Suara USU, Medan. Program Studi S1 Ilmu Sejarah Universitas Sumatera Utara telah melaksanakan kuliah umum Bibliografi Sejarah Indonesia bertema “Interaksi dan Integrasi Masyarakat Tionghoa di Masa Kolonial: Studi Biografi Ko Ho Sing”. Program Studi Ilmu Sejarah mengundang narasumber, Dr. Sri Margana, M. Hum, M. Phil, yang merupakan dosen dan akademisi dari Departemen Sejarah, Universitas Gadjah Mada. Diselenggarakan pada hari Jumat (14/02) di Gedung Pagelaran Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara.
Dalam sambutannya, Dra. Lila Pelita Hati, M. Si. selaku Ketua Program Studi S1 Ilmu Sejarah menyampaikan bahwa, “Kuliah umum ini diharapkan bisa memberikan wawasan yang luas dan sebuah tema yang menarik untuk menjadi topik skripsi bagi calon sejarawan di Program Studi S1 Ilmu Sejarah nanti.”
Selanjutnya, dalam paparan materi, Sri Margana menyampaikan latar belakang tema bahwa buku berjudul Raja Candu Yogyakarta: Memoir Ko Ho Sing 1823-1878 merupakan buku yang ditulis oleh beliau sendiri dan diterbitkan oleh Komunitas Bambu. Pada awalnya, Sri Margana termotivasi menulis mengenai autobiografi Ko Ho Sing dikarenakan beliau tertarik dengan manuskrip yang ditulis oleh seorang Tionghoa, dalam bahasa Jawa pada abad ke-19.
Buku ini menceritakan tentang kehidupan Ko Ho Sing, seorang Tionghoa yang menjadi pengusaha sukses dan kaya yang sering diundang oleh kesultanan-kesultanan di Jawa seperti Surakarta dan Yogyakarta, tanpa melakukan manuver politik. Sri Margana menyampaikan bahwa buku ini bisa menjadi pembanding dan referensi bagi kajian-kajian mengenai masyarakat Tionghoa di masa Kolonial Belanda di Sumatera Utara. Beliau juga menambahkan bahwa manuskrip tersebut bisa menjadi sumber-sumber faktual dan kesaksian multikulturalisme masyarakat Jawa dan Tionghoa.
“Penting untuk dicatat disini adalah kesaksian Ko Ho Sing mengenai peristiwa pada zaman itu. Ko Ho Sing menceritakan gempa bumi, Perang Jawa Diponegoro, ritual-ritual budaya, dan itu menjadi fakta-fakta sejarah. Kesaksian dari manuskrip Ko Ho Sing ini menjadi penting sebagai sumber-sumber sejarah. Saya tidak ingin Ko Ho Sing ini menjadi suatu tokoh teladan. Saya ingin menekankan bahwa kebudayaan dan kebhinekaan kita juga tidak terlepas dari pengaruh Tionghoa, “ jelasnya.
Dalam wawancara bersama dengan Sri Margana, ia berharap, “Selama ini historiografi sejarah Indonesia belum terlalu berpihak terhadap minoritas, seperti Suku Tionghoa. Semoga buku ini menambah wawasan terutama dalam melihat sejarah Indonesia dari perspektif masyarakat Tionghoa. Masyarakat Tionghoa sudah menjadi bagian dari Republik Indonesia, bahkan sejak sebelum Indonesia menjadi sebuah bangsa.”
Selain itu, Sri Margana memberikan harapannya kepada mahasiswa Ilmu Sejarah Universitas Sumatera Utara untuk terus giat membaca buku-buku sejarah, sehingga ide-ide menarik akan muncul dalam menentukan tema tulisan dalam penelitian sejarah.
“Jangan berhenti untuk membaca buku, perluas dan perbanyak membaca buku-buku sejarah karena dari bacaan itu ide-ide akan muncul. Jika kesulitan mencari ide-ide dalam hal menulis tugas akhir, hal itu bisa diatasi dengan banyak membaca, mengikuti diskusi dan survei ke tempat bersejarah. Saya berharap kuliah umum tadi bisa menjadi salah satu inspirasi,’’ tutupnya.
Redaktur: Katrin Alina