Oleh: Reinhard Halomoan
“Saya mau menghemat uang, uang itu untuk rakyat, untuk memberi makan anak-anak!”
Demikian pernyataan Presiden RI, Prabowo Subianto, pada Kongres XVIII Muslimat Nahdlatul Ulama (NU). Tidak tanggung-tanggung, Prabowo mengeluarkan instruksi langsung untuk melakukan beberapa penghematan. Beberapa sektor anggaran yang dirasa bukan merupakan prioritas diinstruksikan untuk dipangkas. Hal inilah yang kemudian dikenal dengan istilah “efisiensi” oleh masyarakat.
Melalui Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025 yang diterbitkan pada 22 Januari lalu, pemerintah melakukan efisiensi terhadap anggaran belanja negara sebesar Rp306,69 triliun. Dalam inpres tersebut, presiden memberikan instruksi secara khusus kepada Kementerian Keuangan sebagai penentu besaran efisiensi anggaran setiap kementerian/lembaga, serta kepada Kementerian Dalam Negeri sebagai pemantau jalannya efisiensi pada tingkat daerah. Presiden juga menugaskan para gubernur, bupati, serta perangkat negara lainnya untuk melakukan reviu terhadap anggarannya masing-masing. Secara khusus pula, Presiden menginstruksikan untuk tidak memangkas anggaran belanja pegawai dan bantuan sosial khusus untuk kementerian/lembaga.
Beberapa kementerian dan lembaga turut mengalami dampak yang signifikan. Sebut saja Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) yang dipotong sebesar 58,17%, Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) sebesar 50%, dan bahkan anggaran untuk Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika yang diisukan dipotong 50%. Walaupun pada akhirnya, pernyataan tersebut dibantah oleh pihak Istana. “Tidak benar anggaran BMKG terkena efisiensi sebesar 50 persen. Silakan cek lagi ke BMKG untuk data terbaru,” jelas Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan, Hasan Nasbi, secara tertulis pada Selasa (11/2/2024).
Sontak hal ini memantik timbulnya spekulasi dari berbagai kalangan. Menyikapi hal tersebut, beberapa komisi Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) mengadakan rapat kerja (raker) dan mengundang pemangku kepentingan terkait. Sebut saja Komisi XI DPR RI yang mengundang Kementerian Keuangan dalam rapat kerja yang diadakannya.
Andi Yuliani Paris, salah seorang anggota Komisi XI DPR RI, menanyakan soal pemetaan sebelum dilaksanakannya efisiensi. “Memang yang sedang dilakukan saat ini diharapkan akan menciptakan sebuah budaya baru, penekanan kepada pelaksanaan tugas secara efisien,” jawab Sri Mulyani atas pernyataan tersebut. Lain halnya dengan apa yang terjadi pada rapat kerja Komisi V DPR RI dengan Menteri Pekerjaan Umum (PU). Yanuar Arif, Ketua Komisi V DPR RI, menyampaikan bahwa mereka belum serta-merta menyetujui program yang dicanangkan. “Kita hanya mengesahkan perubahan angka saja dulu, kita tidak menyetujui programnya,” ujarnya terkait pemotongan anggaran Kementerian PU pada Kamis (6/2/2025). Meskipun setiap komisi sudah melakukan rapat kerja sesuai pembidangannya masing-masing, belum ada pernyataan tegas dari DPR secara keseluruhan terkait efisiensi yang nilai totalnya menurut Presiden akan mencapai angka Rp750 triliun ini.
Selain itu, fenomena pemutusan hubungan kerja (PHK) di berbagai instansi juga sarat akan sorotan. Sebut saja instansi seperti Radio Republik Indonesia (RRI) dan Televisi Republik Indonesia (TVRI) yang juga sempat merumahkan beberapa karyawannya. Hal ini tentu tidak sejalan dengan Instruksi Presiden yang mengecualikan anggaran untuk belanja pegawai, atau dapat dikatakan, instruksi tersebut salah diartikan oleh beberapa instansi tersebut. Meskipun, pada akhirnya instansi-instansi tersebut membatalkan beberapa PHK yang telah dilakukan. Masih terkait PHK, Hasan Nasbi mengatakan bahwa Istana menjamin tidak ada PHK akibat efisiensi. “Kalau orang selesai kontraknya, jangan bilang itu PHK karena efisiensi. Kalau orang selesai proyeknya dan kemudian tidak dilanjutkan, karena memang sudah selesai. Tanpa ada kebijakan efisiensi pun orang bisa selesai kontraknya. Kalau PHK karena efisiensi, dijamin itu tidak ada,” ujar Hasan dalam keterangan tertulis.
Dalam perayaan Hari Ulang Tahun (HUT) Partai Gerindra ke-17, Presiden Prabowo menyatakan bahwa program efisiensi anggaran sudah berada di jalur yang benar. “Kita mau mengadakan perbaikan, biasa memang dilawan oleh mereka yang tidak suka kebaikan, tapi kita akan berhasil karena kita ada di pihak yang benar dan membela rakyat banyak,” ujar Prabowo pada Minggu (16/2/2025). Prabowo juga mengatakan bahwa sisa dana efisiensi nantinya yang sebesar Rp325 triliun akan diserahkan kepada Danantara untuk diinvestasikan.
Ke depannya, efisiensi diharapkan dapat dilakukan secara efektif sesuai dengan fungsinya. Tidak ada yang salah dengan efisiensi, asalkan tidak malah menjadi bumerang bagi kesejahteraan sosial dan tidak menjadi celah baru untuk melakukan praktik korupsi. Pengawasan dari setiap pihak merupakan hal yang wajib agar efisiensi ini tidak melenceng dari sasaran yang ditetapkan.
Redaktur: Jesika Yusnita Laoly