Diplomasi Memanas, AS Tangguhkan Bantuan Militer untuk Ukraina

Sumber: BBC News

Oleh: Axfeba Saragih

Suara USU, Medan. Hubungan antara Amerika Serikat (AS) dan Ukraina sedang mengalami dinamika yang kompleks. Sejak invasi Rusia ke Ukraina pada tahun 2022, AS telah membantu Ukraina mempertahankan kedaulatan dan integritas negaranya melalui berbagai bentuk dukungan, terutama bantuan militer yang mencapai 136 miliar dolar AS atau sekitar dua ribu triliun rupiah dari Amerika Serikat. Namun, terjadi pergeseran dalam hubungan bilateral kedua negara ini, salah satunya ditandai dengan keputusan Presiden AS, Donald Trump, yang secara resmi menangguhkan semua bantuan militer ke Ukraina sejak Senin (3/3) malam.

Keputusan ini tentu mengejutkan banyak pihak, mengingat sejak awal perang, hampir setengah dari total bantuan yang diterima Ukraina berasal dari AS, sebagaimana diungkap oleh Kiel Institute dan diperkuat oleh data ForeignAssistance.gov. Selain itu, dinamika hubungan ini juga dipengaruhi oleh negosiasi ekonomi, termasuk hak eksploitasi sumber daya mineral Ukraina serta investasi dalam pembangunan kembali infrastruktur pascaperang.

Sebagai respons terhadap pembekuan bantuan militer AS, Ukraina mulai menjajaki opsi lain dengan mitra Eropa. Penasihat Presiden Ukraina, Mikhail Podoliak, menyatakan bahwa Kyiv memiliki kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan situasi saat ini. Meskipun ada ketegangan bilateral, Ukraina mempertimbangkan untuk memperoleh peralatan militer setara dari sekutu Eropa dan bersiap untuk negosiasi lebih lanjut dengan AS. Selain itu, dalam upaya mencapai otonomi 50% dalam dua tahun ke depan, Ukraina berencana meningkatkan produksi militernya sendiri.

Menanggapi hal tersebut, Wakil Presiden AS, J. D. Vance, menilai bahwa Presiden Ukraina, Volodymyr Zelensky, tidak menghargai bantuan yang telah diberikan AS. Namun, Zelensky membantah hal tersebut melalui akun media sosialnya di X. Dalam unggahannya, ia menegaskan bahwa Ukraina sangat berterima kasih kepada AS atas semua dukungannya, terutama selama tiga tahun invasi penuh ini.

Amerika Serikat telah memberikan bantuan kepada Ukraina dalam berbagai bentuk, mulai dari bantuan militer hingga dana. Sebagian dari dana tersebut digunakan untuk membayar gaji guru dan dokter, serta menjaga jalannya pemerintahan sehingga Ukraina tetap dapat fokus dalam memerangi invasi Rusia. Selain itu, AS juga memberikan bantuan persenjataan yang difasilitasi melalui dua program. Pertama, Presidential Drawdown Authority (PDA), yang memungkinkan presiden mengirimkan senjata dan peralatan secara cepat dari persediaan AS tanpa persetujuan Kongres. Kedua, Ukraine Security Assistance Initiative (USAI), skema yang memudahkan Ukraina memperoleh peralatan militer dari badan pertahanan AS. Secara keseluruhan, melalui PDA, AS telah berjanji memberikan bantuan senjata senilai 31,7 miliar dolar AS atau sekitar 522 triliun rupiah kepada Ukraina. Namun, menurut analisis Reuters, lebih dari 20 miliar dolar AS atau sekitar 329 triliun rupiah telah dikirim ke Kyiv.

Di balik konflik ini, AS dan Ukraina berusaha mencapai kesepakatan mengenai pengembangan sumber daya mineral Ukraina. Namun, negosiasi tersebut tidak berjalan mulus. Presiden Trump secara tiba-tiba mengakhiri pertemuan dengan Presiden Ukraina, Volodymyr Zelensky, di Gedung Putih setelah mengkritiknya karena meminta lebih banyak bantuan. Setelah insiden tersebut, pejabat tinggi AS melanjutkan pembicaraan untuk menandatangani kesepakatan dan meminta Zelensky untuk meminta maaf kepada Trump di depan publik.

Menurut rancangan perjanjian antara AS dan Ukraina, Ukraina akan memberikan setengah dari pendapatannya untuk monetisasi sumber daya alam seperti minyak, gas, dan mineral langka di masa depan. Meskipun tidak seluruhnya, Amerika Serikat akan memiliki kepentingan finansial tertinggi dalam dana yang diizinkan oleh hukum AS. Dana tersebut dirancang untuk menginvestasikan kembali sebagian pendapatan ke Ukraina. Namun, dalam rancangan kesepakatan tersebut, tidak disebutkan secara jelas apa yang akan diterima Ukraina. Hal ini menimbulkan kekhawatiran bahwa Ukraina bisa kehilangan kendali atas sumber daya strategisnya tanpa mendapatkan kompensasi yang sepadan. Jika kesepakatan ini diterapkan tanpa kejelasan mengenai manfaat bagi Ukraina, negara tersebut berisiko mengalami ketergantungan ekonomi yang lebih besar terhadap AS. Selain itu, ketiadaan jaminan keamanan dalam kesepakatan ini juga dapat memperburuk ketidakstabilan geopolitik di kawasan, yang pada akhirnya bisa merugikan upaya rekonstruksi dan pertahanan Ukraina. Oleh karena itu, Zelensky berulang kali mendesak adanya jaminan keamanan bagi negaranya sebagai imbalan atas hak pengelolaan mineral tersebut.

Meskipun kesepakatan ini tidak mencakup jaminan keamanan Ukraina, kesepakatan ini memungkinkan AS mengakses pendapatan dari sumber daya alam Ukraina dan membentuk dana yang dikelola bersama untuk rekonstruksi. Kesepakatan ini memastikan keterlibatan jangka panjang AS dalam upaya pembangunan kembali Ukraina, sementara masalah jaminan keamanan akan dibahas dalam diskusi terpisah. Intinya, kesepakatan tersebut menyatakan bahwa AS ingin Ukraina menjadi “bebas, berdaulat, dan aman.” Meskipun sangat membutuhkan bantuan AS, sampai saat ini Zelensky belum menandatangani rancangan kesepakatan untuk menyerahkan setengah dari mineral tanah jarang negaranya kepada AS.

Apa sebenarnya mineral tanah jarang? Lalu, apa kegunaannya sehingga AS mendesak Zelensky untuk menyetujui kesepakatan tersebut?

Tanah jarang merupakan sekelompok 17 logam yang digunakan untuk membuat magnet yang mengubah daya menjadi gerakan bagi kendaraan listrik, ponsel, sistem rudal, dan perangkat elektronik lainnya. Menurut survei geologi AS, terdapat 50 mineral, termasuk mineral tanah jarang seperti litium dan nikel, yang dikategorikan sebagai mineral kritis. Mineral kritis sangat penting bagi industri pertahanan dan kedirgantaraan. Ukraina memiliki cadangan 22 dari 34 mineral yang diidentifikasi sebagai mineral kritis. Forum Ekonomi Dunia juga menyebutkan bahwa Ukraina merupakan pemasok potensial utama untuk litium, berilium, mangan, galium, zirkonium, grafit, apatit, fluorit, dan nikel. Selain itu, Ukraina memiliki salah satu cadangan litium terbesar di Eropa, yang diperkirakan mencapai 500.000 metrik ton, yang sangat penting untuk industri keramik, kaca, dan baterai.

Dilansir dari BBC News, Penasihat Keamanan Nasional AS, Mike Waltz, membenarkan bahwa penghentian bantuan militer ini hanya bersifat sementara. Dalam wawancaranya dengan BBC, Waltz menyatakan bahwa keputusan ini merupakan bagian dari strategi negosiasi yang lebih luas terkait kerja sama ekonomi antara AS dan Ukraina. Ia mengatakan bahwa penangguhan tersebut dapat dicabut jika kesepakatan dalam negosiasi mineral tanah jarang antara AS dan Ukraina tercapai.

Redaktur: Jesika Yusnita Laoly

 

Related posts

Supremasi Sipil Terguncang, Karpet Merah untuk TNI Resmi Digelar

Gas Oplosan, Kejahatan yang Mengancam Keselamatan

Penundaan Pengangkatan CASN dan PPPK 2024, Menjadi Harapan dan Tantangan bagi Calon Aparatur Negara