SUARA USU
Uncategorized

Memahami Peran Konselor Adiksi dan Pekerja Sosial dalam Proses Rehabilitasi di Panti Rehabilitasi Narkoba

Oleh: Dinda Renita Sibagariang/Eflin Novita Sinaga/Silmi Sri Rosmayanti

Suara USU, Medan. Panti Rehabilitasi merupakan tempat dan sarana yang ditujukan terhadap para korban penyalahgunaan narkotika. Kegiatan analisis ini dilakukan di IPWL Mari Bersinar Medan yang berada di Jalan Namu Gajah, Medan Tuntungan, Kota Medan, Sumatera Utara dan pendiri panti ini ialah Bapak Johanes P Siregar. Pusat Rehabilitasi Mari Indonesia Bersinar, berdiri pada tahun 2016 dan di tahun 2020 silam, Institusi Pusat Rehabilitasi Mari Indonesia Bersinar telah memenuhi SNI (Standar Nasional Indonesia). Di Pusat Rehabilitasi Mari Indonesia Bersinar, terdapat 4 orang yang bekerja sebagai Konselor dan untuk Peksos masih 1 orang.

NAPZA (Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif lainnya) secara garis besar adalah sekumpulan zat atau obat yang dapat mempengaruhi sistem saraf pusat manusia, menyebabkan perubahan kesadaran, suasana hati, atau perilaku yang dapat menyebabkan ketergantungan jika disalahgunakan. Dalam konteks sosial dan kesehatan, NAPZA memiliki dampak yang signifikan terhadap individu, keluarga, dan masyarakat. Penggunaan NAPZA yang tak dapat dikendalikan mengakibatkan berbagai masalah kesehatan serius, termasuk gangguan mental, penyakit fisik, juga penurunan kualitas hidup dan produktivitas sosial.

Penanganan yang digunakan di panti rehab terhadap individu yang mengalami masalah kecanduan NAPZA dilakukan dengan pendekatan yang holistik dan multidisiplin. Program rehabilitasi dirancang untuk membantu para pecandu pulih dari ketergantungan fisik dan psikologis mereka terhadap narkotika, alkohol, atau zat adiktif lainnya. Salah satu pendekatan utama dalam panti rehab adalah terapi perilaku kognitif, dimana konselor bekerja dengan klien untuk mengidentifikasi dan mengubah pola pikir dan perilaku yang merugikan. Terapi ini membantu mengatasi pencetus kecanduan serta mendorong pengembangan strategi dan keterampilan yang lebih positif dalam menghadapi tantangan hidup.

Melalui kegiatan kunjungan ini merupakan hasil dari pembelajaran teori yang sudah dijelaskan dalam mengetahui peran konselor adiksi dan pekerja sosial. Metode penelitian yang digunakan adalah metode wawancara mendalam untuk mengumpulkan informasi dari konselor adiksi dan pekerja sosial. Metode ini bertujuan untuk memahami perspektif dan pengalaman konselor dan pekerja sosial dalam menangani klien yang menggunakan NAPZA serta strategi, rincian kegiatan yang digunakan dalam proses konseling dan terapi untuk residen.

Di Pusat Rehabilitasi Mari Indonesia Bersinar, selain Konselor Adiksi juga terdapat Pekerja Sosial yang menjadi partner dalam bekerja di panti rehab tersebut. Di mana tugas antara Konselor Adiksi dan Pekerja Sosial juga sama halnya. yang membedakan adalah, pada tahap skrining dan asesmen, Pekerja Sosial dan Konselor Adiksi menggunakan tools yang berbeda namun tetap beriringan. seperti ketika melakukan asesmen, peksos yang bertugas, kemudian hasil asesmen diserahkan kepada konselor. Untuk masa rawatan itu berdasarkan asesmen dan skrining, diidentifikasi apa saja zat-zat yang digunakan, berapa lama penggunaan dan intensitas penggunaannya.

Di Pusat Rehabilitasi Mari Indonesia Bersinar itu sendiri untuk minimal masa rawatan selama 9 bulan. Setiap bulan pihak keluarga dari klien akan menerima rapot bulanan yang berisi evaluasi diri klien selama proses rawatan. Ketika masa rawatan sudah mencapai 9 bulan, maka keputusan untuk melanjutkan atau tidaknya masa rawatan akan dikembalikan kepada pihak keluarga. Apakah pihak keluarga merasa sudah cukup perubahan yang ada pada klien. Jika keluarga merasa masih kurang cukup, maka keluarga bisa saja melanjutkan atau menambah masa rawatan klien. Pada tahapan skrining pekerja sosial dan konselor menggali informasi mengenai zat apa yang digunakan klien seumur hidupnya. Contohnya ada orang yang pernah memakai ganja, namun hanya 3 bulan dan itu pun pada 5 tahun yang lalu. Maka data tersebut tetap dimasukkan pada informasi data skrining. Jadi pada skrining ini mencari informasi terkait zat yang digunakan seumur hidup sedangkan pada tahap assesment fokus kepada zat yang digunakan selama 3 bulan terakhir.

Konselor adiksi dan pekerja sosial mempunyai tugas dan fungsi yang berbeda. Dalam analisis yang dilakukan oleh penulis, menemukan bahwa dalam proses menuju rehabilitasi klien pekerja sosial memerankan tahapan pertama sebelum klien bertemu dengan konselor adiksi. Pekerja sosial memiliki tools nya sendiri begitupun dengan konselor adiksi. Hasil dari assesment pekerja sosial akan diberikan kepada konselor adiksi yang selanjutnya akan ditindaklanjuti oleh konselor adiksi.

Artikel ini adalah publikasi tugas Gangguan Penyalahgunaan Zat dengan Dosen Pengampu Fajar Utama Ritonga S.Sos., M.Kesos dan Eka Prahadian Abdurahman S.I.Kom., M.K.M

Redaktur: Khalda Mahirah Panggabean 

 


Discover more from SUARA USU

Subscribe to get the latest posts to your email.

Related posts

Pengalaman Menarik Mahasiswa Outbound USU di UNAIR: Serunya Kunjungan Lapangan ke PT. Yakult Indonesia Persada Mojokerto yang Penuh Cerita!

redaksi

Mini Riset Penerapan Gotong Royong pada Masa Kini

redaksi

Penerapan Sila Keempat di Lingkungan Kampus

redaksi