Kebisingan Motivasi di Era Tekanan Akademik: Retorika Manis atau Omong Kosong?

Oleh: Syafira Sari

Suara USU, Medan. Saat ini bukan hal biasa lagi penggunaan kalimat motivasi sering digunakan di lingkungan kampus, mulai dari dosen, mahasiswa, alumni, hingga pihak institusi. Kata-kata seperti “Jangan menyerah, dulu zaman kami lebih sulit dari kalian” sangat sering kita dengar. Namun, dibalik retorika manis itu, ada pertanyaan besar yang sering timbul dibenak banyak orang: apakah motivasi ini benar-benar membantu, atau hanya sekedar angin lalu? Tak sedikit mahasiswa yang justru merasa terbebani, karena mereka dipaksa untuk terus semangat tanpa adanya solusi konkret terhadap tekanan yang akademik yang mereka hadapi. Alih-alih mendukung, motivasi kosong ini hanya bisa menjadi dalih bagi institusi untuk menghindari tanggung jawab dalam menciptakan lingkungan belajar yang lebih sehat.

Budaya kampus yang masih sering membandingkan kondisi sekarang dengan masa lalu juga menjadi persoalan. Dulu, memang banyak mahasiswa yang tetap bisa bertahan meski fasilitas terbatas, tetapi apakah itu berarti mahasiswa sekarang harus mengalami hal yang sama? Kita hidup di era globalisasi, yang di mana perekembangan zaman menuntut perubahan dan adaptasi. Kampus tidak bisa terus-menerus berpegang pada sistem lama tanpa menyesuaikan dengan kebutuhan mahasiswa saat ini. Banyak universitas yang masih memiliki fasilitas kurang memadai seperti ruang belajar yang terbatas, akses internet yang lemah, hingga layanan kesehatan mental yang sulit dijangkau. Bagaimana mahasiswa bisa berkembang jika lingkungan akademik sendiri belum mendukung?

Ada pepatah yang mengatakan, “Dimana bumi dipijak, di situ langit dijunjung”. Artinya, kita harus terus beradaptasi dengan kondisi yang ada. Namun, adaptasi bukan berarti menerima keadaan tanpa upaya perbaikan. Kampus seharusnya tidak hanya menjadi tempat yang mendorong mahasiswa untuk bertahan dalam tekanan, tetapi juga menyediakan sistem pendukung yang nyata. Semangat pantang menyerah memang sangatlah penting, tetapi tidak bisa dijadikan alasan untuk mengabaikan kebutuhan mahasiswa.

Dari pada sekadar memberikan pidato motivasi, ada baiknya jika pihak universitas perlu membangun suatu kebijakan yang lebih konkret. Layanan konseling yang mudah diakses, program beasiswa yang lebih transparan, serta program pelatihan untuk meningkatkan keterampilan yang relevan dengan dunia kerja adalah beberapa langkah yang bisa dilakukan. Dengan begitu, mahasiswa tidak hanya didorong untuk tetap kuat, tetapi juga diberikan alat untuk menghadapi tantangan nyata di luar kampus.

Motivasi memang penting, tetapi tidak cukup jika hanya menjadi kata-kata pemanis tanpa adanya tindakan nyata. Jika kampus ingin mencetak lulusan yang berkualitas, maka sudah saatnya mereka berhenti untuk sekedar menjual ilusi dan mulai membangun upaya yang benar-benar berpihak pada mahasiswa. Sebab, dunia di luar sana tidak hanya membutuhkan individu yang bisa bertahan, tetapi juga yang memiliki bekal nyata untuk berkembang.

Redaktur: Khalda Mahirah Panggabean 

Related posts

Ketika Manipulasi Disebut Cinta dalam Fenomena Grooming

Korupsi Adalah Musuh Bersama yang Diam-Diam Kita Lestarikan

POLRI DI PERSIMPANGAN KEPERCAYAAN DAN KECURIGAAN