Oleh: Rifatul Suaidah
Suara USU, Medan. Ramadhan merupakan bulan suci yang seharusnya menjadi momen untuk refleksi dan peningkatan spiritual, namun kini terasa berbeda bagi sebagian mahasiswa. Di tengah padatnya jadwal kuliah, tugas menumpuk, dan tekanan akademik yang terus meningkat, esensi Ramadhan seolah tergerus. Puasa yang seharusnya menjadi ladang pahala, kini terasa seperti beban tambahan di tengah kesibukan yang membelit.
Banyak mahasiswa yang merasa tertekan dan kewalahan dalam menjalankan puasa di tengah padatnya jadwal kuliah. Tekanan akademik memang menjadi tantangan tersendiri, namun bukan berarti esensi Ramadhan harus terabaikan. Kita bisa menemukan cara kita sendiri untuk membuat bulan Ramadhan yang sedang kita jalankan menjadi lebih bermakna. Dibanding hanya melihat dari pandangan negatif, Ibu Suri Mutia Siregar S.Psi., M. Psi selaku Dosen Psikologi Universitas Sumatera Utara (USU) memberikan pandangan mengenai hal ini. Beliau mengatakan, “Saya dapat memahami beberapa mahasiswa yang mengalami kesulitan untuk menghadapi tuntutan kuliah selama bulan puasa. Bagi seorang muslim, tantangan bulan puasa adalah berlatih untuk tetap produktif meskipun tubuh sedang kekurangan energi.”
Ibu Suri Mutia Siregar S.Psi., M. Psi juga memberikan saran untuk para mahasiswa agar bisa menyeimbangkan antara puasa dan akademik. “Ada beberapa strategi psikologis yang dapat saya sarankan untuk mahasiswa yang sedang menjalankan puasa, yaitu : (1) tetapkan tujuan harian dan atur prioritas kegiatan untuk mempertahankan motivasi selama berpuasa; (2) menyadari bahwa lapar dan lelah dapat menyebabkan kita lebih mudah marah dan frustasi, oleh karena itu jadikan puasa sebagai momentum untuk berlatih mengelola emosi; (3) puasa terkadang menjadi lebih menyenangkan karena ada sesuatu yang kita nanti-nantikan, maka coba beri reward kecil pada diri sendiri untuk meningkatkan mood semasa puasa. Reward dapat berupa berbuka dengan makanan yang disukai atau menghadiri acara buka bersama teman dan keluarga,” ujar beliau.
Untuk itu, puasa lebih dari sekadar menahan lapar dan dahaga, tapi tentang pengendalian diri, peningkatan spiritual, dan kepedulian terhadap sesama. Ibu Dr. Meutia Nauly S.Psi., M.Si., Psikolog selaku Dosen Psikologi USU juga menyampaikan pendapatnya. “Ibadah itu sangat tergantung dengan niatnya. Karena niat menjadi motivasi kita untuk menjalani aktivitas. Hal tersebut berpengaruh secara psikologis dan tampilnya perilaku kita,” tutur beliau.
Selain berpuasa, tantangan lainnya adalah memilih antara mengerjakan tugas kuliah atau sholat Tarawih dan tadarus Al-Quran di malam bulan Ramadhan. Ritual Tarawih yang dulu begitu dinanti, kini terasa berat di tengah padatnya jadwal kuliah. Hati kecil merindukan momen-momen indah saat Ramadhan di masa kecil, ketika ibadah terasa ringan dan penuh kebahagiaan namun sekarang tugas kuliah yang menumpuk menjadi tekanan tersendiri. Mahasiswa merasa terjebak dalam pusaran antara tuntutan akademik dan keinginan untuk menjalankan ibadah dengan khusyuk.
Nur, selaku mahasiswa Farmasi menyampaikan pendapatnya mengenai hal ini. “Kuliah di bulan Ramadhan lumayan melelahkan dikarenakan kuliahnya dari pagi dan pulang sore dan tuntutan praktikum membuat saya tidak tarawih,” ujarnya. Dapat dilihat bahwa mahasiswa kesulitan membagi waktu antara ibadah, belajar, dan istirahat. Akibatnya, fokus pada ibadah menjadi berkurang, bahkan diantaranya terpaksa melewatkan beberapa ibadah sunnah seperti Tarawih dan tadarus Al-Quran.
Di sisi lain, Ibu Dr. Meutia Nauly S.Psi., M.Si., Psikolog mengungkapkan saran yang bisa dilakukan agar akademik dan ibadah lebih seimbang. “Melakukan penyesuaian waktu dengan dosen agar lebih fleksibel atas dasar kesepakatan dosen dengan mahasiswa serta mahasiswa harus pandai mengatur waktu. Misalnya, memilih melaksanakan sholat tarawih yang lebih cepat selesai agar dapat mengerjakan tugas kuliah serta untuk tadarus bisa dilakukan setelah Subuh,” tutur beliau.
Hal tersebut menyadarkan mahasiswa untuk perlu menyadari prioritas, batasan, dan kemampuan diri dalam mengelola waktu dan energi. Bulan Ramadhan di lingkungan mahasiswa seringkali menghadirkan tantangan tersendiri, dimana padatnya jadwal kuliah dan tuntutan akademik berbenturan dengan keinganan untuk menjalankan ibadah secara khusyuk. Namun, para Dosen Psikologi USU memberikan pandangan positif dan solusi praktis, menekankan pentingnya niat, pengaturan waktu, dan pengelolaan emosi. Dengan menetapkan tujuan harian, memberikan penghargaan pada diri sendiri, dan melakukan penyesuaian waktu dengan dosen, mahasiswa dapat menyeimbangkan antara kewajiban akademik dan ibadah, menjadikan Ramadhan sebagai momen peningkatan spiritual yang bermakna di tengah kesibukan kampus.
Redaktur: Vimelia Hutapea
Discover more from SUARA USU
Subscribe to get the latest posts sent to your email.