WALHI SUMUT Gandeng Beberapa Lembaga Lakukan Aksi Kolaborasi Memperingati Hari Bumi

Reporter: Jenni Angelia/Vimelia Hutapea/Nurur Rahmah

Suara USU, Medan. Dalam memperingati hari bumi yang jatuh pada tanggal 22 April 2024, WALHI Sumatera Utara melakukan kolaborasi dengan beberapa lembaga seperti Green Justice Indonesia yang berfokus pada pemberdayaan masyarakat serta restorasi hutan, Yayasan BITRA Indonesia yang berkonsentrasi di bidang pertanian, dan Srikandi Lestari dalam melakukan Aksi Hari Bumi. Adapun tema yang diusung pada Aksi Hari Bumi ini yaitu “Dampak Perubahan Iklim Pada Lintas Generasi.”

Dengan mengusung jargon ‘Selamatkan Bumi Meski Terlambat,’ aksi ini dilakukan untuk mensosialisasikan bahwa keadaan bumi sedang tidak baik-baik saja. Dalam wawancara yang digelar, Taufik sebagai perwakilan dari BITRA Indonesia mengemukakan bahwa kerusakan yang paling rawan yakni kerusakan hutan, contohnya adanya alih fungsi hutan yang berada di Berastagi Sumatera Utara menjadi tempat rekreasi yang tidak berbasis dengan ekosistem. Taufik juga mengatakan bahwa organisasi ini akan bergerak bersama-sama untuk menyelamatkan hutan, masyarakat desa, dan lingkungan kota. “Terdapat seluas 110 hektar hutan mangrove yang dibabat habis untuk pembangunan PLTU, padahal diketahui bahwa di Sumatera Utara sudah surplus energi tiga puluh persen lebih, apalagi untuk pembangunan PLTU Batu Bara,” tambah Aji sebagai ketua pelaksana Aksi Hari Bumi. 

Adapun aksi dari WALHI yakni untuk mensejahterakan masyarakat desa, membangun UMKM, menjaga kelestarian hutan, dan menjaga ketidakadilan yang terjadi kepada masyarakat yang berada di pinggiran hutan. 

Adanya pernyataan Taufik mengenai ketidaksetujuan terhadap alih fungsi hutan, begini tanggapannya seputar proyek IKN yang dirancangkan pemerintah, “Sebenarnya mengenai IKN, saya pribadi tidak setuju karena di situ terlalu banyak habitat dan ekosistem yang dikorbankan hanya untuk kepentingan instansi-instansi terkait. Akan lebih baik bila dampak dari kerusakan hutan dapat dikontrol dan disosialisasikan dengan setiap lapisan masyarakat yang terdampak. Kita tidak menolak pembangunan, pembangunan yang berkelanjutan dan tidak merusak ekosistem pasti kita dukung.”

Aji sebagai ketua Aksi Bumi pun ikut menyatakan pendapatnya mengenai hal ini, “Kalau aku pribadi sangat tidak setuju dengan pembangunan IKN. Dilihat dengan minimnya keterlibatan masyarakat namun setelahnya langsung diputuskan mengenai keberlanjutan proyek ini. Luasnya hutan di daerah Kalimantan seketika harus dibabat habis untuk melaksanakan proyek ini, lalu bagaimana dengan habitat yang berada di situ? Ekosistem yang dirusak? Masyarakat adat yang menjaga hutan tersebut tidak dianggap dan kabarnya mereka saat ini mulai diusir atau dicarikan tempat lain, malahan yang diundang beberapa masyarakat dari luar untuk mendiami tempat tersebut, lalu IKN ini untuk masyarakat Indonesia atau siapa?”

Dalam orasinya, Aji juga mengatakan bahwa industri ekstraktif batubara telah menjadi penyumbang gas rumah kaca terbesar di seluruh dunia. Dampak yang ditimbulkan oleh sumber daya ini cukup meresahkan, ditambah pembabatan hutan untuk lahan pembangunan pemerintah semakin menambah panas bumi. Hal ini menjadi salah satu krisis negara yang harus ditindaklanjuti dengan serius, karena selain berdampak pada manusia, permasalahan ini juga akan mengurangi jumlah flora dan fauna di Indonesia.

Aksi Hari Bumi ini menyorot bagaimana sikap pemerintah ke depannya dan menghimbau seluruh masyarakat untuk ikut berpartisipasi dalam menjaga bumi. Dalam orasinya, Aji menyayangkan betapa minimnya perhatian pemerintah pada kerusakan bumi akibat pembangunan infrastruktur. “Pemerintah hanya memberikan sebagian kecil himbauan seperti larangan buang sampah. Padahal itu hanyalah sebagian kecil dari tindakan pencegahan pemanasan bumi,” ungkapnya.

Kegiatan aksi bumi yang sudah berlangsung sejak 2020 ini telah menarik sebagian masyarakat untuk berpartisipasi dalam menyuarakan peduli lingkungan. Mereka aktif dalam menyuarakan aspirasi di sosial media. Hal ini cukup berpengaruh untuk menggaet masyarakat lain agar lebih vokal dalam permasalahan yang berkaitan dengan bumi yang mereka tinggali. “Kalau ditanya mengenai hasil dari aksi ini, tentu saja ada walaupun mungkin hanya keberhasilan kecil seperti mendapat perhatian dari khalayak luas bukan hanya kami-kami saja, dan itu terbukti dari setiap tahun kami melaksanakan aksi ini semakin banyak yang ingin ikut terlibat,” ucap Aji, Ketua Pelaksana Aksi Hari Bumi WALHI SUMUT.

Aji berharap ke depannya aksi ini mendapatkan perhatian lebih dari pemerintah sehingga bisa menciptakan regulasi-regulasi yang pro terhadap lingkungan. Aksi ini juga diharapkan mampu menciptakan solusi yang solutif dan berkelanjutan, kolaborasi antargenerasi untuk mempromosikan kesadaran dan mengadopsi tindakan yang diperlukan agar bumi tetap lestari untuk generasi yang akan datang.

Redaktur: Yuni Hikmah

 

Related posts

Menikmati Musik Skena Pada Konser Antar Lintas Skena

Temilreg FoSSEI Sumbagut oleh KSEI FoSEI USU 2024, Dorong Generasi Muda Pahami Ekonomi Syariah

KPK RI Launching Kelas Pemuda dan LSM Antikorupsi