SUARA USU
Kabar Kampus

Adakan Diskusi Publik Bertema Munir dalam Ingatan, GMNI FH USU Bersama Kontras Sumut Ajak Masyarakat Untuk Terus Kawal Kasus Munir

Oleh: Arnoldus Prima Naibaho

Suara USU, Medan. GMNI FH USU bersama KontraS Sumut telah mengadakan diskusi publik yang bertema “Munir dalam Ingatan : Antara Pelanggaran HAM berat dan Daluwarsa Pidana”. Kegiatan ini dilaksanakan melalui media zoom meeting pada Sabtu, (20/08). Acara yang dimoderatori oleh Ady Kemit selaku Wakil Komisaris Bidang Politik GMNI FH USU mengundang beberapa pemateri di bidangnya,yaitu DR. Ahmad Sofian selaku akademisi FH Binus University, Amalia Suri selaku peneliti Imparsial, Andi Rezaldy selaku kepala divisi Hukum Kontras, dan Rahmat Muhammad selaku Koordinator Kontras Sumut.

Acara dibuka langsung oleh Ady Kemit selaku moderator dengan memaparkan latar belakang diadakan kegiatan ini, “salah satu pekerjaan pemerintah yang sampai saat ini belum selesai adalah penuntasan pelanggaran HAM masa lalu di Indonesia, salah satunya adalah kasus Munir. Munir ini bicara soal kebenaran, melakukan yang benar dan dibungkam oleh negara, dihilangkan nyawanya di udara dengan racun. Ini merupakan perbuatan keji yang dilakukan oleh negara terhadap sosok pejuang HAM. Berkaitan dengan daluarsa pidana, yang menyatakan bahwa 18 tahun berdasarkan pasal 78 KUHP adalah masa daluarsa pidana. Artinya jika kita akumulasi sejak kematian munir bahwasanya pada tanggal 7 september 2021 adalah masa daluarsa kasus ini. Dan akan mungkin kasus ini ditutup,sedangkan aktor utama dibalik ini belum ditemukan,” papar Ady.

Diskusi ini membahas terkait tepatkah pemberlakuan daluarsa terhadap kasus munir, kejanggalan-kejanggalan terhadap kematian munir ini, dan siapa munir itu sendiri. Membahas mengenai apa itu daluarsa dalam hukum pidana dijelaskan langsung oleh DR. Ahmad Sofian. Sofian menjelaskan daluarsa adalah gugurnya menuntut jaksa penuntut umum. Daluarsa ditentukan oleh ancaman pidana dan perbuatan pidananya. Ada 4 klasifikasi daluarsa dalam konteks hukum pidana. Pertama, perbuatan pelanggaran dan kejahatan percetakan, itu daluarsanya adalah satu tahun. Kedua, kejahatan dengan pidana denda, kurungan, penjara paling lama tiga tahun, itu daluarsanya 6 tahun. Ketiga, jika lebih dari tiga tahun ancaman pidananya maka daluarsa pidananya 12 tahun. Keempat,Kejahatan yang ancamannya pidana mati seperti kasus munir ini, itu daluarsanya 18 tahun.

“Kalau kita baca putusan sebenarnya menimbulkan pertanyaan. Kesan bahwa ada rekayasa dalam kasus itu kelihatan sekali. Jadi dengan menggunakan ajaran kausalitas saja sudah bisa dipastikan bahwa ada konstruksi perbuatan/kronologi kematian itu yang diubah. Ada dua rekayasa, yang pertama adalah yang ternyata di pengadilan secara saintifik tidak bisa dibuktikan bahwa minuman munir itu dimasukkan air senik. Secara ilmiah jika air senik dimasukkan ke minuman jus maka itu tidak akan larut. Kedua adalah pada saat di bandara Changi, ketika polycaprus memesan kopi dan membawanya ke tempat mereka bertemu. Itu sebenarnya aneh. Kapan dia memasukkan? sedangkan tidak ada saksi yang melihat bahwasanya dia memasukkan air senik ke dalam gelas kopi itu, dan gelas kopi itu tidak pernah dibuktikkan atau tidak aromanya. Jadi sebenarnya jika kita lihat dengan menggunakan ajaran kausalitas sebenarnya nampak sekali segmen-segmen perbuatannya diatur sedemikian rupa,sehingga sebenarnya masih ada satu peristiwa tersembungi yang menimbulkan kematian ini,” jelas Ahmad.

Untuk memperjuangkan hak-hak munir mengingat kasus ini akan daluarsa beberapa hari ke depan, Andy Rezaldy mengatakan komite aksi solidaritas untuk munir yang terdiri dari KontraS yang terdiri dari Imparsial dan organisasi yang lain itu mendorong KOMNAS HAM untuk segera menetapkan kasus pelanggaran HAM berat. Dia juga menjelaskan bahwa pihaknya sudah memberikan legal opinion pada KOMNAS HAM untuk membantunya lebih cepat menetapkan kasus munir ini sebagai pelanggaran HAM berat yaitu pada tahun 2020, tetapi komnas HAM ini terlihat memperlambat. Kemudian adanya proses yang berlarut-larut sehingga kasus pembunuhan munir ini tidak juga ditetapkan sebagai pelanggaran HAM berat.

Di akhir acara, Rahmat Muhammad mengatakan bahwa “kita harus terus melihat, jangan sampai kita lupa bahwa apa yang telah dikerjakan sama munir selama masa hidupnya. Tentu upaya-upaya dia mengadvokasi pelanggaran-pelanggaran HAM berat adalah satu keberanian yang harus kita contoh,” tutup Rahmat

Redaktur: Yessica Irene


Discover more from SUARA USU

Subscribe to get the latest posts to your email.

Related posts

Pendaftaran Kampus Mengajar Mitra USU Batch IV Diperpanjang, Yuk Segera Daftar!

redaksi

IMUN, Simulasi Menjadi Delegasi Konferensi PBB

redaksi

37 Tim Lulus PKM USU, Hanya 1 Tim Berasal Dari Soshum

suarausu