SUARA USU
Uncategorized

Tahapan Intervensi Sosial dalam Penanganan Anak Terlantar di Rumah Singgah Dinas Sosial Kota Medan

Penulis : Lola Nursafitri

Suara USU, Medan. Permasalahan anak jalanan memiliki kaitan yang erat dengan kerentanan keluarga akibat faktor sosial ekonomi. Tantangan yang dihadapi berasal dari kesadaran orang tua yang melihat anak sebagai sumber penghasilan tambahan bagi keluarga, meskipun secara hukum ada dua dasar yang mewajibkan pemerintah untuk memberikan perlindungan kepada semua anak. Pertama, Undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yang menyatakan bahwa setiap warga negara usia tujuh sampai lima belas tahun harus mendapatkan pendidikan dasar. Kedua, Konvensi Hak Anak yang menyerukan kepada negara-negara yang meratifikasi konvensi untuk memastikan kesejahteraan dan masa depan anak. Indonesia telah meratifikasi konvensi tersebut melalui Undang-undang No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

Berdasarkan penelitian, faktor-faktor lingkungan yang berpengaruh signifikan terhadap keberadaan anak jalanan meliputi: (1) situasi keluarga atau orang tua anak jalanan, (2) lingkungan pergaulan sehari-hari anak di jalanan, seperti komunitas sebaya anak jalanan, (3) masyarakat pengguna jalan yang menjadi konsumen anak jalanan, (4) aparat terkait dengan keberadaan kehidupan anak jalanan di jalan, seperti polisi, dinas sosial, dan aparat penertiban, (5) organisasi sosial yang peduli terhadap anak jalanan.

Dinas Sosial Kota Medan hadir untuk menekan angka anak jalanan di Kota Medan. Adapun bentuk pemberdayaan anak jalanan dilakukan dalam intervensi sosial yang meliputi beberapa tahapan langsung pada anak jalanan dan keluarga. Adapun tahapan – tahapan pemberi pelayanan antara berikut :

  1.  Penertiban anak terlantar melalui kegiatan patroli rutin yang dilakukan oleh tim URC ( Unit Reaksi Cepat) Dinas Sosial Kota Medan. Kegiatan penertiban ini dilakukan untuk mengamankan PPKS seperti anak terlantar, anak jalanan, pengemis, pengamen dan jenis PPKS lainnya.
  2. Engagement, intake, dan contract. Engagement merupakan suatu tahap awal dalam praktek pertolongan, yaitu kontak awal antara pekerja sosial dengan anak jalanan, di mana pekerja sosial berusaha untuk membangun hubungan dengan anak jalanan melalui penyatuan emosi dan juga menciptakan kenyamanan dan kehangatan antara pekerja sosial dengan anak jalanan. Intake merupakan tahapan dimana pekerja sosial mulai untuk menjelaskan siapa dirinya, profesinya dan juga tujuan dan tugas pekerja sosial. Contract merupakan akhir dari tahap pengenalan dimana pekerja sosial dengan anak jalanan membuat kesepakatan untuk terlibat dalam keseluruhan proses pelayanan. 
  3. Pengungkapan dan pemahaman masalah (assessment) Merupakan suatu tahap untuk mempelajari masalah-masalah yang dihadapi anak jalanan yang diamankan. Umumnya pekerja sosial akan melemparkan beberapa pertanyaan guna mengidentifikasi masalah pada anak jalanan. Tahap ini berisi: pernyataan masalah, assessment kepribadian, analisis situasional, perumusan secara integrative dan evaluasi, serta assessment biologi, psikologi, spiritual dan sosial anak jalanan tersebut.
  4. Perencanaan (planning) Merupakan suatu pemilihan strategi, teknik dan metode yang didasarkan pada proses assessment masalah. Perencanan tidak terlepas dari penyesuaian dengan kemungkinan adanya potensi yang dilihat pekerja sosial melalui proses assessment
  5. Intervensi Merupakan suatu kegiatan yang bertujuan untuk menghasilkan perubahan berencana dalam diri anak jalanan dan situasinya. Tahap ini merupakan tahap pelaksanaan/pemformulasian strategi intervensi yang telah disusun sebelumnya. 
  6. Evaluasi dan Terminasi. Evaluasi merupakan suatu penilaian terhadap pencapaian tujuan yang telah ditetapkan dalam planning, serta melihat kembali kemajuan-kemajuan yang telah dicapai sehubungan dengan tujuan dilaksanakannya strategi intervensi. Terminasi merupakan tahap yang dilakukan bila tujuan-tujuan yang telah disepakati dalam kontrak telah dicapai dan mungkin sudah tidak dicapai kemajuankemajuan yang berarti dalam pemecahan masalah. Dimana pekerja sosial dan klien telah sepakat untuk mengakhiri kerja sama baik setelah tercapai/belumnya perubahan pada klien.

Tidak hanya itu kegiatan shelter home, home visit (kunjungan rumah), pemberdayaan keluarga dan program okupasi juga diterapkan dalam pemberdayaan anak jalanan. Pendampingan yang dilakukan menggunakan prinsip menerima anak jalanan apa adanya, pemberdayaan dilakukan mencakup aspek sosial, psikologis dan spiritual. Program Intervensi Sosial ini dilakukan oleh Dinas Sosial melalui Pekerja Sosial yang memiliki nilai-nilai religius dan komitmen spiritual.

Artikel ini adalah publikasi tugas Praktek Kerja Lapangan dengan Dosen Pengampu Fajar Utama Ritonga S.Sos., M.Kesos.

Redaktur : Balqis Aurora 


Discover more from SUARA USU

Subscribe to get the latest posts to your email.

Related posts

Dampak Penggunaan Sosial Media pada Remaja

redaksi

Efektivitas Metode Viral Marketing sebagai Sarana Promosi pada Bolu Toba

redaksi

Peran Human Capital Management (HCM) dalam Meningkatkan Value Perusahaan

redaksi