SUARA USU
Uncategorized

Penanganan Gangguan Penyalahgunaan Zat di Panti Rehabilitasi LRPPN Bhayangkara Indonesia

Penulis: Tasya Fahriza/Putri Juniman Zega/Angelique Triana

Suara USU, Medan. Kegiatan Observasi ini merupakan mata kuliah wajib bagi para mahasiswa/i Kesejahteraan Sosial, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara, yang mana observasi merupakan studi  bagi mahasiswa/I yang berada di semester 6. Kegiatan ini dilakukan oleh kelompok II, yang beranggotakan Tasya Fahriza (210902018), Putri Juniman Zega (210902036), Angelique Triana (210902098) bertempat di Panti Rehabilitas LRPPN Bhayangkara Indonesia, Gg. ptp No.8, Sei Kambing C. II, Kec. Medan Helvetia, Kota Medan, Sumatera Utara 20118.

Observasi lapangan merupakan metode pengumpulan data yang melibatkan pengamatan langsung terhadap fenomena atau situasi di lokasi tertentu. Ini bisa melibatkan mencatat perilaku, pola, atau karakteristik tertentu yang diamati secara langsung di tempat kejadian. Observasi secara umum dapat dilakukan secara konteks, mulai dari lingkungan sehari-hari hingga situasi formal seperti penelitian ilmiah atau penelitian situasional. Observasi lapangan yang dilakukan kelompok kami yaitu  di Panti Rehabilitasi LRPPN didaerah Helvetia, yang dimana merupakan tempat penyembuhan bagi penyalahguna Napza.

Kegiatan obervasi lapangan merupakan kegiatan yang dilakukan untuk mengidentifikasi hal yang berkaitan dengan proses pengamatan untuk memenuhi Mata Kuliah Gangguan Penyalahgunaan Zat  dengan dosen pengampu Eka Prahadian Abdurahman  S.I.Kom., M.K.M, dan Fajar Utama Ritonga, S. Sos, M. Kesos, pada program studi Kesejahteraan Sosial FISIP USU. Tujuan utama dilakukan kegiatan ini adalah untuk mengetahui apa saja yang dilakuan dan tahap-tahap untuk penyembuhan kepada klien yang memiliki gangguan kesehatan mental atau gangguan penyalahgunaan zat. Perkembangan yang dialami klien selama melakukan proses penyembuhan yang di lakukan Panti Rehabilitasi LRPPN, keluarga, dan lingkungan. Latar belakang permasalahan, permasalahan penyalahgunaan Narkotika, Alkohol, Psikitropika dan Zat Adiktif lainnya yang selanjutnya di singkat NAPZA.

(Kementerian Sosial Republik Indonesia, 2012), data menunjukkan bahwa “Lapangan Akhir Survei Nasional Perkembangan Penyalahgunaan NAPZA Tahun anggaran 2014” yang diterbitkan oleh BNN. Diperkirakan jumlah penyalahgunaan Narkoba sebanyak 3,8 juta sampai 4,1 juta orang atau sekitar 2,10% sampai 2,25% dari total seluruh penduduk Indonesia yang berisiko terpapar narkoba di tahun 2016-2017.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pengetahuan remaja terhadap narkoba sikap dan kepedulian dalam penanggulangan penyalahgunaan Napza. Sasaran objek penelitian ini adalah pengetahuan, sikap dan kepedulian penanggulangan. Teknik pengumpulan data dengan angket, wawancara dan observasi. Maraknya obat-obatan terlarang seperti narkotika, dapat berpengaruh pada remaja. Apabila remaja sudah menggunakan narkoba tentu sangat berbahaya dan dapat mempengaruhi mental dan kepribadiannya.

Dalam pelaksaan mini project ini, maka didapatkan beberapa tahapan pelaksanaan, diantaranya ialah:

  1. Tahap Persiapan

Pada tahapan ini didalamnya tahap persiapan petugas dan persiapan lapangan. Mempersiapkan pendekatan yang akan digunakan untuk mengembangkan kelompok klien untuk memaksimalkan tujuan dari observasi yang dibuat.

  1. Tahap Assessment

Pada tahap ini menggali informasi dengan klien, apa saja permasalahan yang dihadapi oleh klien sehingga mengonsumsi obat-obatan terlarang. Melakukan perkenalan diri dengan klien. Tugas kami sebagai pekerja sosial, menggali masalah menggunakan metode FGD (Focus Group Discussion).

  1. Tahap Perencanaan Alternatif Program

Pada tahap ini pekerja merencanakan sebuah program agar klien tidak mengonsumsi narkoba dan tidak terpengaruh lagi, peran dalam kegiatan ini sebagai fasilitator dan educator. Teori yang digunakan yaitu teori social learnig yang mengatakan bahwa orang dapat mempelajari informasi baru dan perilaku dengan melihat orang lain.

  1. Tahap pemformulasian Rencana Aksi

Pada tahap ini pelaku perubahan membantu masing-masing klien untuk merumuskan dan menetukan program mana yang akan di prioritaskan.

  1. Tahap Pelaksanaan Program

Pada tahap ini pekerja menjalankan program-program sesuai dengan perencanaan yang telah dibuat sebelumnya agar berjalan dengan baik. Pelaksanaan program diawali dengan kegiatan beribadah dan memahami kegiatan sesuai dengan keyakinan, mereka sangat tekun dan bersungguh-sungguh dalam melakukan ibadah sesuai dengan waktunya.

  1. Tahapan Evaluasi dan Hasil Perubahan

Pada tahap ini dimana dilakukan evaluasi terhadap program-program yang telah dilaksanakan. Evaluasi pada program ini adalah lebih dibutuhkan pemantauan agar klien menjalankan programnya.

  1. Tahapan Terminasi

Pada tahap terminasi merupakan tahap dimana selesainya hubungan secara formal dengan klien. Dimana pada tahap terminasi ini sudah melebihi jangka waktu yang ditetapkan sebelumnya, atau klien sudah dinyatakan sembuh total, dimana klien dianggap telah mencapai kemajuan memadai dalam pemulihan dari penggunaan zat terlarang.

Dalam Panti Rehabilitasi LRPPN,  ada beberapa tenaga profesional di dalamnya yaitu Pekerja Sosial. Dahulu terdapat Peksos di panti rehabilitasi dan setelah dinyatakan layak  Peksos tersebut di tarik Kemensos, dan tenaga kerja juga dimulti layakkan sehingga tidak hanya  berfokus pada napza. Tenaga Kerja Sosial selalu memberikan yang terbaik untuk klien yang dimana semua klien yang datang di Panti Rehabilitas ini selalu menerima layanan dan bantuan dari para tenaga profesional.

(Gambar 1: Dokumentasi bersama pekerja TKS)

Ada beberapa strategi yang dilakukan para Tenaga Kerja Sosial seperti melakukan pendekatan secara persuasif  kepada klien, sampai klien dapat terbuka kepada tenaga kerja sosial dan ada juga yang mengalami mental block, kemudian tenaga kerja sosial memberikan perhatian kepada klien salah satunya dengan melakukan kegiatan konseling krisis yang bertujan untuk mengurangi bahaya yang ditimbulkan dari mental block. Dari awal klien harus di yakinkan bahwasanya apa yang diceritakan klien akan dirahasiakan.

(Gambar 2: Dokumentasi bersama MOD, cara menjalin hubungan dengan Klien dalam tahap penyembuhan)

MOD memiliki topoksi sebagai pendamping  anak yang dalam tahap masa rehabilitasi. Pendampingan anak ini dilakukan setiap hari sampai dengan masa tahap selanjutnya. Dalam penanganan MOD secara darurat pada klien harus berkoordinasi kepada pihak konselor dan TKS, karena tidak sembarangan MOD mengambil keputusan dan tindakan sendiri. Melainkan tetap berkomunikasi dengan konselor dan tenaga kerja kesejahteraan. Contohnya seperti residen A membuat kes jika bermasalah dengan kes lainnya. MOD tetap berkoordinasi dengan konselor dan TKS dengan masalah si anak, contohnya kita membuat screning tentang penyebab apa yang terjadi dan mencari tahu permasalahan yang dihadapi. Dalam permasalahan yang terjadi kita bisa mengetahui permasalahannya jika residen menjatuhkan kesalahan setelah itu maka konselor tetap berkoordinasi dengan semua pihak yang ada di panti rehabilitasi, jika tidak kondusif maka semua pihak ikut serta bertanggung jawab.

Artikel ini adalah publikasi Kegiatan Observasi lapangan dengan Dosen Pengampuh Eka  Prahadian Abdurahman  S.I.Kom., M.K.M, Fajar Utama Ritonga, S. Sos, M. Kesos.

Redaktur: Khaira Nazira


Discover more from SUARA USU

Subscribe to get the latest posts to your email.

Related posts

Pengaruh Media Sosial Terhadap Mahasiswa

redaksi

Pengaruh Budaya Asing terhadap Masyarakat

redaksi

Penerapan Program pada Kegiatan Kampus Mengajar Untuk Meningkatkan Karakter Bangsa pada Siswa di UPT SD 060916 Medan Sunggal

redaksi