Mahasiswa dan Politik, Menjadi Apatis atau Aktivis

(Ilustrasi: Gaisha Putri)

Oleh: Rifatul Suaidah

Suara USU, Medan. Mahasiswa dan Politik bukan hanya sekedar hitam putih antara apatis dan aktivis. Perdebatan ini sudah tidak asing lagi di kalangan mahasiwa. Kita perlu melampaui pilihan klasik ini dan meninjau lebih dalam serta mempertimbangan isu yang lebih konkret untuk mencari titik terang dari hal tersebut. Bukan mencari apa yang benar dan apa yang salah karena keduanya bisa menjadi hal yang baik bahkan buruk. 

Apatis dianggap sebagai bentuk ketidakpedulian terhadap isu politik maupun sosial. Apatis bisa muncul karena trauma politik dan bentuk ketidakpercayaan dengan politik yang sering dianggap dangkal. Sebagaimana yang terdata dari hasil survei Indikator Politik Indonesia pada 2013, yang memberikan gambaran bahwa tingkat ketidakpercayaan pemilih terhadap Presiden mencapai 26%, para Menteri 36%, Dewan Perwakilan Rakyat 49%, Politisi 57%, dan Partai Politik 58%.

Sedangkan aktivis sering dianggap sebagai seseorang yang melek akan politik, peduli dengan berbagai isu yang sedang terjadi di pemerintahan. Tapi, tahukah kamu bahwa hal tersebut mungkin bisa menjadi sesuatu yang baik ataupun buruk?

Sebagai generasi penerus bangsa sudah seharusnya kita bersikap lebih bijak dan mengambil cara yang lebih cerdas, yaitu dengan menciptakan “Apatis Strategis” dan “Aktivis Terarah”. Apatis strategis yang dimaksud adalah sikap yang tidak secara total tidak peduli dengan politik, akan tetapi seseorang yang memilih untuk membenahi diri dan mengembangkan bakat serta ikut aktif dalam aksi sosial. Namun bukan hanya sekadar aktif, tetapi juga selektif yaitu aksi sosial yang memberikan manfaat serta dampak yang lebih terasa di komunitasnya. Mereka menganggap  politik formal tidak efektif untuk mewujudkan perubahan yang mereka inginkan. 

Disisi lain, aktivis terarah adalah sikap yang tidak menggebu-gebu dan terburu-buru dalam menyikapi isu yang sedang terjadi, tidak sekadar FOMO (Fear of Missing Out), akan tetapi harus pandai memilah informasi yang valid kebenarannya dengan mencari data yang ada serta bisa mencari jalan keluar dari persoalan yang sedang terjadi. Mereka harus memiliki strategi yang jelas untuk mencapai tujuan. Mereka tidak hanya berteriak lantang di jalanan, tetapi juga harus mampu memberikan masukan alternatif kebijakan yang lebih konkret.

Pilihan antara apatis atau aktivis harus dipikirkan dengan bijak. Mahasiswa harus mampu mempertimbangkan dan mengambil keputusan dengan matang dimanakah mereka dapat memberikan kontribusi yang lebih baik dan efektif. Apakah sebagai mahasiswa yang apatis strategis? Atau sebagai mahasiswa aktivis terarah? Semua itu tergantung pada diri sendiri. Sebelum memilih antara “Apatis Strategis” atau “Aktivis Terarah”, kita harus mengetahui dahulu apa saja dampak mahasiswa yang melek politik agar kita lebih paham maksud dari arah pilihan ini. Adapun dampak mahasiswa yang melek politik, sebagai berikut:

1. Partisipasi Aktif dalam Pemilu

Mahasiswa yang melek politik akan termotivasi dengan kegiatan politik, terutama dalam hal pemilu. Data dari Komisi Pemilihan Umum (KPU) menunjukkan bahwa sekitar 55% hingga 60% pemilih dalam Pemilu 2024 adalah pemuda berusia 20 hingga 44 tahun. Jumlah suara yang signifikan ini menunjukkan pentingnya kesadaran politik di kalangan mahasiswa.

2. Literasi Dan Kontrol Sosial

Melek politik dimulai dengan membaca isu-isu terkini dan mahasiswa bisa menggunakan media sosial sebagai jembatan untuk menyuarakan aspirasi. Mahasiswa dapat memberikan edukasi kepada masyarakat yang awam dengan politik agar demokrasi tidak dimanipulasi dengan uang dan jabatan.

3. Peningkatan Kualitas Demokrasi

Mahasiswa yang melek politik akan memiliki kesadaran akan hak dan kewajibannya sebagai warga negara yang demokrasi. Hal ini dapat meningkatkan ide-ide inovatif dan solusi yang relevan terhadap tantangan yang dihadapi dalam politik.

Sobat suarausu, setelah mengetahui dampak mahasiswa melek politik, kita akhirnya tahu arah untuk memilih. Bagaimana maksudnya? simak poin penting keseluruhan tulisan pada penutup.

Mahasiswa perlu menyadari dampak positif dari melek politik sebelum memilih antara apatis strategis atau aktivis terarah. Sebagaimana yang kita ketahui melek politik mendorong partisipasi aktif mahasiswa dalam pemilu, literasi dan kontrol sosial serta peningkatan kualitas demokrasi. Pemahaman ini penting agar mahasiswa dapat membuat keputusan yang bijak untuk berkontribusi pada bangsa dan negara, baik melalui keterlibatan langsung maupun tidak langsung dalam proses politik. Dengan menyadari potensi dampak positif dari melek politik, mahasiswa dapat memilih peran yang paling sesuai dengan kemampuan dan keyakinan untuk memberikan kontribusi yang terbaik.

Redaktur: Fatih Fathan Mubina

Related posts

Korupsi Adalah Musuh Bersama yang Diam-Diam Kita Lestarikan

POLRI DI PERSIMPANGAN KEPERCAYAAN DAN KECURIGAAN

Melemahnya Rupiah dan Menurunnya Daya Beli Masyaraka