Aksi Kamisan ke-70 di Medan, Tuntut Pendidikan Bebas Kapitalisasi

Dokumentasi : Suara USU

Reporter: Nikolas Supriyanto dan Rizqi Putra Permono

Suara USU, Medan. Pada Kamis (27/02), sekelompok masyarakat dari berbagai elemen menggelar aksi di depan Pos Bloc, Medan, sejak pukul 18.00 WIB. Mereka merupakan peserta Aksi Kamisan, sebuah gerakan yang telah berlangsung rutin selama dua tahun terakhir di Kota Medan. Pada aksi ke-70 ini, mereka membawa tuntutan terkait kebijakan-kebijakan baru di sektor pendidikan yang dinilai tidak berpihak kepada rakyat.

Mengusung tema “Hilangnya Tanggung Jawab Negara dalam Penyelenggaraan Pendidikan”, para peserta Aksi Kamisan berorasi meminta pemerintah untuk mengevaluasi kembali kebijakan-kebijakan mereka, terutama di bidang pendidikan. Sebagai salah satu hak dasar manusia, peserta aksi menuntut agar pendidikan kembali menjadi prioritas utama.

“Pendidikan di negara ini telah dikapitalisasi, dan para intelektual harus tunduk kepada kapitalisme itu sendiri,” teriak peserta aksi.

Cindy, salah satu peserta aksi mengungkapkan bahwa ia dan rekan-rekannya merasa resah terhadap kondisi negara saat ini, sehingga mereka hadir dalam aksi untuk menyuarakan kegelisahan mereka.

“Saya merasa resah melihat kondisi negara, mulai dari munculnya Danantara sebagai lembaga yang menuai pro dan kontra, kasus penerima MBG yang mengalami keracunan, hingga berbagai permasalahan lainnya,” tutur Cindy.

Sejalan dengan Cindy, Dery, seorang mahasiswa, mengungkapkan kondisi  negara yang tidak kondusif serta berbagai permasalahan dalam pemerintahan menjadi alasan kuat untuk terus berpartisipasi dalam aksi ini.

Selain itu, koordinator aksi, Rimba, dalam wawancaranya menyatakan bahwa banyak masyarakat yang sebenarnya menyadari kondisi negara yang semakin genting. Namun, menurutnya, mereka kerap kali bingung karena tidak memiliki wadah yang tepat untuk menyuarakan keresahan dan aspirasinya.

“Masyarakat sebenarnya sadar akan kondisi negara yang gawat, tetapi sering kali bingung karena tidak memiliki wadah yang tepat untuk menyalurkan keresahannya,” ujarnya.

Rimba berharap ke depannya Aksi Kamisan akan semakin menarik simpati mahasiswa, kaum muda, dan elemen masyarakat lainnya untuk berdiri bersama setiap Kamis sore guna menyampaikan keresahan mereka. Ia berharap Aksi Kamisan di Kota Medan dapat bertahan lama dan terus berlanjut sebagai ruang perjuangan bagi masyarakat.

Selain berorasi, peserta aksi kamisan juga membacakan puisi karya Wiji Thukul, seorang aktivis yang menjadi korban pelanggaran HAM. Pembacaan puisi tersebut bertujuan mengingatkan masyarakat bahwa berbagai kasus pelanggaran HAM masih belum terselesaikan hingga kini.

Redaktur: Jesika Yusnita Laoly

 

 

Related posts

Buntut Pengesahan RUU TNI, Aksi Kamisan Kritisi Supremasi Sipil

Relokasi Tiada Akhir, Pedagang Buku Bekas Medan Menuntut Kepastian

Sosialisasi QRIS Bank Indonesia di Festival Pesona Ramadhan Gempita Rasa