SUARA USU
Sosok

Hari Lahirnya Ditetapkan Menjadi Perayaan Internasional, Ini Dia Sosok A. A. Navis

Oleh: Aditya Raihan

Suara USU, Medan. Pada hari penutupan Sidang Umum ke-42 UNESCO pada (22/11) yang berlangsung di Paris, Prancis, Direktur Jenderal UNESCO mengumumkan bahwa hari lahir dua tokoh kenamaan Indonesia ditetapkan sebagai Perayaan Internasional di UNESCO. Kedua tokoh tersebut adalah Sastrawan tersohor, A.A. Navis, dan pejuang Wanita asal Aceh, Keumalahayati.

Penetapan ini berlangsung di sesi sidang Plenary Report dari rangkaian Sidang Umum UNESCO Ke-42. Pengusulan penetapan peringatan 100 tahun kelahiran Ali Akbar Navis (1924-2003) mendapat dukungan dari Malaysia, Federasi Rusia, Thailand, dan Togo.

Ali Akbar Navis atau akrab dengan nama A. A. Navis adalah sastrawan mahsyur yang lahir di Kampung Jawa, Padang Panjang, Sumatra Barat pada 17 November 1924 dan meninggal pada 22 Maret 2003 di Padang. Julukan “pencemooh nomor wahid” atau “satiris ulung” ini, kerap kali disandingkan dengan namanya, karena gaya penulisan dan penggambaran karakter tokoh-tokoh yang kritis terhadap berbagai persoalan kehidupan dalam karya-karyanya, baik kritikan yang terjadi di daerah asalnya maupun persoalan Nasional.

Navis mulai menulis cerpen sejak tahun 1950-an. Cerpennya yang berjudul “Robohnya Surau Kami” diterbitkan dalam Majalah Sastra pada tahun 1955. “Robohnya Surau Kami” mendapat banyak apresiasi dengan meraih berbagai penghargaan dari Majalah Sastra dan Majalah Kisah. Masterpiece  ini juga telah diangkat menjadi tontonan layar lebar pada tahun 1980 dengan judul yang sama.

Sejak cerpen pertamanya “Robohnya Surau Kami” terbit dalam Majalah Kisah tahun 1955, Navis dikenal dengan tokoh yang menyambung keresahan pribadi lewat kritikan dan sindiran yang amat tajam terhadap pelaksanaan kehidupan beragama, disusul dengan novelnya yang berjudul Kemarau (1967). Novel ini menggambarkan bagaimana konyolnya manusia-manusia dalam menghadapi cobaan dari Tuhan, yaitu kemarau yang panjang.

Penggambaran seperti itu muncul lagi dalam cerpennya yang berjudul “Jodoh”. Berbagai cemoohan terhadap tradisi, takhyul, rendahnya kedudukan perempuan, serta gaya hidup hedonis dengan menghamburkan uang untuk perhelatan sebagai “keharusan sosial” juga mewarnai karya-karyanya.

Hal-hal lain yang menonjol dari karya-karya Navis adalah lantunan-lantunan indah tulisan dalam dialog tokohnya, latar sosial yang dipertontonkan secara gamblang, dan berbagai masalah orang Minang yang merupakan sumber dan menjadi ciri khas inspirasi karya-karyanya. Kekuatan karya Navis tidak saja terletak pada gaya penulisannya, tetapi juga tampak pada isi dan pemaknaannya.

Penetapan peringatan atas A. A. Navis oleh UNESCO ini memiliki kriteria penentuan berdasarkan tahun kelahiran atau kematian tokoh, terkait dengan cita-cita dan misi organisasi dalam bidang pendidikan, budaya, ilmu pengetahuan alam, ilmu sosial dan kemanusiaan, serta komunikasi yang  memiliki dampak besar bagi negara ataupun dunia, dan sebagainya.

Redaktur: Tamara Ceria

 


Discover more from SUARA USU

Subscribe to get the latest posts to your email.

Related posts

Benefit Menjadi Mahasiswa Berprestasi

redaksi

Jesslyn Elisandra Harefa, Mahasiswi Fakultas Hukum USU dengan Segudang Prestasi

redaksi

Mengenal 3 Besar Calon Rektor USU

redaksi