Bandit-Bandit Negara dalam Buku Negara dan Bandit Demokrasi

Oleh: Fathan Mubina

Suara USU, Medan. ‘Negara dan Bandit Demokrasi’ merupakan buku yang disusun dari artikel-artikel karya Ignatius Wibowo yang terbit di Harian Kompas dalam rentang tahun 2003 sampai 2010. Sebagai dosen di Departemen Hubungan Internasioanal Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, tulisan Wibowo dalam buku Negara dan Bandit Demokrasi ini sangat layak untuk dijadikan sebagai bahan diskusi terkait demokrasi indonesia dari periode ke periode.

Buku Negara Dan Bandit Demokrasi diterbitkan oleh Penerbit Buku Kompas pada Februari 2011. Dengan total 13 artikel yang tertuang dalam buku, Bowo menyoroti bagaimana demokrasi di Indonesia berjalan. Artikel-artikel yang ia tulis saat itu merupakan artikel aktual yang menanggapi demokrasi di Indonesia tahun 2004.

Wibowo banyak mengangkat efek demokrasi untuk masyarakat minoritas etnis Tionghoa di Indonesia yang notabene Bowo merupakan ketua Centre for Chinese Studies Universitas Indonesia saat itu. Pada hakikatnya, sistem demokrasi yang dianut oleh Indonesia saat ini sangat merugikan bagi kaum minoritas. Bowo bertanya-tanya mengapa masyarakat minoritas Tionghoa setuju dengan sistem ini yang jelas-jelas merugikan mereka.

Mengapa merugikan? Dalam sebuah negara dimanapun di dunia, selalu ada segolongan orang yang disebut market-dominant minorities. Pelaku market-dominant minorities di Indonesia dikuasai oleh kelompok etnis Tionghoa. Kasus market-dominant minorities tidak hanya terjadi di Indonesia, Zimbabwe misalnya, market-dominant minorities mereka dikuasai oleh minoritas orang kulit putih. Venezuela, Brazil, Bolivia, Kenya dst.

Market-dominant minorities merupakan sekelompok orang yang kaya-raya yang memperolehnya berkat sistem ekonomi pasar. Sekelompok kecil yang memiliki kekayaan lebih dari kebanyakan mayoritas orang menimbulkan iri hati. Inilah yang menjadi sebab sistem demokrasi merugikan kelompok minoritas.

Kelompok mayoritas orang yang iri hati dengan kekayaan yang dimiliki oleh market-dominant minorities ini menyalurkan amarah mereka lewat proses demokrasi. Tidak jarang dalam sistem demokrasi Indonesia ketika menjelang pemilihan umum, seseorang menggunakan market-dominant minorities sebagai kambing hitam untuk meraup suara.

Bowo mengkritik keras bagaimana sistem demokrasi diagung dan digaungkan oleh negara demokrasi seperti Amerika Serikat, Prancis namun mereka sendiri bermuka dua dalam pelaksanaannya. Amerika Serikat tidak perlu peduli hasil musyawarah di PBB, ia menyerang Irak sesuai keinginan mereka.

Sistem demokrasi yang digaungkan oleh negara barat tidak lain hanyalah sebagai alat dalam menjustifikasi ‘globalisasi’ agar berjalannya sistem ekonomi pasar bebas, sehingga negara-negara maju dapat mencampuri urusan negara berkembang yang menggunakan sistem demokrasi.

Globalisasi hanya sesuai dijalankan oleh mereka yang siap untuk meninggalkan pasar dalam negeri seperti para market-dominant minorities. Indonesia menjadi ikan besar (sasaran empuk) bagi negara dengan ekonomi maju untuk melegalkan dan memasarkan produk mereka.

Sistem demokrasi yang datang bersamaan dengan sistem ekonomi pasar terbuka seakan-akan menjadi satu produk yang tidak dapat dipisahkan. AS dan UK sebagai negara yang mendewakan demokrasi seakan-akan lupa bahwa mereka pun menetapkan demokrasi secara bertahap, namun yang mereka tanamkan kepada negara berkembang adalah untuk mengadopsi sistem demorasi secara langsung. Adaptasi budaya, kebiasaan, adat-istiadat menjadi proses yang terlupakan dalam penerapan sistem demokrasi di banyak negara berkembang.

Sistem demokrasi di Indonesia sendiri akhirnya cenderung memihak kepada pengusaha sehingga demokrasi yang dicita-citakan oleh banyak orang termasuk Bowo terlibas. Bowo mempertanyakan kembali mengenai penerapan sistem demokrasi di Indonesia yang baru saja keluar dari kubang diktator.

Demokrasi di Indonesia melahiran bandit berkelana atau roving bandits. Roving bandits ini merupakan eksekutif dan legislatif di Indonesia, mereka mengetahui dengan pasti bahwa akhirnya jabatan mereka akan berlalu. Mereka memanfaatkan sisa jabatan yang dimiliki sebelum pergantian, dengan cara mengeruk habis kekayaan yang bisa mereka dapatkan.

Pada akhirnya Wibowo mempertanyakan langkah Indonesia dalam menganut sistem demokrasi. Menurutnya sistem demokrasi di Indonesia yang saat itu dalam masa transisi demokrasi perlu dipertanyakan kembali. Sistem demokrasi yang dianut dengan tujuan gerbang kemakmuran Indonesia perlu diperbaiki. Politik praktis di Indonesia harus dibenahi.

Tidak ada yang menjamin sebuah negara demokrasi lantas menjadi negara maju, Singapura yang tergolong sebagai negara “semi-otoriter” justru tergolong sebagai negara paling maju di dunia.

Buku yang berisi kumpulan artikel terkait demokrasi dan bagaimana efeknya terhadap masyarakat ini ringan untuk dibaca dan kaya akan istilah-istilah yang mencerahkan pikiran. Rakyat Indonesia yang baru saja melaksanakan pesta demokrasi memiliki keterkaitan erat dengan buku ini. Wawasan-wawasan demokrasi semakin terbuka bagi orang yang membaca.

Buku ini sangat cocok untuk sobat Suara USU yang sedang menapaki sejarah demokrasi di Indonesia setelah masa reformasi, bagaimana efeknya terhadap kelompok minoritas dan bagaimana demokrasi di Indonesia melahirkan bermacam tesis dan anti tesisnya masing-masing.

Redaktur: Feby Simarmata

Related posts

Tingkatkan Keterampilan Komunikasi melalui Buku Bicara Itu Ada Seninya

Mempertanyakan Arti Menjadi Manusia dalam Buku Akhir Sang Gajah di Bukit Kupu-Kupu

Bangun Petualangan Usahamu ala Buku The Power of Kepepet