Oleh: Jesiksa Yusnita Laoly
Suara USU, Medan. Akhir tahun selalu menjadi momen yang spesial bagi semua orang. Biasanya, diakhir tahun kita disibukan dengan berbagai resolusi yang hendak kita gapai di tahun yang akan datang atau hanya sekadar mengenang apa saja yang sudah kita lalui sepanjang tahun ini. Nah, di tengah hiruk-pikuk itu, suku Batak punya tradisi unik yang menjadi ciri khas yang sudah dilakukan secara turun temurun terutama bagi suku Batak umat kristiani. Nama tradisi itu adalah “Mandok Hata” yang berarti “menyampaikan kata-kata”.
Mandok Hata sendiri menjadi agenda tahunan yang paling ditunggu-tunggu, terutama oleh umat kristiani suku Batak. Mengutip dari laman Kemenparekraf tradisi Mandok Hata di suku Batak berarti berbicara di depan keluarga saat malam pergantian tahun baru. Mandok Hata mencerminkan keterbukaan, penghormatan, dan kasih sayang antar anggota keluarga di malam pergantian tahun baru.
Pada praktiknya, Mandok Hata dilakukan dalam suasana yang intim dan penuh kekeluargaan. Biasanya, setiap anggota keluarga diberi kesempatan untuk menyampaikan isi hati mereka, mulai dari ucapan syukur atas segala berkat yang diterima, pengakuan atas kesalahan yang telah dilakukan, hingga harapan-harapan untuk masa depan.
Sementara itu, esensi utama Mandok Hata adalah pembaruan hubungan. Dimana setelah sepanjang tahun masing-masing dari anggota keluarga sibuk dengan kehidupan pribadi, yang seringkali membuat kita jauh dari keluarga. Disinilah peranan Mandok Hata menjadi pengingat bahwa hubungan emosional dengan keluarga tidak boleh diabaikan. Dengan saling mengungkapkan isi hati, rasa permusuhan atau kesalahpahaman yang mungkin terpendam antara sesama anggota keluarga sepanjang tahun dapat diredakan dalam momen sakral ini.
Selain itu, Mandok Hata juga mengajarkan pentingnya rasa syukur. Dimana dalam kehidupan yang terus berubah mengikuti perkembangan zaman saat ini, kita sering kali melupakan nikmat-nikmat kecil yang telah kita terima. Melalui tradisi ini, suku Batak mengajak kita untuk merenungkan kembali segala hal baik yang telah terjadi sepanjang tahun. Dan juga menumbuhkan rasa rendah hati, karena setiap anggota keluarga diajak untuk mengakui kekurangan mereka di hadapan orang lain.
Disamping itu, Mandok Hata juga mencerminkan filosofi dasar masyarakat Batak, yaitu kebersamaan dan gotong-royong. Dimana tradisi ini menegaskan pentingnya solidaritas di dalam keluarga sebagai pondasi utama dalam menghadapi tantangan hidup. Dengan saling berbicara, saling mendengar, dan saling memaafkan, hubungan antar anggota keluarga menjadi lebih kokoh.
Dan tak hanya dalam lingkup keluarga inti, Mandok Hata juga sering kali melibatkan keluarga besar. Dengan tujuan mempererat relasi antar generasi, dari anak-anak hingga orang tua, bahkan kakek-nenek. Generasi muda diajak untuk menghormati dan mendengarkan nasihat para orang tua, sementara para orang tua diingatkan untuk memahami perspektif generasi yang lebih muda. Dengan cara ini, tradisi Mandok Hata menjaga kesinambungan nilai-nilai budaya Batak.
Dan tentunya, diera masyarakat yang semakin maju dan individualistis, Mandok Hata masih menjadi tradisi yang sangat relevan. Meski banyak keluarga modern di zaman sekarang yang mulai kehilangan momen berkualitas bersama karena kesibukan atau tergerus teknologi. Tradisi Mandok Hata, tetap dapat menjadi pengingat bahwa komunikasi langsung, tatap muka, dan ungkapan hati jauh lebih berharga dibandingkan sekadar percakapan di dunia maya.
Melalui Mandok Hata juga generasi muda Batak dapat diajarkan pentingnya menjaga akar budaya mereka di tengah gempuran globalisasi. Tradisi ini bukan hanya bagian dari identitas etnis, tetapi juga pengingat bahwa ada nilai-nilai luhur yang tetap harus dijaga di mana pun mereka berada.
Oleh sebab itu, tradisi Mandok Hata bukan hanya sekedar agenda atau acara tahunan dimana keluarga besar bisa kumpul bersama, tapi lebih dari itu. Tradisi Mandok Hata adalah cerminan dari harmoni, introspeksi, dan solidaritas antar sesama anggota keluarga. Yang di dalamnya mengajarkan rasa syukur, kejujuran, pengampunan, dan harapan bagi seluruh anggota keluarga di tahun baru. Mandok Hata juga menjadi pengingat betapa pentingnya kebersamaan, kehangatan, dan komunikasi yang tulus antar sesama anggota keluarga.
Dan meski zaman terus berubah, Mandok Hata mengajarkan kita untuk tetap berpegang pada nilai-nilai esensial yang terkandung di dalamnya. Jadi, buat sobat Suara USU terkhususnya umat kristiani suku Batak, sudah siapkah kamu untuk “Mandok Hata” dan berkumpul bersama keluarga dipenghujung tahun 2024?
Redaktur: Feby Simarmata