Reporter: Rizqi Putra Permono, Muhammad Shalihul Amri
Suara USU, Medan. Para pedagang buku bekas di Kota Medan kembali menghadapi ketidakpastian akibat kebijakan relokasi yang terus berubah. Awalnya, para pedagang berjualan di Jembatan Titi Gantung, kawasan cagar budaya yang dulu menghubungkan permukiman warga, stasiun kereta api, dan Lapangan Merdeka. Namun, dalam lima dekade terakhir, mereka terus mengalami pemindahan lokasi tanpa kepastian.
Pada 2003, mereka direlokasi ke sisi timur Lapangan Merdeka di bawah arahan Wali Kota Medan saat itu, Abdillah. Sepuluh tahun kemudian, pada 2013, mereka kembali dipindahkan ke Jalan Pegadaian seiring dengan rencana pembangunan City Check-In dan skybridge yang menghubungkan Lapangan Merdeka dengan stasiun kereta api.
Pada 2017, para pedagang kembali direlokasi ke Lapangan Merdeka dengan pembangunan kios bertingkat. Pada 2022, mereka kembali dipindahkan akibat proyek revitalisasi dan ditempatkan di bawah flyover Jalan HM Yamin. Sayangnya, lokasi baru ini dianggap kurang strategis, menyebabkan omzet penjualan mereka menurun drastis.
Donald Sitorus (50), seorang pedagang buku bekas, mengungkapkan keresahannya terhadap kebijakan Pemerintah Kota (Pemko) Medan yang dinilai tidak konsisten. “Di negara ini, seperti biasa, ganti pemimpin, ganti kebijakan. Kami perlu adanya landasan hukum untuk kepastian lahan dan pembinaan pedagang buku,” ujarnya dalam wawancara bersama Suara USU.
Selain perpindahan lokasi yang berulang, dampak pandemi COVID-19 yang pernah melanda turut memperburuk kondisi usaha mereka. “Sudah 4-5 tahun ini setelah COVID-19, omzet secara offline memang menurun jauh karena gaya beli sudah beralih ke penjualan online. Bagi kami, ini sangat terasa,” jelas Donald.
Situasi ini menyebabkan banyak pedagang memilih menutup kios mereka dan beralih ke platform marketplace. Dari total 180 kios yang tersedia, hanya sekitar 25 kios yang masih aktif berjualan setiap hari. Para pedagang berharap adanya dukungan dari Pemko Medan dalam bentuk pembinaan, penetapan lokasi usaha yang tetap, serta promosi agar usaha mereka bisa bertahan.
Tanpa kepastian lokasi dan kebijakan yang terus berubah, para pedagang buku bekas di Medan terus berjuang mempertahankan usaha mereka. Selain menuntut kepastian lokasi, mereka juga berharap ada dukungan konkret dari Pemko Medan agar bisnis yang telah menjadi bagian dari identitas kota ini tetap bertahan.
Redaktur: Jesika Yusnita Laoly