaan yang matang. Namun, manfaat yang diperoleh, baik dalam hal peningkatan akses terhadap pengetahuan maupun dalam menciptakan budaya belajar yang lebih baik, jauh melebihi tantangan yang dihadapi. Sudah saatnya perpustakaan di Indonesia, terutama perpustakaan perguruan tinggi, mulai mempertimbangkan dan menerapkan konsep ini untuk mendukung terciptanya masyarakat yang lebih cerdas dan berdaya saing di era global.

Redaktur: Evita Sipahutar

Related posts

Korupsi Adalah Musuh Bersama yang Diam-Diam Kita Lestarikan

POLRI DI PERSIMPANGAN KEPERCAYAAN DAN KECURIGAAN

Melemahnya Rupiah dan Menurunnya Daya Beli Masyaraka