Reporter: Muhassanah Nasution dan Debora Gracia Nauli Siregar
Suara USU, Medan. Sejumlah elemen masyarakat yang tergabung dalam aksi Women’s March Medan turun ke jalan untuk memperingati Hari Perempuan Internasional 2025, yang berlangsung pada Sabtu (8/30). Aksi ini dimulai pada pukul 15:00 WIB, dari Bundaran SIB dan berakhir di Pos Bloc Medan. Kegiatan ini diinisiasi oleh berbagai komunitas, termasuk kolektif Medan, organisasi lintas gender, perempuan adat, lembaga bantuan hukum, serta kelompok transpuan dan ragam gender lainnya.
Mengangkat tema “Menginspirasi Langkah, Mempercepat Aksi, Mewujudkan Kesetaraan,” aksi ini bertujuan menyuarakan isu-isu kelompok rentan, termasuk efisiensi anggaran pemerintahan Kabinet Prabowo-Gibran yang dinilai tidak tepat sasaran dan berdampak pada perempuan serta penyandang disabilitas.
“Perempuan memiliki beban ganda yang tidak diakomodasi oleh negara saat ini. Selain itu, anggaran Komisi Nasional Disabilitas dipotong dari Rp5 miliar menjadi Rp500 juta. Ini adalah tindakan yang sangat diskriminatif. Kita juga melihat ruang-ruang publik di Kota Medan masih belum inklusif bagi penyandang disabilitas. Belum tersedia fasilitas memadai bagi tunanetra, tunarungu, dan kelompok disabilitas lainnya,” tutur salah satu aliansi International Women’s Day.
Selain itu, aksi ini turut menyoroti persekusi terhadap kaum ragam gender yang belakangan ini marak terjadi oleh kelompok-kelompok ormas. Sebagai bentuk aspirasi para peserta menyuarakan orasi, termasuk dari kelompok disabilitas yang menuntut kesetaraan dalam mengembangkan kemampuan dan memperoleh pekerjaan. Lagu-lagu seperti Ironi dan Puan Teriakkan Revolusi turut dinyanyikan, diikuti dengan pertunjukan seni, seperti musikalisasi puisi Langkah Laila dan Sajak Anak Muda karya WS Renra, serta penampilan teater dan pembacaan puisi.
“Dengan dalih keagamaan, hak-hak perempuan direnggut!” teriak salah satu peserta aksi dalam orasinya.
Sementara itu, ada 12 tuntutan utama yang mereka bawa dalam aksi ini, yaitu:
- Hentikan efisiensi anggaran yang berdampak pada pemutusan hubungan kerja perempuan pekerja serta melemahnya advokasi kasus kekerasan terhadap perempuan dan kelompok rentan.
- Segera sahkan RUU PPRT untuk memastikan perlindungan yang adil bagi pekerja rumah tangga.
- Dukung dan awasi implementasi UU TPKS guna memberikan perlindungan nyata bagi perempuan dan kelompok rentan korban kekerasan seksual.
- Tindak tegas pelaku femisida serta pastikan keadilan bagi korban dan keluarga mereka.
- Tinjau ulang dan cabut perda yang bersifat diskriminatif terhadap individu dan kelompok berbasis keberagaman gender dan seksualitas.
- Wujudkan reforma agraria yang berkeadilan gender demi akses dan kepemilikan tanah yang lebih inklusif.
- Dorong transisi energi yang adil dan berbasis keadilan sosial dengan mengutamakan kesejahteraan masyarakat dan keberlanjutan lingkungan.
- Hentikan pemutusan hubungan kerja berbasis gender dan seksualitas serta tegakkan prinsip kesetaraan di tempat kerja.
- Lindungi hak setiap individu untuk berkumpul dan berserikat, termasuk dalam keberagaman, tanpa ancaman persekusi.
- Tindak tegas dan usut tuntas praktik eksploitasi anak demi menjamin hak serta masa depan mereka.
- Sahkan RUU Penghapusan Diskriminasi terhadap Kelompok Rentan untuk menciptakan masyarakat yang lebih inklusif dan adil.
- Sahkan Perda Masyarakat Adat Sumut guna memastikan perlindungan dan pengakuan hak-hak masyarakat adat.
Kegiatan aksi ini ditutup dengan meneriakkan tuntutan aksi secara bersama-sama, diikuti dengan buka puasa bersama untuk mempererat hubungan antarpeserta aksi.
Redaktur: Jesika Yusnita Laoly