Utusan Damai di Kemelut Perang, Sudut Pandang Penginjil yang Jarang Terekspos

Reporter: Fathan Mubina 

Suara USU, Medan. Franz Wilhelm Junghuhn, Pieter Johannes Veth, Herman Nerubronner Van Der Tuuk dan Friedrich Fabri merupakan nama yang asing di telinga orang Batak dan sedikit dibahas dalam publikasi sejarah penginjilan di Indonesia. Namun mereka berempat merupakan alasan dibalik tersebarnya injil di Sumatera Utara.

Ditulis oleh orang berkebangsaan Jerman Prof. Dr. Uli Kozok yang menulis disertasi mengenai Sastra Batak. Utusan Damai di Kemelut Perang: Peran Zending dalam Perang Toba, merupakan judul lengkap dari buku  ini. Prof Uli ingin menghadirkan sudut pandang baru mengenai sejarah tersebarnya agama Kristen di Tanah Batak yang jarang diketahui oleh masyarakat Sumatera Utara itu sendiri.

Utusan Damai di Kemelut Perang berisi tentang peran tokoh-tokoh seperti Junghuhn, P.J Veth, Van Der Tuuk, Fabri, termasuk juga Nommensen dalam menyebarkan agama Kristen di Tanah Batak. Buku ini juga secara khusus menyoroti posisi penginjil yang mendukung imperialisme dan kolonialisme yang dilakukan Pemerintah Hindia Belanda. 

Buku ini menjadi pelengkap buku “Sejarah Pendidikan Kristen di Tanah Batak: Suatu Telaah Historis-teologis atas perjumpaan orang Batak dengan zending (khususnya RMG) di Bidang Pendidikan” yang ditulis oleh Aritonang. Junghuhn mungkin merupakan perintis pertama penginjilan di Tanah Batak yang jarang muncul dipublikasi. Ia merupakan seorang ahli Botani dan Geologi. Sebagai seorang ahli Botani dan Geologi, ia diutus oleh pemerintah Hindia-Belanda ke Tanah Batak. Junghuhn sempat menulis dua jilid buku berjudul “Die Battalander auf Sumatra” yang berisi asal-usul, ras, kebudayaan, adat-istiadat dan lainnya tentang masyarakat di Tanah Batak.

Junghuhn dikatakan menjadi perintis utama penginjilan di Sumatera Utara disebabkan dirinyalah yang menyarankan agar pemerintah kolonial memperkenalkan agama Kristen pada orang Batak. Walaupun Junghuhn merupakan seorang liberal ia tetap menyarankan Kristenisasi di Tanah Batak dikarenakan Kristenisasi merupakan kebijakan penting untuk mencegah masuknya agama Islam di Tanah Batak. Junghuhn tidak keberatan dengan orang Batak yang beragama Kristen hanya bersifat nominal.

Penginjil mulai memasuki Tanah Batak satu persatu mulai dari 1856 sampai 1878, termasuk diantaranya yang paling terkenal ialah penginjil Nommensen. Menjadi dilema untuk sebagian besar orang Batak ketika seorang Pahlawan Nasional yang berasal dari suku Batak yaitu Sisingamangaraja XII ternyata berkonfrontasi secara langsung dengan Ludwid Inger Nommensen (L.I Nommensen) yang merupakan penginjil yang dianggap sebagai apostle-nya orang Batak.

Singamangaraja XII yang menggantikan ayahnya tidak menyetujui kehadiran penginjil di Tanah Batak, ia beranggapan penginjil merupakan wahana dan alat pemerintah untuk menguasai daerah Batak. Bukan hanya tebakan tak berdasar, pada tahun 1868 para penginjil mengundang Gubernur Pantai Barat Sumatra Arriens menjelang Natal. Dalam acara tersebut penginjil menekankan kepada gubernur bahwa mereka menyambut baik aneksasi Tanah Batak demi adanya pemerintah yang menjalankan hukum dan keadilan.

Buku ini ditulis bedasarkan majalah terbitan RMG (Rheinische Missionsgesellschaft) yang dinamakan BRMG (Berichthe der Rheinische Missionsgesellschaft). RMG sendiri merupakan lembaga penginjilan asal Jerman yang sekarang berganti nama menjadi VEM (Vereinte Evangelische Mission).

Majalah BRMG diterbitkan atas dasar dari laporan tulisan tangan langsung penginjil yang bertugas di lapangan. Dalam satu bab, buku ini menyajikan secara khusus terjemahan langsung majalah terbitan BRMG mengenai kesaksian penginjil Nommensen dalam Perang Toba pertama.

Buku Utusan Damai di Kemelut Perang yang berisi fakta kontroversial ini dapat dipastikan keotentikan sumbernya. Selain itu buku ini juga telah melewatkan diskusi terbuka bersama dengan Pendeta Dr. J. Hutauruk yang merupakan mantan Ephorus (pucuk pimpinan) Huria Kristen Batak Protestan (HKBP), Limantina Sihaloho peneliti dari Geraja Kristen Protestan Simalungun (GKPS). Kedua tokoh tidak meragukan kebenaran dokumen Nommensen yang menjadi dasar buku Utusan Damai ini.

Buku yang diterbitkan oleh Yayasan Pustaka Obor Indonesia dan bekerja sama dengan Ecole francaise d’Extreme Orient, Pusat Studi Sejarah dan Ilmu-Ilmu Sosial Unimed, Sekolah Tinggi Teologi Jakarta ini sangat penulis sarankan kepada masyarakat sobat Suara USU sehingga menambah wawasan mengenai sejarah yang pernah singgah di Provinsi Sumatera Utara.

Redaktur: Feby Simarmata

Related posts

Tingkatkan Keterampilan Komunikasi melalui Buku Bicara Itu Ada Seninya

Mempertanyakan Arti Menjadi Manusia dalam Buku Akhir Sang Gajah di Bukit Kupu-Kupu

Bangun Petualangan Usahamu ala Buku The Power of Kepepet