Pengaruh Media Sosial Terhadap Disintegrasi Bangsa Pada Pemilu 2024

Oleh : Muhammad Zaky/Ananda Cahaya/Paydo Basa/Safrida/Sri Ramadhani/Kezia/Christian Sisco

Suara USU, Medan. Kita berada di zaman yang memungkinkan kita untuk menjadi lebih terhubung, lebih terinformasi, dan lebih terlibat daripada sebelumnya. Tantangannya adalah untuk menggunakan kekuatan media sosial ini dengan bijaksana, untuk membangun jembatan antarindividu, memecahkan stereotip, dan menciptakan dunia yang lebih inklusif dan berdampingan. Inilah keindahan dan tantangan dari petualangan kita dalam lanskap yang tak terbatas ini, di tengah lautan informasi yang tak ada habisnya.

 

Media sosial memainkan peran penting dalam membentuk opini publik selama masa kampanye pemilu. Melalui pembagian informasi, diskusi, dan debat online, media sosial memungkinkan pemilih untuk terlibat secara aktif dalam proses politik dan menyampaikan pandangan mereka tentang isu-isu yang relevan. Selain itu, media sosial juga menjadi platform bagi berbagai kelompok dan organisasi untuk mempromosikan agenda mereka dan memengaruhi opini publik. Pemilihan umum tidak pernah lagi hanya tentang poster-poster di jalan atau iklan-iklan di televisi. Saat ini, medan perang politik telah beralih ke alam digital yang menggembirakan, di mana setiap sentuhan jari menjadi suara dalam kisah demokrasi yang terus berkembang.

Dari tikungan pertama hingga garis finish, media sosial telah menjadi kompas utama bagi para kandidat dan pemilih dalam perjalanan menuju pemilihan umum. Platform seperti Twitter, Facebook, dan Instagram menjadi panggung vital di mana kampanye-kampanye dipertaruhkan, debat-debat bergema, dan ide-ide bermunculan dengan semangat revolusi. Tidak hanya menjadi tempat untuk menyebarkan pesan-pesan kampanye, media sosial juga menjadi arena interaksi langsung antara para pemimpin dan rakyat mereka, memperkuat ikatan demokrasi yang telah lama dinanti-nantikan.

Tetapi, seperti koin yang memiliki dua sisi, media sosial juga membawa tantangan yang tak terhindarkan dalam dinamika pemilu modern. Media sosial sering kali menjadi platform di mana pandangan politik yang ekstrim diperkuat dan diperluas. Algoritma yang digunakan oleh platform media sosial cenderung memperkuat filter bubble dan echo chamber, di mana pengguna hanya terpapar dengan pandangan yang sudah sejalan dengan keyakinan mereka sendiri. Hal ini dapat menyebabkan polarisasi yang lebih besar di antara masyarakat, dengan kelompok-kelompok yang saling mengisolasi dan memperkuat keyakinan mereka sendiri, yang pada gilirannya memicu disintegrasi sosial.

Media sosial memungkinkan penyebaran informasi yang tidak benar atau hoaks dengan cepat dan luas. Selama masa kampanye pemilu, berita palsu sering kali digunakan untuk menyerang lawan politik atau memperkuat narasi tertentu. Penyebaran berita palsu ini tidak hanya membingungkan pemilih, tetapi juga dapat memperdalam kesenjangan antara kelompok-kelompok dalam masyarakat, yang pada akhirnya dapat memicu konflik dan disintegrasi.

Di media sosial, retorika politik sering kali bersifat provokatif dan menghasut, yang dapat memicu perpecahan di antara masyarakat. Kandidat atau pendukung yang menggunakan bahasa yang kasar atau menyerang terhadap lawan politik atau kelompok tertentu dapat memperkeruh suasana politik dan memperdalam divisi sosial. Media sosial juga sering dimanfaatkan untuk melakukan manipulasi informasi atau kampanye hitam yang bertujuan untuk merusak reputasi lawan politik. Taktik seperti menyebarkan rumor palsu, mengedit video atau foto untuk menyesatkan, atau melakukan serangan karakter secara pribadi dapat meningkatkan tingkat konflik dan memperdalam disintegrasi di antara masyarakat.

Dengan demikian, media sosial dapat menjadi alat yang sangat kuat dalam memperkuat disintegrasi bangsa selama masa pemilu, terutama jika tidak diatur dengan baik atau jika penggunaannya dimanfaatkan untuk tujuan politik yang sempit.

Namun, apa pun bentuk tantangan yang dihadapi, perkembangan media sosial dalam pemilihan umum telah memberikan kita sesuatu yang lebih dari sekadar kampanye politik. Ini adalah pencerahan yang megah tentang kekuatan suara kita, dan kekuatan interaksi yang dapat mengubah masyarakat secara mendasar. Di bawah sorotan layar smartphone kita, kita menyaksikan pemandangan yang tak terlupakan; rakyat yang terhubung, ide-ide yang bersinar, dan demokrasi yang terus hidup dan berkembang.

Jadi, mari kita bersama-sama menapaki jalan menuju masa depan demokrasi digital yang tak terbatas, dengan setiap like, share, dan retweet adalah langkah kita menuju peradaban yang lebih inklusif dan progresif. Karena di dunia yang diwarnai oleh cahaya sorot media sosial, setiap pemilu adalah pesta demokrasi yang meriah, dan setiap suara adalah tonggak kebesaran yang abadi.

Artikel ini adalah publikasi tugas Mata Kuliah Pendidikan Pancasila dengan Dosen Pengampu Onan Marakali Siregar, S.Sos., M.Si.

Redaktur : Khalda Mahirah Panggabean

Related posts

Peran Mahasiswa Dalam Menjaga Persatuan dan Kesatuan Bangsa Dalam Bingkai Kebhinekaan

Membangun Kebhinnekaan Indonesia: Tantangan dan Solusi dari Sudut Pandang Mahasiswa

Merajut Toleransi Perbedaan Agama dalam Berburu Takjil di Bulan Ramadan