SUARA USU
Uncategorized

Penerapan Perilaku Mahasiswa Sesuai Pancasila dalam Pencegahan Senioritas sebagai Tradisi di Kampus

Oleh: Aishwary Anjani/ Rifa Annisa Fitri/ Zikri Heryan Ardi/ Ella Fazira Harahap/ Khaila Aura Fadla/ Muthia Faziha Fadhli

Suara USU, Medan. Senioritas atau bullying di kampus adalah perilaku atau pola interaksi yang merugikan yang terjadi antara semua anggota di kampus. Perilaku ini dapat mengambil berbagai bentuk, termasuk intimidasi verbal, pengucilan sosial, perlakuan tidak adil, atau penindasan berbasis status atau kekuasaan. Senioritas merupakan fenomena di mana anggota komunitas di suatu kampus yang lebih senior, baik dalam hal waktu kehadiran di kampus atau dalam struktur organisasi, menggunakan kedudukan atau status mereka untuk mendominasi, mengontrol, atau merendahkan anggota yang lebih junior dengan tujuan membentuk budaya dan perilaku.

Seperti yang telah diketahui bahwa budaya senioritas ini tentunya bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila. Pancasila menekankan pentingnya persatuan dalam keragaman. Dalam konteks senioritas di kampus, nilai pancasila ini menyoroti perlunya memperlakukan semua mahasiswa dengan adil tanpa memandang status atau latar belakang mereka kemudian menciptakan lingkungan yang inklusif di mana semua mahasiswa, tanpa memandang status senioritas, akan merasa dihargai dan diterima. Kemudian Pancasila juga menanamkan nilai-nilai moral dan etis termasuk kasih sayang, penghormatan, tanggung jawab yang dapat membantu melawan perilaku senioritas di kampus. Nilai ini membantu untuk memahami bahwa semua individu memiliki nilai dan martabat yang sama di hadapan Tuhan juga bisa menjadi landasan untuk menghormati dan menghargai satu sama lain tanpa memandang status sosial atau senioritas.

Penting juga untuk dicatat bahwa senioritas di kampus bukanlah fenomena yang terbatas pada satu negara atau wilayah tertentu. Ini bisa terjadi di berbagai belahan dunia, meskipun mungkin dalam konteks budaya dan sosial yang berbeda. Dampak dari bullying atau senioritas di kampus bisa sangat merugikan. Korban akan mengalami stres, depresi, kecemasan, dan bahkan trauma jangka panjang. Di Indonesia berbagai kasus bully sudah tidak asing terdengar di telinga para pengamat media massa. Seringkali hukum dan pemerintah kurang cepat dan cermat dalam menangani kasus bully di Indonesia.

Adanya senioritas atau bullying di kampus dapat memiliki dampak yang merugikan, baik bagi individu maupun lingkungan kampus secara keseluruhan. Beberapa dampak utamanya sebagai berikut:

  1. Gangguan psikologis: korban bullying atau senioritas sering mengalami stres, kecemasan, depresi, dan masalah kesehatan mental lainnya. Perasaan rendah diri dan perasaan tidak aman dapat mengganggu kemampuan belajar dan berpartisipasi dalam kegiatan akademik dan sosial.
  2. Penurunan kesejahteraan emosional: individu yang menjadi korban senioritas atau bullying mungkin mengalami penurunan kesejahteraan emosional secara keseluruhan. Hal ini dapat mempengaruhi hubungan interpersonal, kepercayaan diri, dan kebahagiaan mereka.
  3. Prestasi akademik yang menurun: gangguan psikologis dan emosional yang diakibatkan oleh senioritas atau bullying dapat berdampak negatif pada prestasi akademik mahasiswa. Mereka mungkin kesulitan berkonsentrasi, memperoleh hasil yang buruk dalam ujian, atau bahkan putus sekolah.
  4. Atmosfer kampus yang tidak aman: kehadiran senioritas atau bullying dapat menciptakan atmosfer yang tidak aman dan tidak nyaman bagi seluruh komunitas kampus. Hal ini dapat mengganggu pembelajaran, kerja sama, dan pengembangan pribadi yang sehat.
  5. Pengurangan keterlibatan sosial: mahasiswa yang merasa menjadi korban senioritas atau bullying mungkin menarik diri dari interaksi sosial dan kegiatan kampus. Ini dapat mengurangi peluang mereka untuk membangun hubungan positif dan mendukung, serta untuk mengembangkan keterampilan sosial yang penting.
  6. Dampak jangka panjang: pengalaman senioritas atau bullying di kampus dapat memiliki dampak jangka panjang pada kesejahteraan mental dan emosional individu. Trauma dan rasa percaya diri yang rusak dapat berlanjut hingga kehidupan profesional dan pribadi mereka di masa depan.

Selain memberikan dampak negatif, tindakan senioritas di kampus juga memiliki dampak positif yakni membentuk karakter mahasiswa agar menjadi pribadi yang kuat. Hal ini sesuai dengan bagaimana penerapan dan respons oleh individu yang terkait. Oleh karena itu, penting untuk mengambil langkah-langkah yang efektif dan bijak untuk mencegah dan menanggapi senioritas atau bullying di lingkungan kampus, serta memberikan dukungan yang memadai bagi individu yang menjadi korban.

Beberapa contoh kasus senioritas yang sering terjadi di kehidupan kampus adalah ospek berkedok kaderisasi yang menjadikan polemik senioritas seringkali terjadi di beberapa kampus. Kemudian kekerasan senior terhadap junior dimana kekerasan yang dilakukan oleh senior kepada junior banyak menimbulkan perhatian karena menimbulkan dampak negatif, cyberbullying, hingga aksi penganiayaan yang dilakukan oleh senior kepada mahasiswa baru.

Pada era globalisasi saat ini, peran Pancasila sangatlah penting khususnya di kalangan mahasiswa di lingkungan kampus. Maka dari itu, untuk membentuk generasi bangsa yang bermoral dan berkualitas tentunya memerlukan beberapa proses dalam penciptaannya. Salah satunya dengan membekali mereka dengan nilai-nilai luhur yang terkandung dalam Pancasila sebab Pancasila merupakan dasar negara dan pandangan hidup bangsa dalam menjalankan kehidupannya. Mereka harus memahami, memaknai, dan mengamalkan keseluruhan nilai-nilai yang terdapat dalam Pancasila karena nilai-nilai itu dapat menjadi fondasi dan benteng bagi mereka dari berbagai pengaruh yang dapat merusak moral mereka.

Untuk itu, agar Pancasila bukan hanya sekedar simbol maupun teori yang dipelajari dalam lingkungan kampus sebagai upaya untuk meminimalisir terjadinya kasus-kasus seperti perundungan khususnya tradisi senioritas, mahasiswa perlu adanya perilaku nyata yang diterapkan dalam kehidupan sehari-hari yaitu:

  • Mahasiswa dapat meningkatkan kesadaran masyarakat tentang senioritas dan kekerasan yang dilakukan oleh senior kepada junior.
  • Mahasiswa dapat mengenal pasti faktor-faktor yang menyebabkan senioritas, seperti gengsi yang terlalu tinggi, kekerasan dalam senioritas, sistem yang mendukung senioritas, kurangnya kontrol sosial, hegemoni senior kepada junior, dan kekurangan kontrol sosial.
  • Mahasiswa dapat mengambil tindakan jika melihat kekerasan yang dilakukan oleh senior kepada junior dengan melakukan penghentian atau melaporkan kepada pihak yang berwajib.
  • Mahasiswa dapat membantu korban kekerasan yang dilakukan oleh senior, seperti membantu korban dalam proses pemulihan dan mencoba membantu korban untuk meningkatkan kondisi mereka.
  • Mahasiswa dapat mengurangi stigma yang terkait kekerasan dan senioritas.

Dari apa yang telah dipaparkan di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa kampus adalah lingkungan tempat mahasiswa dalam menjalani proses belajar dan melakukan berbagai jenis aktivitas dan sebuah wadah untuk mahasiswa dalam mengembangkan potensi dirinya. Sesuai dengan Pancasila, setiap individu memiliki hak yang sama untuk mendapatkan akses pendidikan dan peluang yang setara di kampus. Ini berarti tidak ada diskriminasi berdasarkan faktor seperti latar belakang ekonomi, agama, etnis, atau bahkan senioritas. Semua mahasiswa memiliki kesempatan yang sama untuk mengikuti pendidikan, berpartisipasi dalam kegiatan kampus, dan mengakses sumber daya yang diperlukan untuk mencapai tujuan akademik dan karir mereka layaknya manusia yang memiliki hak asasi manusia untuk mendapatkan perlakuan yang adil dan sama rata.

Artikel ini adalah publikasi tugas Mata Kuliah Pendidikan Pancasila dengan Dosen Pengampu Onan Marakali Siregar, S.Sos., M.Si.

Redaktur: Feby Simarmata


Discover more from SUARA USU

Subscribe to get the latest posts to your email.

Related posts

Strategi Promosi UMKM Medan Parcel: Bisnis Parcel Homemade yang Mendapatkan Omset Hingga Ratusan Juta

redaksi

Mengikuti Program Kampus Merdeka, Mahasiswa Kesejahteraan Sosial FISIP USU bergabung dalam Dinas Sosial Kota Medan

redaksi

Implementasi Nilai-Nilai Gotong Royong Dalam Membangun Solidaritas Sosial Pada Era Digital

redaksi