Oleh: Debora Gracia Nauli Siregar
Suara USU, Medan. Belakangan ini, media sosial diramaikan dengan tren #KaburAjaDulu yang merupakan sebuah tagar untuk mencerminkan keinginan warga negara Indonesia untuk pindah ke luar negeri demi mencari kehidupan yang lebih baik. Keinginan tersebut timbul dikarenakan kondisi negeri kita saat ini. Viralnya tagar ini, bermula dari salah satu akun di X yang membagikan pengalaman kerjanya di luar negeri dan disertai tagar #KaburAjaDulu. Unggahan tagar ini yang awalnya berisikan ajakan dan berbagi pengalaman pribadi menjadi semakin luas ketika dikaitkan dengan kondisi Indonesia saat ini. Bermula dari ajakan dan pengalaman, muncullah informasi-informasi seputar kesempatan untuk bekerja atau studi di luar negeri hingga perbandingan antara kehidupan di Indonesia dan luar negeri. Namun, yang menjadi pertanyaan adalah apakah keputusan untuk kabur aja dulu ini merupakan keputusan yang baik? Atau malah sebaliknya?
Bila dilihat, tren #KaburAjaDulu ini merupakan suara kekecewaaan masyarakat Indonesia dengan kondisi negeri yang tengah berantakan. Hal ini dapat dibuktikan melalui kondisi kebijakan-kebijakan pemerintah yang dianggap mengecewakan dan tidak berpihak pada masyarakat. Salah satunya, kualitas hidup yang menurun, masalah seperti infrastruktur yang tidak memadai, serta kualitas dan akses layanan publik yang kurang memuaskan membuat masyarakat tidak puas dan kesusahan. Keluhan tentang kondisi ekonomi yang tidak stabil juga ramai diperbincangkan dan menjadi salah satu alasan kuat warga berpihak pada tren #KaburAjaDulu. Mereka mengeluhkan tingginya pengangguran, dan rendahnya upah. Hal ini bisa kita ambil contoh dari yang sering terjadi di dunia kerja, seperti lembur tidak diberi bonus, atau gaji tidak sepadan dengan pekerjaan yang diberikan. Sebagai masyarakat, kita memang tidak diberikan banyak pilihan selain menerima kebijakan-kebijakan yang ada. Masyarakat kerap kali menyuarakan hak dan pendapat mereka dan kerap kali pula suara tersebut tidak didengar, lalu terbuang sia-sia. Ketidakadilan sosial tersebut membuat segelintir warga merasa frustasi dan merasa tidak mendapatkan akses menuju peluang yang lebih baik.
Namun, apakah keputusan untuk pindah adalah keputusan yang baik? Melihat kondisi yang terjadi di negeri ini, keputusan untuk #KaburAjaDulu pasti menuai lebih banyak dukungan. Namun, walaupun begitu, tetap ada segelintir orang yang merasa kontra. Bila ditelisik, alasannya karena mereka merasa kita tidak boleh berhenti memperjuangkan negeri ini. Bertahan dan berjuang adalah bentuk cinta kita terhadap tanah air. Walaupun harus ke luar negeri, bukan berarti kita menetap disana. Namun, kita belajar dan mengembangkan diri disana dan dengan bekal tersebut, kita kembali ke tanah air untuk berkontribusi dalam memperjuangkan Indonesia yang lebih baik.
Meskipun demikian, tidak semua pihak yang menentang tren ini memiliki alasan yang sama. Sebagian dari mereka dipengaruhi oleh Crab Mentality, yakni kecenderungan untuk menghambat orang lain yang ingin pergi dengan menyebarkan ketakutan dan keraguan. Mereka menghakimi individu yang berusaha mencari kehidupan lebih baik di luar negeri sebagai sosok yang tidak nasionalis dan merasa terancam oleh kemungkinan tersaingi. Crab Mentality ini dapat menjadi penghambat bagi siapa pun yang ingin berkembang, baik di dalam maupun di luar negeri.
Lantas, bagaimana respon pemerintah akan hal tersebut? Ada berbagai respon pemerintah akan tren #KaburAjaDulu ini. Mengutip dari Kompas.com, Menteri Ketenagakerjaan, Yassierli, menilai bahwa tren ini merupakan tantangan bagi pemerintah untuk menciptakan pekerjaan yang lebih baik bagi WNI. Hal tersebut berbanding terbalik dengan respon Wakil Menteri Ketenagakerjaan, Immanuel Ebenezer, yang terlihat tidak ambil pusing dengan tren #KaburAjaDulu. Beliau dengan terang-terangan menyuruh warga yang ingin kabur untuk kabur saja dan tidak perlu kembali lagi. Respon lain juga kita dapat dari Kepala Kantor Komunikasi Presiden, Hasan Nasbi, yang tidak melarang untuk merantau dan juga mengingatkan beberapa hal bagi warga yang ingin merantau seperti harus memiliki skill dan juga taat prosedur.
Berbicara tentang prosedur, ternyata keputusan untuk “kabur” bukan hal yang bisa diambil dengan mudah. Butuh banyak pertimbangan yang harus dipikirkan dengan baik. Terlebih lagi, tinggal di luar negeri pun bukan berarti terlepas dari tantangan. Jadi, “kabur aja dulu” ini bukan hanya sekedar pindah dan menjalani kehidupan sesuai ekspetasi. Ada banyak faktor yang perlu dipertimbangkan seperti kemampuan beradaptasi, dokumen dan administrasi, perbedaan budaya, kesiapan finansial, dan lainnya. Dibandingkan solusi, pindah ke luar negeri tanpa persiapan bisa jadi masalah baru.
Respon Yassierli, Menteri Ketenagakerjaan terkait pemerintah menciptakan lapangan kerja yang lebih baik merupakan salah satu solusi. Pemerintah dapat mengatasi fenomena #KaburAjaDulu dengan menciptakan lingkungan yang lebih kondusif bagi masyarakat, terutama generasi muda. Tahapan-tahapan ini meliputi peningkatan kesejahteraan tenaga kerja dengan kebijakan soal upah agar sepadan dengan pekerjaan, perbaikan infrastruktur, dan fasilitas publik yang memadai. Contohnya dapat berupa layanan kesehatan dan keamanan, reformasi sosial dan politik, perbaikan kualitas pendidikan, dan lainnya.
Pada akhirnya, keputusan untuk “kabur” atau bertahan adalah hak individu. Jadi, apakah kalian termasuk yang ingin tetap tinggal dan menghadapi tantangan yang ada? Atau #KaburAjaDulu? Ini mungkin saat yang tepat bagi kita untuk merenung dan menemukan cara yang tepat untuk keluar dari situasi yang ada saat ini.
Redaktur: Zahra Salsabilla