Mempertanyakan Moralitas Lewat Buku, “Tanpa Tuhan Apakah Segalanya Diizinkan”

Reporter: Muhammad Fathur Ammar

Suara USU, Medan. Pernahkah sobat suara USU memikirkan bagaimana jadinya dunia ini tanpa aturan yang dibuat oleh tuhan?. Mungkin sebagian dari kita  pernah memikirkannya dan sebagian yang lain malah takut terhadap kemungkinan sebuah dunia yang tidak diatur oleh Tuhan. Buku yang berjudul “Tanpa Tuhan Apakah Segalanya Diizinkan “ ini menjelaskan sebuah opsi kepada kita bagaimana melihat aturan moralitas tanpa melibatkan Tuhan dan agama. Buku ini diterbitkan dan diterjemahkan dalam Bahasa Indonesia oleh Odise Publishing. Buku yang jumlah halamannya 183 ini dicetak pada Agustus tahun 2020 dan dibandrol sekitar harga Rp. 60.000,00 saja.

Julian Baggini penulis buku ini menjelaskan aturan moralitas seperti terosisme, aborsi, atau seks dalam sudut pandang filsafat dan membandingkannya dengan doktrin teologi atau agama. Julian adalah seorang filsuf dan peraih gelar Ph.D dari University College London tahun 1996. Ia telah menerbitkan lebih 20 buku yang semuanya membahas berbagai masalah di inggris dalam sudut pandang filsafat. Dalam buku Julian mempertanyakan dan sekaligus menjawab sepuluh masalah moralitas yang sering kita dengar.  Mulai dari tujuan apakah menghalkan segala cara?, apakah terorisme diperbolehkan?, apakah hewan punya hak? , apakah aborsi itu pembunuhan?  dan lain sebagainya.

Untuk sobat suara USU yang tidak terlalu suka dengan filsafat maka dalam buku ini Julian mencoba mengemasnya dalam bahasa yang sederhana dan mudah dipahami. Contohnya pada bab tentang aborsi, Julian menjelaskan bahwa beberapa orang percaya bahwa agama mereka menuntut oposisi terhadap seluruh aborsi. Meskipun demikian, berbicara secara teologis sama sekali tidaklah jelas bahwa umat kristen atau para penganut agama lain apapun mesti menentang aborsi. Tidak adapun dalam Alkitab yang menjelaskan secara eksplisit tentang persoalan semacam aborsi dan membangkitkan perintah keenam memunculkan pertanyaan “apakah aborsi itu itu dihitung sebagai pembunuhan atau tidak”.

Pada bab terakhir yaitu apakah tanpa Tuhan segalanya diizinkan? Julian mencoba memberikan contoh dari dialog Plato berjudul Euthphyro. Tokoh protagonisnya, Socrates mengemukakan satu dilema sederhana: “apakah yang saleh atau suci itu dicintai oleh para dewa disebabkan ia suci, atau ia suci karena dicintai oleh para dewa”.

Plato yang hidup dalam zaman yang percaya banyak dewa memperdebatkan banyaknya perintah dari dewa mereka dan masing-masing dewa bersaing untuk memberikan perintah “tuhan” kepada manusia. Analogi tersebut yang membuat Julian meragukan perintah ilahi tentang benar dan salah untuk mengatur moralitas manusia.

Bagi sobat suara USU yang suka dengan filsafat atau sering mempertanyakan standar moralitas di dunia, maka buku ini bisa menjadi bahan olah pikiran yang bagus. Buku ini juga tidak terlalu tebal dan harganya terjangkau untuk mahasiswa dan bisa dijadikan bahan diskusi di perkuliahan.

Redaktur: Fathan Mubina

 

Related posts

Tingkatkan Keterampilan Komunikasi melalui Buku Bicara Itu Ada Seninya

Mempertanyakan Arti Menjadi Manusia dalam Buku Akhir Sang Gajah di Bukit Kupu-Kupu

Bangun Petualangan Usahamu ala Buku The Power of Kepepet