SUARA USU
Buku

Satire, Ambisi, dan Absurd Sirkus Kehidupan Dalam Novel “O”

Sumber: Goodreads

Oleh: Alya Nayla

SUARA USU, Medan. Eka Kurniawan selalu punya cara unik dalam menyajikan cerita, dan O adalah buktinya. Novel ini menggabungkan imajinasi dan kritik sosial dalam kisah yang menarik. Diterbitkan oleh PT Gramedia Pustaka Utama pada tahun 2016, novel ini mengangkat cerita tentang seekor monyet betina bernama O yang bercita-cita menjadi manusia. Bukan hanya karena penasaran, tetapi karena O melihat manusia sebagai makhluk yang lebih bebas, punya kendali atas hidupnya, dan tak terikat seperti dirinya. Namun, perjalanan O justru membawa kenyataan yang berbeda. Melalui kisah yang absurd, lucu, dan penuh makna ini, pembaca diajak untuk merenungkan kembali tentang arti kebebasan.

Sejak halaman pertama, pembaca langsung dibawa masuk ke dunia O, seekor monyet yang tumbuh di lingkungan manusia, bekerja di sirkus, dan menjadi tontonan publik. Alih-alih puas dengan hidupnya, O justru melihat manusia sebagai makhluk yang lebih “sempurna” dan ingin menjadi bagian dari mereka. Dalam perjalanannya, ia bertemu dengan berbagai karakter unik dengan pandangan hidup berbeda, seperti Bona, seekor orangutan yang menerima dirinya apa adanya, Gendut, seekor anjing yang mencintai O setia tanpa mengharap balasan, serta Sabron, manusia yang menjadi bagian penting dalam hidupnya. Hubungan mereka lebih dari sekadar kisah persahabatan atau cinta biasa, melainkan pencarian jati diri di tengah kebingungan tentang siapa mereka sebenarnya.

Gaya bercerita Eka Kurniawan dalam novel ini sangat khas, yakni perpaduan antara humor gelap, kritik, satire, dan absurditas yang terasa dekat dengan kehidupan kita. Meskipun tokoh utamanya hewan, banyak bagian dalam cerita ini yang sangat manusiawi. O yang terobsesi menjadi manusia, Gendut yang mencintai tanpa syarat, dan Bona yang santai menjalani hidup, mereka menggambaran berbagai fase kehidupan kita. Dari novel ini, muncul pertanyaan besar, apakah manusia benar-benar lebih bebas dari hewan, ataukah mereka justru hidup dalam “sangkar” yang tak mereka sadari?

Bahasa dalam novel ini mengalir ringan dan mudah dinikmati. Eka Kurniawan tak hanya bercerita, tetapi juga bermain dengan kata-kata dan dialog yang cerdas. Kita bisa tertawa di satu halaman karena keanehan yang terjadi, tetapi di halaman berikutnya, kita justru dibuat merenung karena makna yang terselip di baliknya. Humor dalam O bukan sekadar hiburan, tetapi juga cara cerdas untuk menyampaikan kritik sosial. Banyak sindiran tajam tentang perlakuan manusia terhadap hewan, ketimpangan sistem sosial, hingga absurditas kehidupan modern yang semakin jauh dari makna sejatinya.

Salah satu hal menarik dari novel ini adalah keberagaman genrenya. Komedi dan tragedi saling bercampur, membuat cerita ini terasa lebih hidup. Kadang kita merasa iba pada O, tetapi di saat yang sama, kita menyadari bahwa apa yang ia kejar mungkin hanya ilusi. Novel ini mengajak kita berpikir, namun tetap bisa dinikmati dengan santai tanpa terasa berat. Meskipun beberapa bagian alurnya terasa lambat, ritme ini justru memberi ruang bagi pembaca untuk meresapi ceritanya. Di bagian yang tampak tenang, kita diajak menyadari bahwa kebebasan bukan sekadar tentang pilihan, tetapi juga tentang kesadaran akan apa yang kita jalani.

Selain kisah dan tema yang menarik, novel ini juga menyajikan eksplorasi karakter yang beragam. O bukan hanya sekadar monyet yang ingin berubah, tetapi juga menjadi simbol dari ambisi, mimpi, dan keinginan untuk melepaskan diri dari batasan. Karakter seperti Gendut dan Bona memiliki peran penting dalam membentuk pemahaman kita tentang cerita ini. Gendut, yang tampak sederhana sebagai
anjing yang mencintai tanpa syarat, mencerminkan sisi manusia yang setia meski tahu tak akan pernah mendapat balasan. Sementara itu, Bona, dengan ketenangannya, seakan menjadi perwujudan dari seseorang yang menerima hidup apa adanya tanpa melawan takdir.

Pada akhirnya, O bukan sekedar kisah seekor monyet. Novel ini adalah refleksi tentang
manusia, kebebasan, dan impian yang sering kali tak sepenuhnya kita pahami. Dengan gaya
bahasa yang menarik, humor yang menggelitik, dan cerita penuh makna, novel ini menawarkan pengalaman membaca yang seru sekaligus menantang pemikiran.

Jika kamu mencari buku yang tidak hanya menghibur, tetapi juga memberi perspektif
baru tentang kehidupan, O adalah pilihan yang tepat. Karena di balik kisah O, terdapat pertanyaan yang sering kita tanyakan pada diri sendiri, apa sebenarnya arti kebebasan? Apakah kita benar-benar bebas, atau justru terjebak dalam ilusi yang kita buat sendiri?

Redaktur: Nisya Augia


Discover more from SUARA USU

Subscribe to get the latest posts sent to your email.

Related posts

Please Look After Mom: Sudahkah Kita Mengenal Ibu Selama Ini

redaksi

“Goodbye Things: Hidup Minimalis Ala Orang Jepang” oleh Fumio Sasaki, Buku Inspiratif untuk Mengubah Hidup

redaksi

The Pshychology of Money: Ketika Kebiasaan Lebih Penting daripada Pengetahuan dalam Mengelola Keuangan

redaksi