Nasi Liwet Sunda, Kuliner Khas yang Menyatukan Tradisi dan Kebersamaan

Sumber: Pinterest

Penulis: Shafira Amanda

Nasi liwet adalah salah satu hidangan khas dari Jawa Barat, khususnya dari masyarakat Sunda. Makanan ini bukan sekadar nasi biasa, melainkan sebuah karya seni kuliner yang menyimpan cerita dan tradisi di baliknya.

Dahulu, masyarakat Sunda yang bekerja di ladang atau kebun sering membawa nasi liwet sebagai bekal. Menurut Murdijati Gardjito, nasi liwet Sunda lahir sebagai bentuk efisiensi dalam memasak. Untuk menghemat waktu dan tenaga, mereka memasak nasi bersama bumbu dan lauk sederhana dalam satu wadah, yang kemudian dikenal sebagai “nasi liwet”.

Salah satu tradisi unik masyarakat Sunda adalah ngaliwet, yaitu kebiasaan makan bersama dengan menu utama nasi liwet. Kata “ngaliwet” berasal dari “ngeluwurkeun”, yang berarti mengeluarkan atau menyajikan makanan dalam satu loyang atau wadah besar. Nasi liwet sendiri dimasak dengan santan, daun salam, serai, dan berbagai rempah-rempah yang menghasilkan aroma khas yang menggugah selera. Tekstur nasinya yang pulen dan sedikit lengket menjadi ciri khas tersendiri.

Nasi liwet biasanya disajikan dengan aneka lauk, seperti ayam goreng, ikan asin, tahu, tempe, sayur asam, dan sambal terasi. Beberapa variasi nasi liwet juga menambahkan topping seperti oncom, ikan teri, ceker ayam, petai, mentimun, daun selada, serta irisan bawang goreng yang semakin memperkaya cita rasa hidangan ini.

Lebih dari sekadar makanan, tradisi ngaliwet mencerminkan nilai kebersamaan dan kekeluargaan dalam masyarakat Sunda. Makan bersama dalam satu wadah mengajarkan nilai berbagi, kepedulian, dan mempererat hubungan antarindividu.

Di daerah Sunda, nasi liwet umumnya disajikan di atas daun pisang, yang tidak hanya menambah aroma sedap tetapi juga memperkaya pengalaman bersantap. Sementara itu, di luar daerah Sunda, nasi liwet lebih sering disajikan dalam piring atau mangkuk, mencerminkan keragaman cara penyajian yang ada di berbagai wilayah.

Seorang Profesor Sastra Jawa dari Universitas Indonesia, Parwatri, menambahkan bahwa nasi liwet juga kerap dihidangkan dalam upacara adat Wilujengan di Jawa, seperti malam midodareni—syukuran sebelum upacara pernikahan. Hal ini menunjukkan bahwa nasi liwet bukan sekadar hidangan, tetapi juga bagian dari ritual yang melibatkan doa dan harapan bagi seluruh yang hadir.

Nasi liwet juga menjadi pilihan tepat sebagai menu punggahan, tradisi menyambut bulan Ramadan yang dilakukan pada akhir bulan Sya’ban. Kemudahan dalam penyajian untuk jumlah besar menjadikannya hidangan ideal untuk momen kebersamaan bersama keluarga dan teman-teman menjelang bulan suci.

Secara keseluruhan, nasi liwet bukan hanya makanan, tetapi juga simbol kebersamaan, tradisi, dan warisan budaya yang harus terus dijaga. Oleh karena itu, penting untuk mengampanyekan dan melestarikan kuliner khas ini agar tetap bertahan di tengah arus perubahan zaman.

Redaktur: Merry Agnus Dei Gultom

Related posts

Tepur Banda, Kue Khas Melayu Sejak Zaman Kerajaan

Ledre, Camilan Legendaris Ikon Kota Bojonegoro

Kenyal dan Gurih Kue Adee, Jejak Kuliner Aceh yang Bertahan Pasca diterjang Tsunami