Sambut KUHP Baru, GMNI FH USU Gelar Diskusi Bersama PBHI dan LBHM

Reporter : Latifa Rahma Husna, Siti Aisyah

Suara USU, Medan. Dewan pengurus Komisaris Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara (USU) bersama Penghimpunan Bantuan Hukum Indonesia (PBHI) serta Lembaga Bantuan Hukum Masyarakat (LBHM) telah melaksanakan seminar dan dialog publik yang bertema, “Mencari Format Hingga Menakar Kesiapan dalam Komputasi Pidana Mati dalam Prespektif HAM” yang diselenggarakan di Aula Peradilan Semu Fakultas Hukum USU, Selasa (18/2).

Acara dimulai pada pukul 13.23 WIB. Dalam diskusi tersebut, Annisa Azzahra, salah satu perwakilan PBHI hadir sebagai pembicara, Perwakilan Lapas kelas 1 Medan, Nurma Yulianti, S.Pd., M.H., juga Majda El Muhtad sebagai Pushed Universitas Medan turut hadir dalam diskusi ini. Selain itu, Dr. Mahluk Mulyadi, S.H., M.Hum, yang merupakan akademisi USU serta puluhan peserta yang antusias turut andil dalam diskusi.

Acara ini digelar dengan tujuan diskusi sebagai wadah aspirasi yang ditujukan untuk mengidentifikasi tantangan yang mengacu pada tema awal seminar serta ditujukan untuk menyusun rekomendasi kebijakan berdasarkan hasil diskusi. Setelah terbitnya KUHP baru UU Nomor 1 tahun 2023 mengenai hukum pidana mati yang melatarbelakangi diskusi publik ini yang masih memiliki pembahasan yang terbatas serta dapat merekontruksi cara pandang setiap orang terhadap pidana mati yang tertera pada undang-undang.

Terdapat 4 topik pembahasan yang dipaparkan oleh setiap pemateri, yaitu menjelaskan tentang mekanisme pengusulan komputasi pidana mati, transformasi pidana mati menjadi pidana seumur hidup menurut KUHP, komputasi hukum hukuman mati di Indonesia, pendekatan HAM dan analisis yuridis pasal 101 KUHP baru untuk menyusun rokumendasi kebijakan dalam menyusun RPP yang tepat.

Mengacu pada Pasal 101 KUHP yang berbunyi “Jika permohonan grasi terpidana mati ditolak dan pidana mati tidak dilaksanakan selama 10 (sepuluh) tahun sejak grasi ditolak bukan karena terpidana melarikan diri, pidana mati dapat diubah menjadi pidana seumur hidup dengan keputusan Presiden” yang menyatakan bahwa terpidana mati dapat mengajukan komputasi setelah masa tunggu selama 10 tahun dengan syarat, apabila terpidana mati berkelakuan baik maka akan dimutasi menjadi pidana seumur hidup.

Terpidana hukuman mati, tidak diwajibkan untuk mengikuti pembinaan karena mereka hanya ditempatkan sementara sebelum pemutusan eksekusi, namun diperbolehkan mengikuti pembinaan mandiri, melalui kegiatan-kegiatan positif yang ditetapkan oleh lapas selama masa tunggu. Pemberlakuan komutasi pada terpidana hukuman mati dari hukuman berat ke hukuman ringan, dengan masa tunggu 10 tahun tidak juga dieksekusi maka pengajuan vonis hukuman mati akan ditolak.

Kegiatan berlanjut dengan diskusi singkat serta ditutup dengan antusiasme partisipan acara. “Harapannya, ini tidak berhenti hanya disini tetapi juga berkelanjutan ke depan agar diskursus terkait komutasi pidana mati tidak hanya berhenti di ruang Peradilan Semu ini, tapi kita sebarkan ke kawan-kawan ataupun mungkin orang-orang diluar sana,” ungkap Gray Anugrah Sembiring selaku Ketua GMNI Fakultas Hukum USU di akhir sesi wawancara.

Redaktur : Vimelia Hutapea

Related posts

Tolak RUU TNI, BEM USU Gelar Konsolidasi Supremasi Sipil

Ikatan Mahasiswa Ilmu Kesejahteraan Sosial Resmikan Kabinet Adhikara Periode 2024/2025

DPRD Sumut Sepakati Penyampaian Tuntutan Aksi #IndonesiaGelap ke Pemerintah Pusat