Reporter: Rizqi Putra Permono, Muhassanah Nasution, Muhammad Shalihul Amri
Suara USU, Medan. Kamis, (20/3) Aksi Kamisan kembali digelar di pusat kota, tepatnya di depan Pos Bloc, sekaligus untuk menyuarakan penolakan Undang-Undang (UU) TNI yang disahkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia pada pagi hari ini.
Pasal-pasal yang berkaitan dengan supremasi sipil atas militer menjadi sorotan dalam berlangsungnya aksi kamisan ini, seperti Pasal 47 (1) UU TNI yang memperluas ranah TNI dari 9 instansi menjadi 14 instasi sipil meski masih menjadi prajurit aktif, Pasal 53 (3) usia pensiun prajurit yang awalnya 55 tahun menjadi 58 tahun.
Dalam orasinya, para peserta aksi turut menyampaikan kekecewaannya terhadap DPR-RI dalam proses pembahasan rancangan UU TNI yang tidak transparan sebab tidak dilakukan di Gedung Nusantara DPR-RI melainkan berlangsung di hotel yang mewah, dan dilakukan saat tengah malam.
Selain itu, aksi kamisan juga menyoroti kasus kematian Pandu Brata Siregar, salah seorang siswa SMA yang tewas setelah dianiaya Kepala Unit Reksrim Polsek Simpang Empat Inspektur Dua, yaitu Ahmad Efendi yang terjadi di Kabupaten Asahan. Serta kasus Rico Sempurna Pasaribu dan keluarganya yang dibunuh akibat membuat berita perjudian milik salah satu oknum TNI.
Dalam aksi kamisan ke-71 ini menghasilkan beberapa tuntutan, yaitu:
1. Menolak disahkannya UU TNI karena bertentangan dengan semangat reformasi dan supremasi sipil.
2. Mendesak evaluasi menyeluruh terhadap implementasi UU TNI guna mencegah dampak negatif terhadap demokrasi dan hak asasi manusia.
3. Menuntut reformasi peradilan militer dengan merevisi UU No. 31 Tahun 1997, agar prajurit TNI yang melakukan tindak pidana umum dapat diadili di peradilan umum.
4. Menolak pelibatan TNI dalam penanganan narkotika dan menegaskan bahwa pendekatan berbasis kesehatan dan sosial lebih efektif dalam mengatasi permasalahan ini.
5. Mengecam tindakan kekerasan aparat penegak hukum dan menuntut pertanggungjawaban atas kasus penyiksaan terhadap Pandu Brata Siregar serta kasus-kasus kekerasan lainnya.
Dalam aksi kamisan ini, aliansi masyarakat sipil berharap bahwa reformasi sektor keamanan harus berorientasi pada supremasi sipil, penghormatan terhadap hak asasi manusia, dan profesionalisme TNI sesuai dengan amanat reformasi 1998.
Para peserta aksi juga membawa berbagai poster tentang tuntutan supremasi sipil atas militer dan menolak UU TNI yang sudah disahkan. Selain itu, peserta aksi juga melakukan hening cipta sebagai kegiatan simbolis atas hilangnya demokrasi.
Redaktur: Fatimah Roudatul Jannah