SUARA USU
Opini

Skeptisisme Masyarakat terhadap Hukum di Masa Akhir Kepemimpinan Presiden Joko Widodo

Penulis : Muhammad Halim

Suara USU, Medan. Skeptis adalah sikap ragu-ragu atau kurang percaya terhadap sesuatu, sedangkan skeptisisme adalah memandang segala sesuatu dengan tidak pasti dan harus di curigai. Umum nya, kata skeptic sering muncul dalam artikel, jurnal, berita, atau pada forum debat. Kini kata skeptis rasanya sudah menjadi dogma masyarakat terhadap hukum itu sendiri, maka tidak heran lagi jika kita dapat menemui komentar-komentar buruk di media sosial yang ditujukan untuk penegak hukum, seperti halnya di kolom komentar video akun resmi Robi Insan Ermono terkait kasus Sambo  banyak sekali netizen Indonesia yang bersikap skeptis terhadap putusan hukum kasusnya. Beberapa menunjukkan sikap skeptisismenya secara terang-terangan dengan berkomentar ‘keadilan sosial bagi yang berduit’, ‘lu punya duit lu punya kuasa’, dan komentar-komentar skeptis lainnya.

Lalu apa hubungan nya sikap skeptisisme masyarakat masa kini terhadap masa akhir jabatan Presiden Joko Widodo? Mari kita tilik beberapa kasus yang mungkin membuat masyarakat akhir-akhir ini bersikap skeptisisme terhadap hukum di masa pemerintahan presiden Jokowi. Kasus Sambo yang hasil putusannya tidak sesuai dengan harapan masyarakat, Kasus ini, kembali membuat narasi lama, yakni  ‘hukum tumpul ke atas tajam ke bawah’ mencuat. Narasi ini tidak muncul secara tiba-tiba, beberapa fakta yang beredar di masyarakat mengatakan hal tersebut. Hal ini lah yang membuat sikap skeptis masyarakat terhadap hukum, dan ironisnya rasa skeptis masyarakat bukan di akhir masa jabatan, namun sudah mulai dari periode awal Presiden Joko Widodo menjabat, dan diperkuat dengan pernyataan dari Anggota DPR RI Periode 2019-2024 M. Nasir Djamil yang kami kutip dari laman resmi website DPR RI. Beliau menilai sektor penegakan hukum di masa periode pertama pemerintahan Presiden Joko Widodo tidak berjalan dengan baik. Ini yang membuat masyarakat sudah skeptis dari awal terhadap hukum, dan puncaknya di masa akhir jabatan. Indonesia bak hutan rimba, siapa yang kuat dia yang menang, tidak ada hukum yang mengatur dengan kuat, sehingga pelanggar hukum bisa lenggang begitu saja.

Kasus-kasus yang tidak selesai, pelanggar berat hukum yang diadili tidak sesuai dengan nilai keadilan, bertebaran dimana-mana. Seperti kasus-kasus HAM dimasa lalu yang belum ada kejelasan nya sampai sekarang, padahal dahulu ketika kampanye, Presiden Joko Widodo berjanji akan menuntaskan kasusnya. Dilansir dari laman Tempo, Jokowi pernah berjanji menuntaskan dan menghukum berat kasus penembakan misterius petrus pada tahun 1982, dan kasus penghilangan aktivis pada masa akhir Orde Baru pada tahun 1997-1998, dan Sampai sekarang kasus itu tidak ada kejelasanya sampai saat ini, bahkan masih jadi bahan perdebatan di forum-forum diskusi.

Tidak hanya itu kasus-kasus lainya yang berkaitan dengan sumber daya dan agraria pada masa Jokowi justru mencuat cukup banyak. Kasus ini muncul akibat dari pembangunan infrastruktur yang cukup masif pada masanya. Dimulai dari pembangunan pulau reklamasi yang penuh kontroversial, kasus rempang yang merugikan masyarakat setempat, kasus wadas yang sampai sekarang belum selesai, ditambah lagi banyaknya kasus-kasus penambang batubara ilegal yang didukung oleh aparat, yang kabarnya belum terendus oleh hukum, membuat masyarakat semakin skeptis terhadap penegakkan hukum di masa Jokowi. Hukum yang seharusnya melindungi orang-orang yang lemah justru malah melindungi mereka yang kuat, berduit, dan berkuasa.

Baru-baru ini juga, Kasus-kasus yang masih hangat di kepala kita yang pembahasanya masih bertebaran di sosial media seperti kasus Sambo, kasus anak dirjen pajak, kasus anggota DPR yang main game online saat rapat, semua putusanya jauh sekali dari nilai keadilan. Nilai-nilai pancasila yang kita yakini justru faktanya jarang sekali terjadi di hukum Indonesia. Ditambah lagi pada saat ini, kita berada pada masa pemilu, masa dimana politik sedang panas-panasnya, ASN (Aparatur Sipil Negara) yang seharusnya netral, justru pada masa jokowi terang-terangan mendukung paslon capres nya, namun tidak ada tindakan dari penegak hukum.

Setelah kita urut kasus-kasus di atas sangatlah wajar jika masyarakat bersikap skeptisisme selama masa pemerintahan Presiden Joko Widodo. Hasilnya penegakkan hukum pada saat ini tidak komprehensif, justru lebih banyak merugikan masyarakat kecil yang lebih butuh perlindungan hukum dan lebih banyak menguntungkan pelanggar hukum. Tidak sedikit mahasiswa-mahasiswa yang kritis terhadap hukum pada masa Jokowi mendapat intervensi dari pemerintah. Instansi-instansi penegak hukum pemerintah yang seharusnya merangkul, mengayomi, dan membuat aman masyarakat, alih-alih malah membuat masyarakat takut akan kehadiran nya.

 Sebut saja kepolisian, instansi penegak hukum yang seharusnya menjadi jembatan antara masyarakat dan pemerintah untuk menegakkan keadilan, kini berbalik. Citra kepolisian yang kian hari makin buruk didasari dari polisi itu sendiri, ketika sedang bertugas justru malah keluar dari kaidah-kaidah hukum yang hasilnya jauh dari kata adil. Sebagai mahasiswa penerus bangsa kedepannya, harus bisa mengambil pelajaran dari keadaan saat ini yang masih jauh dari kata adil, agar ketika kita diberi amanah untuk mengemban tugas negara dalam menegakkan hukum, berjalan sesuai aturan-aturan hukum. 

Redaktur : Grace Pandora Sitorus


Discover more from SUARA USU

Subscribe to get the latest posts to your email.

Related posts

Indonesia, Negara Agraris yang Defisit Pangan

redaksi

Kontribusinya Paling Sedikit, Tapi Bicaranya Setinggi Langit

redaksi

Misteri Bangku Depan Kelas Mahasiswa: Mengapa Banyak yang Kosong?

redaksi