SUARA USU
Uncategorized

Gaya Hidup Mahasiswa Di Lingkungan Universitas dalam Mempengaruhi Pribadi Seseorang

Oleh: Grace Banjarnahor / Thanesya Rutshanni M Br Situmorang / Septia Putrie Artika/  Benediktus Benhard Binsar Tampubolon/  Binsar Siahaan / Mahdiah Nadiyasa

Suara USU, Medan. Gaya hidup secara luas didefinisikan sebagai cara hidup yang diidentifikasi oleh bagaimana orang lain menghabiskan waktu mereka (aktivitas) dilihat dari pekerjaan, hobi, belanja, olahraga, dan kegiatan sosial serta interest (minat) terdiri dari makanan, mode, keluarga, rekreasi dan juga opini (pendapat) terdiri mengenai diri mereka sendiri, masalah-masalah sosial, bisnis, dan produk. Gaya hidup mencakup sesuatu yang lebih dari sekedar kelas sosial ataupun kepribadian seseorang. Karena yang menjadi objek kajian kita merupakan mahasiswa, maka kita perlu mengetahui beberapa isu-isu tentang gaya hidup di kalangan mahasiswa.

Pada umumnya mahasiswa memiliki rentang usia 18-21 tahun yang mana secara perkembangan dikategorikan sebagai dewasa awal. Pada fase dewasa awal dicirikan sebagai masa peralihan dari ketergantungan menjadi mandiri baik dari ekonomi, kebebasan menentukan diri, dan memiliki  pandangan masa depan lebih realistis. Namun, tidak semua dari mereka cukup dewasa untuk memilah pengaruh lingkungan.

Adanya pola kebiasaan yang cenderung menginginkan hidup mewah, misalnya berfoya-foya dan nongkrong di kafe, mall dan plaza yang terkadang menjadi tuntutan untuk menjadi ajang adu status sosial dilingkungan pertemanan di antara sesama mahasiswa.

Untuk mampu mencukupi kebutuhannya entah untuk pendidikan dan juga untuk biaya hidupnya, beberapa mahasiswa mencari jalan keluar dengan cara bekerja. Fenomena peran ganda mahasiswa, yakni kuliah sambil bekerja. Namun, di lain sisi mereka juga mengorbankan waktu dan kesempatan seorang mahasiswa sebagaimana mestinya seperti bersosialisasi, berorganisasi, tentu juga mengurangi waktu mereka dalam mengerjakan tugas ataupun mencari tau bahan materi mata kuliah yang diajarkan, dan yang terpenting karena mereka memiliki peran ganda demi menyanggupi gaya hidup yang ia ingin kan. Ia juga secara tidak langsung mengesampingkan kesehatannya akibat kurangnya waktu istirahat.

Mahasiswa ini umumnya mereka yang berasal dari keluarga kalangan atas, memiliki latar belakang keluarga dengan serba kecukupan dan juga mahasiswa yang bukan dari kalangan atas yang terpengaruh karena pergaulan. Biasanya terlihat dari perilakunya dan cara hidupnya sehari-hari. Bahkan status Perguruan Tinggi biasanya menjadi mindset mahasiswa untuk hidup dengan gaya hedonis.

Ciri-ciri mahasiswa hedonis biasanya terlihat dari caranya berpakaian, makanan, sering nongkrong sana dan sini, banyak menghamburkan uang dan lain sebagainya. Namun mahasiswa yang memiliki gaya hidup hedonis dapat memunculkan beberapa dampak negatif. Seperti mulai berpikiran bahwa kesenangan individu menjadi prioritas dalam hidupnya. Parahnya lagi terkadang bukan hanya mereka yang hidup dengan serba berkecukupan yang ikut-ikutan menjadi mahasiswa hedonis dengan bergaya hidup bak hedonis.

Mahasiswa hedonisme kerap kali menjadi sorotan atau perbincangan publik, karena pola hidupnya yang konsumtif, sering berbuat hal yang tidak terpuji hanya karena ingin mendapatkan kesenangan dan menjadikan dirinya menjadi pusat perhatian. Beberapa orang tua mahasiswa hedonisme yang bukan berasal dari kalangan atas merasa kesulitan dalam hal ekonomi karena gaya hidup anaknya yang konsumtif.

Gaya hidup hedonisme oleh mahasiswa juga  menjurus pada tingkat kriminal yang meningkat. Demi mempertahankan gaya hidup konsumtifnya, beberapa oknum mahasiswa menghalalkan segala cara. Contohnya seperti pencurian, perampokan, dan menjajakan diri sebagai pemuas nafsu seseorang. Contoh selanjutnya merupakan bully (perundungan) secara fisik yang dilakukan mahasiswa karena semata semata untuk bersenang senang. Hal ini membuat mahasiswa hedonisme biasanya sering juga terjerumus ke dalam kasus seksual, narkotika, pencurian, kekerasan, dan perbuatan kriminal lainnya. Tentu ini menjadi penyakit baru dan menciptakan citra buruk pada kalangan mahasiswa. Pada akhirnya mahasiswa hedonisme tidak hanya merugikan orang tuanya, namun juga merugikan banyak pihak baik sesama mahasiswa dan masyarakat Sekitar.

Mahasiswa adalah seorang yang sedang dalam proses menimba ilmu ataupun belajar dan terdaftar sedang menjalani pendidikan pada salah satu bentuk perguruan tinggi yang terdiri dari akademik, politeknik, sekolah tinggi, institut dan universitas.

Pandangan Masyarakat terhadap mahasiswa kost.

Mahasiswa kost memiliki dua tipe gaya hidup, berdasarkan ekonomi yang mereka miliki yaitu mahasiswa yang ekonominya tinggi dan mahasiswa yang ekonominya sedang. Selain itu memiliki sikap positif karena tidak melakukan hal-hal yang di luar batas, seperti minum minuman keras, narkoba, dan seks bebas. Namun interaksi dengan masyarakat kurang baik, hal ini dikatakan langsung oleh beberapa masyarakat yang merupakan bapak dan ibu kost pada lokasi penelitian. Sebagian besar masyarakat juga mengaku tidak menyukai cara berpakaian mahasiswa zaman sekarang, menurut mereka tidak sesuai dengan profesi sebagai orang yang berpendidikan.

Menjadi mahasiswa adalah masa mencari jati diri sesungguhnya. Tak heran sebagian orang beranggapan masa menjadi mahasiswa adalah masa pendewasaan. Mahasiswa biasanya akan banyak mencari, mengulik dan menghabiskan waktu di masa kuliahnya. Sepanjang perjalanan menjadi mahasiswa, dapat terlihat seperti apa gaya hidup dan cara menjalankan kehidupan sebagai mahasiswa. Dalam perkuliahan ada banyak sekali gaya hidup mahasiswa yang dapat ditemui. Gaya hidup ini biasanya tergantung dengan tipe mahasiswa dan latar belakang kehidupannya. Berikut 4 Macam Gaya Hidup Mahasiswa :

  1. Mahasiswa Hedonis

Mahasiswa ini umumnya mereka yang berasal dari keluraga kalangan atas, memiliki latar belakang keluarga dengan serba kecukupan. Biasanya terlihat dari perilakunya, cara hidupnya sehari-hari. Bahkan status Perguruan Tinggi biasanya menjadi mindset mahasiswa untuk hidup dengan gaya hedonis.

Ciri-ciri mahasiswa hedonis biasanya terlihat dari caranya berpakaian, makanan, sering nongkrong sana dan sini, banyak menghamburkan uang dan lain sebagainya. Namun mahasiswa yang memiliki gaya hidup hedonis dapat memunculkan beberapa dampak negatif. Seperti mulai berpikiran bahwa kesenangan individu menjadi prioritas dalam hidupnya. Parahnya lagi terkadang bukan hanya mereka yang hidup dengan serba berkecukupan yang ikut-ikutan menjadi mahasiswa hedonis dengan bergaya hidup bak hedonis.

  1. Mahasiswa Akademis

Mahasiswa ini adalah mereka yang dikenal sebagai manusia ambis dalam perkuliahan. Sehari-harinya disibukkan dengan kegiatan akademik. Seperti kerja kelompok, mengerjakan tugas, berkunjung ke perpustakaan dan lain-lain. Sehingga tak heran jika mahasiswa akademis mendapatkan predikat Cumlaude ketika kuliah.

Mahasiswa ini juga biasanya hidup dengan gaya kuliah yang teratur. Hari-harinya adalah mengatur strategi bagaimana agar selalu menjadi terbaik di kelas dalam hal nilai dan tugas. Maka tak heran mahasiswa ini memiliki sifat yang cenderung egois, acuh dan dinilai kurang bisa memposisikan diri ketika berbicara dengan lawan atau rekan.

  1. Mahasiswa Apatis

Mahasiswa ini bisa disebut sebagai mahasiswa pasif. Pribadinya cenderung acuh dengan segala hal dalam perkuliahan kecuali kesenangan dirinya sendiri. Apatisme adalah suatu istilah yang merepresentasikan golongan yang tidak mau ambil pusing, dalam hal akademik maupun non akademik.

Mahasiswa ini sehari-harinya hanyalah masuk kuliah dan langsung pulang. Mengerjakan tugas hanya ketika ingin dan cenderung pasrah pada nilai dan sebagainya. Mungkin bisa disebut mahasiswa ini tidak memiliki motivasi, target, apapun tentang perkuliahan. Jadi jika kamu saat ini menjadi mahasiswa, jangan sampai kamu masuk ke dalam jenis mahasiswa ini ya.

  1. Mahasiswa Aktivis

Sesuai dengan namanya, mahasiswa ini adalah mereka yang aktif. Mahasiswa yang sibuk sana dan sini. Mahasiswa organisasi, mengikuti event-event kampus dan luar kampus. Bahkan kegiatan akademik dan non-akademik pun dikerjakannya.

Mahasiswa ini banyak meluangkan tenaga dan pikirannya, tidak tanggung juga ketika berkorban untuk mewujudkan cita–cita organisasi. Terkadang karena terlalu sibuk, mahasiswa ini sedikit keteteran dalam mengikuti perkuliahan. Tapi, untuk prestasi dalam berorganisasi dan Muamalah dapat diacungkan jempol.

Pada umumnya mahasiswa memiliki rentang usia 18-21 tahun yang mana secara perkembangan dikategorikan sebagai dewasa awal. Pada fase dewasa awal dicirikan sebagai masa peralihan dari ketergantungan menjadi mandiri baik dari ekonomi, kebebasan menentukan diri, dan memiliki  pandangan masa depan lebih realistis. Namun, tidak semua dari mereka cukup dewasa untuk memilah pengaruh lingkungan.

Adanya pola kebiasaan yang cenderung menginginkan hidup mewah, misalnya Berfoya-foya dan nongkrong di kafe, mall dan plaza yang terkadang menjadi tuntutan untuk menjadi ajang adu status sosial dilingkungan pertemanan di antara sesama mahasiswa. Tuntutan gaya hidup yang terus meningkat tentu saja dipengaruhi oleh adanya  fenomena media sosial yang menampilkan berbagai kemewahan. Hal ini kemudian mempengaruhi gaya hidup mahasiswa menjadi lebih konsumtif, mulai dari fashion, liburan, nongkrong di kafe mahal, atau beli ponsel keluaran terbaru.

Sebagai seorang mahasiswa seharusnya mampu mengubah pengaruh lingkungan menjadi lebih positif. Namun, adanya tingkat kepercayaan diri yang rendah serta membutuhkan pengakuan secara sosial di lingkungan pertemanan menyebabkan mahasiswa lebih senang dengan gaya hidup tersebut. Selain tuntutan gaya hidup yang meningkat, kebutuhan akan hidup juga kian meningkat membuat mahasiswa harus mencari cara untuk mampu mencukupi kebutuhannya entah untuk pendidikan dan juga untuk biaya hidupnya. Beberapa mahasiswa mencari jalan keluar dengan cara bekerja. Fenomena peran ganda mahasiswa, yakni kuliah sambil bekerja.

Artikel ini adalah publikasi tugas Mata Kuliah Pendidikan Pancasila dengan Dosen Pengampu Onan Marakali Siregar, S.Sos., M.Si.

Redaktur: Tamara Ceria Sairo

 


Discover more from SUARA USU

Subscribe to get the latest posts to your email.

Related posts

Budaya Kerja Generasi Milenial di Era Digital

redaksi

Peran Pekerja Sosial Dinas Sosial Kota Medan dalam Penanganan ODGJ

redaksi

Penanganan Gangguan Penyalahgunaan Zat di Panti Rehabilitasi LRPPN Bhayangkara Indonesia

redaksi