SUARA USU
Opini

Normalisasi Bahasa Kotor di Kampus, Mengancam Etika dan Moral Mahasiswa. Mengapa Kita Harus Peduli?

Penulis: Alifah Salsabila

Suara USU, Medan. Bahasa adalah jendela utama ke dalam budaya dan karakter suatu masyarakat. Di lingkungan akademik, kampus adalah tempat di mana nilai-nilai seperti etika, moralitas, dan sopan santun seharusnya dipelihara dan dijunjung tinggi. Namun, normalisasi bahasa kotor di kampus menjadi sebuah ancaman serius terhadap integritas nilai-nilai tersebut. Bahasa kotor atau kasar sering dianggap sebagai ekspresi yang “biasa” atau “santai” di kalangan mahasiswa. Realitanya, hal ini memiliki dampak yang jauh lebih dalam daripada sekadar penggunaan kata-kata. Tidak jarang mahasiswa itu sendiri mengetahui bahwasanya penggunaan bahasa kotor dalam keseharian adalah hal yang tidak baik, namun tetap saja dituturkan dengan alasan sudah terbiasa. Sangat disayangkan karena normalisasi penggunaan bahasa kotor adalah hal yang lumrah.

Tidak dapat dipungkiri bahwa bahasa kotor telah menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari banyak orang, terutama di era digital di mana komunikasi online semakin mendominasi. Sayangnya, hal ini juga telah merembes ke dalam lingkungan kampus. Mahasiswa, sebagai agen perubahan masa depan, seharusnya menjadi pionir dalam memelihara bahasa yang sopan dan bermartabat. Namun, kenyataannya adalah sebaliknya. Bahasa kotor bukan lagi menjadi pengecualian, tetapi menjadi norma dalam percakapan sehari-hari di kampus.

Normalisasi bahasa kotor di kampus memiliki dampak yang serius terhadap etika dan moral mahasiswa. Benar adanya bahwa dampak daripada penggunaan bahasa kotor ini tidak terlalu dirasakan oleh penutur kata, akan tetapi mahasiswa harus mengetahui bahwasanya dengan menganggap penggunaan bahasa kotor dalam komunikasi sehari-hari adalah hal yang lumrah terutama di lingkungan kampus adalah salah satu dampak racun yang masuk kedalam karakter mahasiswa itu sendiri. Tanpa disadari hal-hal yang tidak dibenarkan seperti menormalisasikan pengunaan bahasa kotor dalam berinterkasi di anggap bahasa yang nyaman. Padahal penggunaan bahasa kotor mencerminkan kurangnya penghargaan terhadap orang lain. Bahasa yang kasar atau tidak sopan dapat menyakiti perasaan orang lain dan menciptakan lingkungan yang kurang menyenangkan bagi banyak orang. Selain itu, hal ini juga mencerminkan kurangnya kontrol diri dan kecerdasan emosional. Mahasiswa yang terbiasa menggunakan bahasa kotor cenderung kesulitan dalam mengontrol emosi mereka dan mengekspresikannya dengan cara yang lebih konstruktif.

Mengucapkan bahasa kotor sejatinya adalah mengucapkan kata-kata yang tidak pantas atau mengandung unsur penghinaan. Penggunaan bahasa kotor juga dapat menciptakan lingkungan kampus yang tidak aman, terutama bagi mahasiswa yang rentan atau merasa tidak nyaman dengan bahasa yang kasar. Bahasa yang tidak pantas dapat memicu konflik dan menyebabkan mahasiswa merasa terisolasi atau tidak dihargai. Ini dapat mengganggu pembelajaran dan pertumbuhan pribadi mahasiswa, serta menciptakan ketegangan antara anggota komunitas kampus. Mengapa Kita Harus Peduli? Peduli terhadap normalisasi bahasa kotor di kampus bukan hanya masalah retorika, tetapi juga sebuah tanggung jawab moral.

Sebagai anggota masyarakat akademik, kita memiliki tanggung jawab untuk menciptakan lingkungan yang mendukung pertumbuhan intelektual dan moral. Bahasa adalah alat utama dalam mencapai tujuan ini. Jika kita membiarkan bahasa kotor merajalela di kampus, kita mengabaikan nilai-nilai etika dan moral yang seharusnya menjadi landasan dari pendidikan tinggi.Selain itu, peduli terhadap normalisasi bahasa kotor juga merupakan investasi dalam masa depan. Mahasiswa yang terbiasa menggunakan bahasa yang sopan dan bermartabat akan lebih siap untuk menghadapi tantangan di dunia nyata. Mereka akan memiliki kemampuan komunikasi yang baik, serta penghargaan terhadap orang lain dan kontrol diri yang kuat.

Redaktur: Afrahul Fadhillah Parinduri


Discover more from SUARA USU

Subscribe to get the latest posts to your email.

Related posts

Linus: Transportasi Penolong Mahasiswa, Sudah Layakkah?

redaksi

Menanamkan Kesadaran Toleransi Masyarakat Dalam Membangun Kerukunan Antar Umat Beragama

redaksi

Tanah Air Milik Siapa ?

redaksi