SUARA USU
Buku

The Pshychology of Money: Ketika Kebiasaan Lebih Penting daripada Pengetahuan dalam Mengelola Keuangan

Oleh: Reinhard

Suara USU, Medan. Uang merupakan salah satu unsur vital bagi manusia dalam menjalankan kehidupannya. Terdapat pepatah yang mengatakan, “uang bukan segalanya, tetapi segalanya membutuhkan uang”. Pepatah ini seperti membuka tingkap yang ada pada mata manusia untuk memandang segala hal secara lebih rasional dan logis. Banyak buku yang telah membahas tentang uang secara lebih lanjut, salah satunya adalah buku The Pshychology of Money. Buku ini adalah satu dari sekian banyak buku karya Morgan Housel yang beraliran self improvement. Di dalam buku yang sudah terbit sejak tahun 2020 silam ini, pembaca akan dibawa ke perspektif baru mengenai pengelolaan keuangan yang lebih menitikberatkan pada kebiasaan, bukan pengetahuan. Buku ini sendiri terdiri dari 20 bab, 262 halaman, dan 19 cerita pendek yang akan membantu pembacanya memahami secara lebih mendalam terkait peran psikologi dalam pengelolaan keuangan.

Di dalam buku ini, dijelaskan bahwa setiap manusia memiliki pengalaman keuangan yang berbeda. Hal ini disebabkan setiap orang lahir di era yang berbeda-beda, ada yang lahir di era keemasan, ada yang lahir di era krisis moneter, dan era yang lainnya. Setiap orang juga lahir dari kondisi keluarga yang berbeda pula. Tidak semua orang dilahirkan di keluarga kaya dan tidak setiap orang yang lahir dari keluarga kaya mampu mempertahankan kekayaannya.

Dalam satu cerita pendek yang diberikan dalam buku ini, terdapat dua orang dengan latar belakang yang sangat berbeda, yakni Ronald Read dan Richard Fuscone. Ronald merupakan seorang petugas kebersihan pom bensin, sementara Richard adalah seorang pemimpin perusahaan investasi bernama Merril Lynch. Memperoleh uang dengan jumlah fantastis bukanlah hal yang tidak biasa buat Richard. Hal ini membuat Richard menjadi gelap mata. Ia menghabiskan uangnya untuk berbagai hal yang tidak perlu. Pada puncaknya, ketika era krisis moneter 2008, Richard menyatakan dirinya bangkrut. Sementara itu, Ronald dengan penghasilan terbatasnya memiliki kebiasaan yang jauh lebih baik. Ia rajin menabung, mendonasikan uang kepada yayasan-yayasan, dan tidak menghamburkan uangnya untuk hal yang tidak perlu.

Pada akhir hayatnya, Ronald Read memiliki tabungan sebesar 8 juta USD atau sekitar 114 miliar Rupiah. Semuanya adalah karena kebiasaan Ronald yang jauh lebih bijak daripada Richard, meskipun Richard berlatar belakang sebagai pemimpin perusahaan yang tidak diragukan lagi pengetahuannya akan keuangan.
Selain itu, buku ini juga menjelaskan bahwa manusia tidak akan pernah merasa cukup dan akan terus mengejar kekayaan. Menurut Morgan, sang penulis buku, hal inilah yang menyebabkan manusia kehilangan waktu berharga bersama keluarga, kerabat, teman, serta orang-orang yang mereka sayangi. Morgan menekankan bahwa manusia harus mengetahui kapan waktunya untuk merasa cukup dan untuk berhenti mengejar kekayaan.

Buku ini sangat direkomendasikan untuk Sobat Suara USU yang mungkin baru mulai membaca buku dan ingin membaca buku dengan bahasa yang lugas dan sederhana, tetapi tetap sarat makna. Cerita pendek dalam buku ini juga tergolong mudah dicerna dan dapat memberikan penggambaran yang jelas jika pembaca belum memahami narasi yang telah diberikan sebelumnya. Tidak heran jika buku ini menjadi best seller internasional dan digemari oleh para pembaca dari segala usia.

Redaktur: Balqis Aurora


Discover more from SUARA USU

Subscribe to get the latest posts to your email.

Related posts

Rasa Lewat Kata: Kisah Relate Kehidupan dalam ‘Nonversation’ Karya Valerie Patkar

redaksi

Lika-Liku Lynora dalam Buku Beyond Expectations: Justice In Shadows

redaksi

Sentilan Moral bagi Mereka yang Beragama dalam Buku Memburu Muhammad

redaksi