SUARA USU
Uncategorized

Penerapan Religi Sebagai Metode Rehabilitasi Narkoba Untuk Para Korban Penyalahgunaan Napza Di Panti Rehabilitasi Baitusyifa

Oleh: Nurul Adilla/Saffanah/Arif Abdillah/Crystin

Suara USU, Medan. Narkoba menjadi masalah sosial dikarenakan penggunanya mengalami efek samping pada tubuhnya baik fisik maupun kejiwaan yang membuat penggunanya dapat merugikan orang sekitar termasuk keluarga terutama jika sudah sampai di fase candu. narkoba menyebabkan kecanduan yang berakibat pada keluarga, masyarakat, serta proses pendidikan pengguna dan merupakan ancaman bagi pembangunan masa depan negara(Zatrahadi et al., 2021). Untuk menyelesaikan permasalahan penyalahgunaan NAPZA, Upaya yang bisa ditempuh adalah rehabilitasi.

Rehabilitasi narkoba dilakukan secara individu berbentuk konseling dan kelompok untuk meningkatkan motivasi serta penyadaran diri para pengguna untuk melakukan perubahan dalam dirinya. Metode yang sering digunakan dalam panti rehabilitasi narkoba yaitu Theraupic Community (TC) dan Narcotics Anonymous (NA). Berdasarkan lokasi tempat peneliti melakukan penelitian, salah satu panti rehabilitasi narkoba di Kota Deli Serdang menggunakan religi sebagai metode rehabilitasi, hal ini seperti penggabungan kedua metode terkenal yaitu TC dan NA dengan religi untuk melakukan pemulihan pengguna NAPZA.

Kami yang beranggotakan Nurul Adilla Alatas Abus (210902005), Saffanah Qanitah HS (210902049), Arif Abdillah Lubis (210902021), dan Crystin Manullang (210902069) yang merupakan mahasiswa Ilmu Kesejahteraan Sosial, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara, merasa tertarik dengan penelitan ini dikarenakan panti rehabilitasi menanamkan nilai-nilai religi untuk pemulihan klien dan menjunjung tinggi nilai kemanusiaan dalam masa rehabilitasi. Melalui penelitian ini, peneliti ingin mengungkap keberhasilan pendekatan agama yang digunakan oleh Panti Rehabilitasi Baitusyifa, Deli Serdang, Sumatera Utara. Kebaruan dalam penelitian ini adalah metode yang akan dideskripsikan oleh penelti mengenai nilai-nilai religi dalam masa rehabilitasi NAPZA.

Penelitian ini kami lakukan dalam rangka praktikum untuk memenuhi tugas mata kuliah Gangguan Penyalahgunaan Zat yang diampu oleh Bapak Fajar Utama Ritonga, S.Sos. M.Kesos.

Metode

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan teknik pengumpulan data wawancara mendalam, observasi, dan dokumentasi. Wawancara dilakukan kepada konselor adiksi, pengurus keuangan, serta pengelola/manager panti rehabilitasi. Lokasi penelitian adalah Panti Rehabilitasi BaituSyifa yang terletak di Jalan Limau Manis No 88, Kecamatan Tanjung Morawa, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara. Berikut merupakan foto lokasi penelitian. Data kemudian dianalisis menggunakan teknik analisis kualitatif deskriptif untuk dapat menjelaskan keberhasilan penerapan religi sebagai metode penanganan rehabilitasi NAPZA.

Hasil dan Pembahasan

Panti Rehabilitasi Baitusyifa merupakan panti rehablitasi swasta yang menangani klien/klien korban penyalahguna NAPZA dan kecanduan judi. Panti ini tidak memiliki Pekerja Sosial dan hanya memiliki Konselor dalam menangani klien. Panti ini memiliki daya tampung hingga 90 orang, namun saat ini jumlah klien adalah 16 orang yang mayoritas berasal dari Medan dan Pekan Baru. Panti Baitusyifa telah berdiri dari tahun 2020. Masa pelayanan rehabilitasi sekitar 3-6 bulan tergantung beratnya kasus klien dalam pemulihan. Panti Baitusyifa menggunakan kolaborasi metode Therapeutic Community dan religi dalam penanganan klien agar mencapai tujuan. Penerapan religi ini dengan tujuan mengubah segala keburukan efek NAPZA atau judi pada klien dengan menyentuh “qalbu” atau hati para klien.

Tahapan yang dilakukan oleh Panti Rehabilitasi Baitusyifa yaitu:

1.     Penerimaan Awal (Intake), pada tahap ini klien yang datang melalui berbagai cara, ada yang hasil kemauan sendiri, dipaksa keluarga, ataupun karena ditangkap.

2.     Skrining, prosedur singkat yang digunakan untuk menetapkan kemungkinan terdapatnya masalah atau penggunaan zat sehingga memerlukan penanganan lebih lanjut. Panti Baitusyifa menggunakan Assist (Alkohol, Smoking and Substance Involvement Screening Test) sebagai metode skrining.

3.    Stabilisasi, pada tahap ini klien akan dihilangkan terlebih dahulu penggunaan zat atau sering dikatakan sebagai tahap pemutusan zat agar bisa di asesmen. Biasanya dilakukan selama 2 minggu.

4.     Asesmen, asesmen dilakukan agar konselor adiksi dan klien menjalin hubungan kepercayaan serta mengenal lebih lanjut mengenai masalah, kelebihan, dan kekurangan klien. Asesmen dilakukan dengan format khusus.

5.     Rencana Terapi, pada tahap ini Panti Rehabilitasi Baitusyifa menerapkan proses diskusi dengan klien dan mendengarkan terlebih dahulu apa cara yang menurut klien terbaik dalam mencapai tujuan selama berada di rehabilitasi. Proses diskusi ini sangat baik karena meningkatkan kepercayaan diri dan motivasi klien. Dalam proses intervensi, klien diajak untuk mengatasi permasalahan dan mengembangkan kemampuan(Berlianti et al., 2024).

6.     Pelaksanaan intervensi, setelah mengetahui permasalahan yang dialami klien, ia akan menjalankan perencanaan yang sudah disetujui dengan konselor adiksi. Rehabilitasi Baitusyifa melaksanakan rehabilitasi secara rawat inap dengan menyediakan fasilitas yang sangat nyaman

Metode yang digunakan dalam Panti Rehabilitasi Baitusyifa yaitu Therapeutic Comuunity (TC) Dimana orang yang memiliki permasalahan dan tujuan yang sama dikumpulkan disuatu tempat, tetapi ada beberapa nilai religi yang dimasukkan dalam pelaksanaan TC yaitu dengan menyediakan kajian atau kultum untuk membuka pandangan baru bagi para klien yang sedang tinggal bersama. Selain itu, kebiasaan yang sangat diubah di Panti Rehabilitasi Baitusyifa adalah melaksanakan sholat 5 waktu serta murojaah Al-Quran.

Kegiatan ini rutin dilakukan agar mengubah kebiasaan buruk menjadi lebih baik, selain itu murojaah Al-Qur’an juga bertujuan untuk meningkatkan keimanan klien.

7.     Evaluasi, proses evaluasi ini dilakukan dengan mengajak diskusi kembali klien setelah menjalani rehabilitasi, bagaimana perubahan yang dirasakan klien. Evaluasi dalam program rehabilitasi sangat penting untuk melihat keberhasilan dan hambatan intervensi yang dilaksanakan sehingga dapat dilakukan perbaikan atau mencoba alternatif lain (Isnaeni et al., 2020). Jika klien masih belum merasa nyaman selama 1 bulan merupakan hal yang wajar terutama jika ia masuk karena paksaan keluarga atau tertangkap. Evaluasi akan terus dilakukan tiap bulannya untuk melihat perkembangan klien. Panti Rehabilitasi Baitusyifa memiliki cara untuk mengapresiasi dan menghukum secara manusiawi dengan tujuan menjadi lebih baik jika ada klien yang semakin baik atau memberontak.

8.     Terminasi, jika klien dirasa sudah menyelesaikan masa rehabilitasi 3-6 bulan dan memberikan perubahan dan perkembangan menjadi lebih baik, maka kontrak klien dan panti telah selesai. Jika klien mengalami relapse setelah keluar dari panti rehabilitasi biasanya mereka akan menghubungi panti rehabilitasi kembali, jika terlalu parah maka akan kembali ditangani oleh panti.

Panti Rehabilitasi Baitusyifa sendiri tidak ada pekerja sosial hanya konselor yang menangani klien. Panti rehabilitasi narkotika memerlukan peran konselor adiksi dan pekerja sosial yang sangat penting dalam proses rehabilitasi korban penyalahgunaan narkoba. Sebagai konselor adiksi, mereka memiliki peran yang lebih spesifik dan fokus pada rehabilitasi penyalahgunaan narkoba. Mereka dapat berperan sebagai konselor keluarga, memberikan informasi tentang kondisi klien kepada orang tua atau keluarga dan memberikan saran kepada keluarga klien. Selain itu, mereka juga dapat berperan sebagai konsultan, memberikan dukungan dan bantuan dalam proses pertolongan klien. Konselor adiksi juga dapat berperan sebagai manager kasus, memimpin proses rehabilitasi dan menentukan waktu pelaksanaan rencana intervensi. Mereka dapat berperan sebagai mediator, membantu memecahkan masalah klien dan menentukan tujuan yang ingin dicapai. Selain itu, mereka juga dapat berperan sebagai administrator, mengelola proses rehabilitasi dan membuat rekomendasi bagi pimpinan lembaga terkait dengan kepentingan rehabilitasi klien. Sebagai supervisor, konselor adiksi memberikan dukungan dan bantuan dalam proses pertolongan klien. Mereka juga dapat berperan sebagai advokasi, membela hak klien dan mendiskusikan tuntutan klien terhadap pihak yang merugikan. Selain itu, mereka juga dapat berperan sebagai fasilitator, memahami kebutuhan dan menetapkan tujuan yang ingin dicapai, serta membantu pengembangan potensi yang dimiliki klien.

Dalam buku “Model Pelayanan Kesejahteraan Sosial Adiksi Narkoba” dijelaskan bahwa Pekerja sosial di Panti Rehabilitasi Narkotika memiliki peran penting dalam setiap tahap rehabilitasi. Mereka membantu klien dalam mengidentifikasi masalah dan menentukan tujuan rehabilitasi, serta mengisi formulir dan melakukan tes urine untuk mengetahui tingkat kecanduan. Pada tahap skrining, pekerja sosial menggunakan alat bantu seperti ASSIST untuk mengetahui tingkat kecanduan dan menentukan kemungkinan terdapatnya masalah. Mereka juga membantu klien dalam mengidentifikasi kebutuhan evaluasi lanjut. Pada tahap orientasi, pekerja sosial membantu klien dalam memahami proses rehabilitasi dan tujuan yang ingin dicapai. Mereka juga membantu klien dalam mengidentifikasi kebutuhan dan tujuan yang ingin dicapai. Pekerja sosial juga membantu klien dalam mengidentifikasi tingkat kecanduan dan menentukan tujuan rehabilitasi pada tahap asesmen. Mereka juga membantu klien dalam mengidentifikasi kebutuhan evaluasi lanjut. Pada tahap rencana terapi, pekerja sosial membantu klien dalam membuat rencana rehabilitasi yang sesuai dengan kebutuhan dan tujuan.

Artikel ini adalah publikasi tugas Praktek Kerja Lapangan dengan Dosen Pengampu Fajar Utama Ritonga S.Sos., M.Kesos.

Redaktur: Khalda Mahirah Panggabean 


Discover more from SUARA USU

Subscribe to get the latest posts to your email.

Related posts

Mahasiswa Jurusan Administrasi Bisnis Belajar Strategi Pemasaran Jasa Pengiriman Paket PT POS Indonesia Kantor Cabang Utama Medan Selama Magang

redaksi

Peran Mahasiswa dalam Menjaga Persatuan dan Kesatuan Bangsa

redaksi

Kontribusi Media Sosial dalam Penyebaran Informasi Positif Tentang Bahaya Narkoba

redaksi