Oleh: Nenni Purnama Harahap
Suara USU, Medan. Film ini mengisahkan tentang seseorang yang peduli terhadap pendidikan anak-anak yang dianggap sebagai sampah masyarakat. Dengan ketulusan dan dedikasinya, ia berhasil mengubah mereka menjadi pribadi yang lebih berguna. Kisah ini menunjukkan bahwa perbedaan bukanlah halangan, melainkan sumber ide-ide kreatif yang mampu mengubah dunia menjadi tempat yang lebih baik. Jika kita terus sibuk mempermasalahkan perbedaan di antara kita, maka hal itu hanya akan menimbulkan kekacauan. Padahal, dunia seharusnya menjadi tempat yang damai untuk kita tinggali bersama.
Film Freedom Writers diadaptasi dari kisah nyata yang mengisahkan perjuangan seorang guru muda, Erin Gruwell, dalam mengubah kehidupan murid-muridnya yang terjebak dalam lingkaran kekerasan, diskriminasi, dan ketidakadilan sosial. Dirilis pada tahun 2007, film ini menjadi salah satu karya inspiratif yang mengangkat tema pendidikan dan harapan di tengah lingkungan yang keras.
Dengan rating 7.6/10 di IMDb dan 70% di Rotten Tomatoes, Freedom Writers berhasil menarik perhatian banyak penonton. Film ini dibintangi oleh aktris ternama Hilary Swank sebagai Erin Gruwell, serta menampilkan aktor dan aktris berbakat seperti Patrick Dempsey, Scott Glenn, Imelda Staunton, April L. Hernandez, dan Mario.
Freedom Writers berpusat pada Erin Gruwell, yang berperan sebagai seorang guru bahasa Inggris di Woodrow Wilson High School, Long Beach, California. Sekolah tersebut memiliki siswa dari berbagai latar belakang ras dan etnis yang berbeda yang membuat mereka sering terlibat dalam perselisihan geng untuk membela dan mempertahankan gengnya masing-masing. Namun perbedaan tersebut tidak menjadi halangan untuk Erin dalam melakukan tugasnya sebagai guru yang harus bisa membimbing serta mengajar muridnya dengan baik.
Sejak hari pertama mengajar, Erin Gruwell dihadapkan pada kenyataan bahwa kelasnya bukan sekadar ruang belajar, tetapi medan pertempuran identitas. Murid-muridnya lebih sibuk mempertajam perbedaan dan persaingan daripada fokus pada pembelajaran. Mereka merasa sebagai korban dari sistem yang tidak adil, dan kehadiran Erin awalnya dianggap sebagai ancaman dari dunia yang tidak memahami mereka.
Namun, Erin tidak menyerah. Ia mencari cara untuk menarik perhatian murid-muridnya, salah satunya dengan memberikan buku harian agar mereka dapat menuliskan pengalaman pribadi mereka. Melalui tulisan-tulisan itu, Erin mulai memahami lebih dalam kehidupan murid-muridnya yang dipenuhi kekerasan geng, kehilangan keluarga, dan diskriminasi. Ia kemudian menginspirasi mereka dengan kisah Holocaust, memperkenalkan buku The Diary of Anne Frank, dan bahkan mengundang Miep Gies—wanita yang menyembunyikan Anne Frank—untuk berbicara langsung dengan kelasnya.
Sedikit demi sedikit, para siswa mulai percaya pada diri mereka sendiri dan melihat pendidikan sebagai jalan keluar dari kehidupan yang keras. Dengan dedikasi tinggi, Erin bahkan bekerja paruh waktu untuk membeli buku bagi mereka dan memperjuangkan agar mereka tetap bisa belajar bersama hingga kelulusan.
Salah satu aspek menarik dari Freedom Writers adalah penggunaan sudut pandang naratif dari para siswa. Penonton diajak menyelami kisah mereka melalui kutipan-kutipan dari buku harian yang mereka tulis, membuat film ini terasa lebih personal dan menyentuh. Tulisan-tulisan tersebut menjadi alat bagi mereka untuk mengekspresikan perasaan, trauma, serta impian mereka. Dengan pendekatan ini, perspektif film tidak hanya berfokus pada Erin Gruwell, tetapi juga pada perubahan yang dialami oleh setiap muridnya.
Dari segi sinematografi, Freedom Writers didominasi oleh tone warna hangat, dengan pencahayaan yang bertransisi dari gelap ke terang seiring perubahan dalam kehidupan para siswa. Penggunaan kamera genggam dalam beberapa adegan semakin memperkuat kesan realistis, menggambarkan dinamika kehidupan mereka yang penuh tantangan dan ketidakpastian.
Meskipun tidak menjadi film dengan pendapatan terbesar, Freedom Writers mendapatkan tempat
di hati banyak penonton karena pesan kuatnya. Film ini menggambarkan bagaimana pendidikan
dan empati dapat mengubah hidup seseorang, serta menyoroti pentingnya suara dan kisah pribadi
dalam membentuk masa depan.
Film Freedom Writers sangat cocok untuk ditonton oleh Sobat Suara USU, terutama bagi yang tengah menghadapi berbagai perbedaan dalam dunia perkuliahan. Dalam lingkungan akademik, kita sering kali terdorong untuk membentuk kelompok berdasarkan kesamaan yang kita miliki. Namun, film ini mengajarkan bahwa perbedaan seharusnya tidak menjadi pemisah, melainkan alat pemersatu.
Dengan kemauan untuk mendengar dan memahami satu sama lain, perbedaan justru bisa menjadi kekuatan yang menyatukan. Freedom Writers mengingatkan kita bahwa ketika kita terbuka terhadap perspektif yang berbeda, kita bisa menciptakan hubungan yang lebih harmonis dan membangun lingkungan yang lebih inklusif.
Redaktur: Indira Rivany