Oleh: Fathan Mubina
Suara USU, Medan. “Aku harap PEMIRA dilaksanakan 2 bulan setelah dilantiknya Panitia Pelaksana (Panpel) PEMIRA,” ucap mantan ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) dalam sosialisasi Peraturan Darurat Pengganti Undang-Undang (PDPU) pada Rabu (3/4) lalu di Ruangan Seminar Gedung D Fakultas Ilmu Komputer Teknologi Informasi (Fasilkom-TI).
Saat ini, penulis mulai memahami maksud dari pucuk pimpinan tertinggi mahasiswa pada waktu itu. Panpel terpilih disarankan untuk mempersiapkan diri selama dua bulan. Sebagai pihak yang merumuskan sekaligus mengesahkan PDPU, penulis merasa bahwa dua bulan adalah waktu paling cepat bagi Panpel PEMIRA untuk menyelenggarakan PEMIRA setelah dilantik. Penulis bahkan merekomendasikan waktu persiapan tiga bulan atau lebih. Hal ini bukan tanpa alasan, mengingat terdapat 177 pasal dalam PDPU PEMIRA yang harus dipahami, belum termasuk PDPU DPM dan PDPU BEM yang juga wajib dipelajari secara mendalam oleh Panpel PEMIRA.
Pertanyaan yang muncul adalah apakah Panpel PEMIRA sudah memahami PDPU tersebut dengan saksama? Melihat situasi saat ini, tampaknya Panpel PEMIRA belum sepenuhnya memahami PDPU, yang seharusnya menjadi acuan utama dalam pelaksanaan PEMIRA. Terlepas dari kenyataan bahwa PDPU itu sendiri disusun dan disahkan oleh lembaga eksekutif, tindakan ini justru bertentangan dengan prinsip dasar trias politica.
Pihak eksekutif tidak seharusnya berperan sebagai perancang. Mengesahkan aturan mungkin masih bisa dipertimbangkan, namun eksekutif sama sekali tidak boleh menjadi perumus. Hal ini disebabkan oleh kekhawatiran bahwa jika eksekutif ikut merumuskan aturan dasar, ada kemungkinan aturan tersebut akan cenderung menguntungkan pihak yang berkuasa atau pihak yang memiliki kedekatan dengan eksekutif.
Panpel PEMIRA saat ini berada dalam situasi yang serba salah, disebabkan oleh tekanan dari berbagai pihak, baik internal maupun eksternal. Namun, apa hubungannya Panpel dengan Direktorat Prestasi Mahasiswa dan Hubungan Kealumnian (Ditmawalumni)? Tidak ada. Panpel seharusnya tetap mandiri, bebas dari intervensi atau campur tangan dari pihak mana pun. Dalam menjalankan tugasnya, Panpel membutuhkan pengawasan yang tepat. Di USU, pengawasan tersebut seharusnya dilakukan oleh Bawasra (Badan Pengawas PEMIRA).
Melaksanakan sosialisasi tanpa adanya petunjuk atau aturan pelaksanaan PEMIRA merupakan kesalahan fatal yang dilakukan oleh Panpel. Bagaimana tidak, sosialisasi PEMIRA seharusnya menjadi tanda kesiapan dan keseriusan Panpel dalam menjalankan proses tersebut. Namun, yang terjadi saat ini adalah kekacauan. Hal inilah yang menyebabkan beberapa pihak merasa kecewa dengan kinerja Panpel PEMIRA.
Aturan pelaksanaan harus segera dirancang dengan matang, disusun secara teliti, disahkan secara transparan kepada seluruh Panpel PEMIRA, dan diumumkan dengan memperhatikan atensi mahasiswa. Keempat langkah ini perlu dilaksanakan secepat mungkin, mengingat saat ini sudah memasuki tahap pendaftaran calon eksekutif, yaitu ketua BEM, dan calon legislatif, yaitu anggota Dewan Perwakilan Mahasiswa.
Sebagai pihak yang meminta perwakilan setiap BEM Fakultas untuk bergabung dalam Panpel, melantik Panpel, dan mengeluarkan surat keputusan untuk Panpel PEMIRA, penulis ingin menekankan kembali tupoksi BEM dalam penyelenggaraan PEMIRA. Seolah-olah, BEM hanya sekadar mengesahkan tanpa memperkenalkan atau mensosialisasikan PDPU PEMIRA kepada Panpel, atau bahkan PDPU lainnya secara menyeluruh kepada mahasiswa USU.
BEM yang saat ini memiliki kewenangan penuh bahkan untuk membuat aturan paling dasar dalam PEMIRA telah gagal dalam menjamin PEMIRA 2024 berjalan dengan lancar, sama halnya dengan Panpel PEMIRA yang tak bisa memahami bagaimana aturan penyelenggaraan taktis PEMIRA harus disiapkan dengan cermat sebelum melakukan sosialisasi.
Bagaimana dengan sikap Ditmawalumni? Ditmawalumni seharusnya tidak campur tangan dalam urusan mahasiswa, agar kejadian seperti PEMIRA 2022 tidak terulang. Aziz, selaku mantan ketua BEM USU, memastikan bahwa Panpel akan beroperasi secara mandiri tanpa adanya intervensi dari Ditmawalumni atau BEM Interim.
“Kita tidak mau kan kalau yang terpilih itu nanti ada campur tangan dari atas,” ucap Aziz dalam acara yang sama.
“Saya harap akhir agustus nanti PEMIRA sudah mulai dilaksanakan,” ucap Edy Ikhsan, selaku Wakil Rektor I USU. Sosialisasi yang dilaksanakan pada 29 dan 30 Agustus lalu telah disampaikan oleh Edy saat pelantikan. Walaupun harapan Edy mengenai waktu pelaksanaan terwujud, sayangnya, berbagai kekurangan dalam Panpel PEMIRA masih tetap ada, dan harapan untuk menjalankan PEMIRA dengan tertib belum dapat tercapai.
Panpel harus berfungsi sebagai lembaga yang sepenuhnya independen, dengan fakta-fakta realistis yang diketahui secara umum. Semua mahasiswa tentu menyadari bahwa penyelenggaraan PEMIRA didanai oleh pihak universitas. Bagaimana caranya Panpel PEMIRA dapat lepas dari pengaruh sumber dana tersebut adalah tantangan yang akan dihadapi Panpel ke depannya.
Penulis juga merasa bahwa pada PEMIRA yang lalu, USU telah melewati batas dalam hal menjanjikan kebebasan aspirasi mahasiswa. Penulis berharap agar USU tidak terlalu campur tangan dalam kontestasi ini dan sembari menunggu terbentuknya Mahkamah Mahasiswa (MM) USU yang akan menyelesaikan sengketa PEMIRA, serta Badan Audit Kemahasiswaan (BAK) USU yang sesuai dengan rancangan eksekutif sebelumnya.
Redaktur: Feby Simarmata