Reporter: Puvut Bethanya Surbakti
Suara USU, Medan. Dari sumatra bagian utara hingga ke korea bagian selatan, begitulah jauhnya salah satu alumni Universitas Sumatera Utara (USU) ini membawa mimpinya. Tonny namanya. Salah satu alumni USU jurusan Teknik Sipil 2016 yang berhasil melanjutkan pendidikan S2 nya pada tahun 2022 di salah satu universitas ternama di Korea Selatan yaitu Korea Advanced Institute of Science and Technology (KAIST). Kesempatan untuk mengecap pendidikan di negara ginseng ini ia dapatkan pada tahun 2021 lewat beasiswa penuh dari pemerintah Korea Selatan sendiri, program beasiswa tersebut dikenal sebagai Global Korea Scholarship.
Perjalanan berhasil mengenyam ilmu di Korea Selatan tidak terlepas dari keinginannya untuk melanjutkan studi S2 di luar negeri sejak di bangku kuliah. Keinginan ini didorong dengan kepercayaan yang Tonny miliki bahwasanya untuk mengubah kehidupan, status sosial dan ekonomi, pendidikan adalah salah satu caranya. Selain itu, kegemarannya dengan riset pada bidang teknik sipil membuat ia semakin mantap memutuskan pilihannya melanjutkan studi S2. Tonny menyelesaikan S1 di USU lebih awal dan di tahun yang sama ia langsung memulai petualangannya untuk memburu beasiswa. Tonny mencoba peruntungan pada 7 beasiswa yang berbeda, GKS salah satunya. Berbulan-bulan Tonny menjalani persiapan yang panjang. Mulai dari menyusun berkas seperti menerjemahkan dan melegalisasi dokumen, persiapan dan tes bahasa hingga pada akhirnya ia berhasil melewati proses seleksi yang ketat dan menerima beasiswa GKS sebagai mahasiswa S2 pada jurusan Teknik Sipil dan Lingkungan di KAIST.
Tidak berhenti hanya di proses seleksi beasiswa, dimulainya kehidupan baru Tonny di Korea Selatan juga menciptakan tantangan tersendiri. Tonny bercerita bahwa hal yang menjadi ujian terberatnya saat itu adalah bahasa. Menjadi pendatang asing di 3 bulan pertama dengan tidak adanya kemampuan berbahasa korea membuat Tonny merasa tidak percaya diri saat harus bepergian keluar dan melakukan interaksi dengan warga lokal. Sekolah bahasa korea juga menjadi tantangan terberat kedua. Bukan rahasia lagi bahwa Korea Selatan adalah salah satu negara dengan pendidikan yang memiliki sistem pembelajaran yang cepat. Dalam satu tahun sekolah bahasa, Tonny harus naik satu level bahasa setiap tiga bulan. Tonny harus mengejar target tersebut dengan kelas bahasa korea yang dilaksanakan dalam bahasa korea. Setiap harinya, Tonny mengikuti kelas bahasa dari pagi sampai siang hari kemudian dilanjutkan mengerjakan tugas tambahan. Hal itu membuat Tonny menghabiskan waktunya setidaknya 10 jam untuk belajar bahasa korea per hari. Rutin mengulas materi pelajaran dan belajar mandiri di luar jam kelas juga dilakukan Tonny untuk bisa mencapai target yang diberikan. Meskipun tantangan yang dihadapi cukup berat dan berlapis namun Tonny memandang hal tersebut sebagai hal bermanfaat pada dirinya karena membuat kemampuan belajarnya meningkat dengan pesat.
Untungnya pembelajaran di KAIST dilaksanakan dalam bahasa inggris, ini menjadi salah satu kemudahan bagi Tonny dan juga alasan mengapa Tonny memilih KAIST sebagai tempat melanjutkan sekolahnya. Kemudahan lainnya juga Tonny sampaikan dengan menceritakan perbedaan yang ia rasakan di universitas S1 dengan S2 nya. Tidak adanya perpeloncoan, Tonny justru menemukan banyak senior yang mau membantu mahasiswa di sana. Birokrasi kampus yang efisien, akses informasi mudah, serta fasilitas laboratorium yang lengkap membuat penelitiannya berjalan lancar. Hal ini membuat Tonny lebih fokus untuk merealisasikan idenya alih-alih mengkhawatirkan soal dana untuk riset.
Selain menjalani aktivitasnya sebagai mahasiswa di KAIST, Tonny juga tidak melewatkan kesempatan untuk menikmati kehidupan di luar kampus selama berada di Korea Selatan. Meskipun disibukkan dengan kegiatan akademik dan penelitian, ia tetap bisa menikmati indahnya Korea Selatan melalui berbagai kegiatan. Tonny sering mengikuti program-program wisata yang diselenggarakan oleh beberapa lembaga ataupun pemerintah Korea Selatan, seperti tur jalan-jalan ke destinasi budaya dan alam. Program-program tersebut memberinya kesempatan untuk menjelajahi tempat-tempat ikonik di negara tersebut, seperti Hahoe Folk Village, Nami Island, Jeju dan lainnya. Pengalaman ini bukan hanya membuatnya lebih mengenal budaya korea, tetapi juga menjadi momen berharga untuk melepas penat setelah kesibukan di kampus.
Setelah menyelesaikan studi S2 di KAIST, Tonny berhasil mendapatkan pekerjaan di Hyundai Engineering & Construction, salah satu perusahaan terbesar di Korea Selatan. Menariknya, Tonny sudah melamar pekerjaan tersebut sejak berada di semester akhir perkuliahannya. Hal ini karena proses seleksi karyawan di perusahaan tersebut memakan waktu yang cukup panjang, berlangsung selama beberapa bulan. Di Korea Selatan, banyak perusahaan yang sudah membuka kesempatan bagi mahasiswa tahun terakhir untuk melamar, meskipun mereka belum memiliki ijazah resmi. Kesempatan ini dimanfaatkan Tonny dengan baik, sehingga ia bisa mengikuti proses seleksi bahkan sebelum kelulusannya.
Setelah diterima di Hyundai, Tonny dihadapkan pada tantangan baru yaitu beradaptasi dengan budaya kerja di Korea Selatan. Salah satu hal yang ia pelajari adalah pentingnya nunchi, sebuah konsep dalam budaya Korea yang berarti memahami situasi dan perasaan orang lain tanpa harus mengungkapkannya secara langsung. Tonny berusaha menerapkan nunchi dalam kesehariannya di tempat kerja untuk lebih mudah menyesuaikan diri dengan lingkungan dan budaya perusahaan. Bekerja di Hyundai memberi Tonny pengalaman berharga sebagai lulusan baru. Ia merasa penting mendapatkan pengalaman profesional di Korea sebelum nantinya akan menjajaki karir di negara lain.
Merantau ke Korea Selatan adalah sebuah lompatan besar yang mengubah hidup Tonny. Menurutnya, jika seseorang ingin mengubah hidupnya, maka berani mengambil risiko adalah langkah yang tak terhindarkan. Merantau membuka peluang baginya untuk membangun jaringan dan relasi yang lebih luas tetapi lebih daripada itu pengalaman tersebut membawanya menjadi sosok individu yang mandiri dan tangguh. Bagi Tonny, pencapaian yang diraihnya bukan semata-mata karena kepintarannya. Ia percaya bahwa integritas dan kejujuran adalah nilai-nilai yang tak ternilai. Menjunjung tinggi prinsip-prinsip ini, dia yakin, akan membuka banyak pintu menuju kesuksesan. Dalam perjalanan karirnya, Tonny menyadari bahwa karakter dan sikap yang baik jauh lebih berpengaruh dalam menentukan keberhasilan seseorang.
Redaktur: Fatih Fathan Mubina