SUARA USU
Uncategorized

Peran Perusahaan Kehutanan (PBPH) dalam Mitigasi Bencana Kebakaran Hutan

Penulis: Zulkarnain Batubara

Suara USU, Medan. Bencana adalah rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan masyarakat baik yang disebabkan oleh faktor alam/non alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda dan dampak psikologis (UU No. 24, 2007).

Mitigasi bencana adalah upaya untuk mengurangi resiko bencana. Hal tersebut diperjelas oleh Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2008 Tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana, yaitu salah satu cara atau tindakan untuk mengurangi risiko bencana melalui pembangunan fisik, penyadaran, serta peningkatan kemampuan dalam menghadapi ancaman bencana. Mitigasi bencana perlu diterapkan terutama bagi perusahaan kehutanan (PBPH), jika tidak melakukan mitigasi bencana maka dapat memberi dampak kerugian yang sangat besar.

Setiap perusahaan kehutanan yang memiliki izin usaha pemanfaatan hutan (IUPHHK) atau yang sekarang dikenal dengan PBPH (Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan) wajib melakukan kegiatan perlindungan dan pemantauan hutan. Hal tersebut dilakukan untuk mencegah terjadinya bencana yang disebabkan oleh faktor alam ataupun manusia. Kegiatan deforestasi atau illegal loging, perambahan, pembalakan liar, dan pembakaran hutan adalah pemicu terjadinya bencana. Adapun bencana yang mungkin terjadi, yaitu terjadinya longsor, banjir, dan kebakaran hutan.

Bencana kebakaran hutan adalah bencana yang paling sering terjadi di lingkup perusahaan kehutanan, hal tersebut dikarenakan arealnya yang luas dikelilingi oleh desa-desa. Tidak jarang masyarakat ingin membuka lahan dengan cara membakar.

Salah satu bentuk mitigasi yang dapat diterapkan oleh perusahaan kehutanan adalah menggunakan alat pemantauan kebakaran melalui aplikasi SIPONGI. SIPONGI adalah Sistem Pemantaun Karhutla di mana aplikasi ini akan menunjukkan hot spot (titik panas) melalui satelit yang datanya dapat diunduh langsung oleh pengawas.

Data yang diunduh kemudian ditumpukkan (overlay) ke peta kawasan perusahaan untuk melakukan verifikasi apakah kebakaran benar terjadi di areal ataupun di dekat areal konsesi perusahaan, sehingga dapat bertindak cepat dalam menanggapi dan mengidentifikasi langsung ke lapangan jika terjadi kebakaran hutan. Jika titik hot spot berada di areal kawasan perusahaan maka perusahaan akan memberi instruksi agar petugas di lapangan mengunjungi langsung areal yang terindikasi terbakar untuk melakukan pemadaman dan membuat laporan yang akan dilaporkan ke GAKKUM.

Jika titik hot spot terindikasi hanya berbatasan atau dekat dengan areal konsesi maka perusahaan akan melakukan penyuluhan atau teguran langsung dan pembinaan jika itu sampai memasuki areal konsesi. Adanya aplikasi tersebut berguna sebagai alat untuk mitigasi bencana kebakaran hutan di areal perusahaan.

Berikut merupakan peta sebaran hot spot di sekitar areal perusahaan di Sumatera Utara (Zulkarnainbtr, 2024)

Referensi:

UU No. 24, 2007

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2008

Artikel ini merupakan publikasi tugas Mata Kuliah Mitigasi Bencana dengan Dosen
pengampu: Dr. Alfan Gunawan Ahmad, S.Hut, M.Si

Redaktur: Balqis Aurora

 


Discover more from SUARA USU

Subscribe to get the latest posts to your email.

Related posts

Pentingnya Penerapan Strategi Pemasaran Produk Terhadap UMKM (Nokka Cafe)

redaksi

Pengaruh Tindakan Kekerasan Seksual Terhadap Anak dan Remaja

redaksi

Menilik Budaya dalam UKM U.L.O.S

redaksi