Sumber foto: Kompas.com
Reporter: Hanna Sinaga
Suara USU, Medan. Pada masa kampanye, baliho bukanlah sesuatu hal asing yang dapat kita lihat. Pasalnya, hampir di setiap jalan raya kita dapat menemukan baliho calon legislatif. Baliho merupakan salah satu media kampanye yang digunakan para calon legislatif untuk memberitahukan dan mempromosikan diri kepada pemilih. Seiring berjalannya waktu, baliho telah dikritisi masyarakat terkait penggunaanya. Muncul pertanyaan di tengah-tengah masyarakat, apakah penggunaaan baliho worth it bagi para caleg?
Jika kita mengulik permasalahan ini, dana yang dikeluarkan untuk membuat baliho cukup besar. Indonesia merupakan negara yang sangat luas, jika seseorang ingin menjadi caleg DPR-RI, tentunya harus menyebarkan baliho ke setiap provinsi, kabupaten, dan kecamatan sehingga tidak jarang di temukan kasus korupsi muncul setelah masa PEMILU karena besarnya dana yang dikeluarkan saat kampanye.
Selain itu, penggunaan baliho yang semestinya sebagai media informatif sebagian besar malah hanya menampilkan nama, daerah pemilihan, partai dan nomor urut tanpa memiliki visi dan misi yang menjadi harga jual mereka.
Terakhir, baliho yang digunakan untuk kampanye memunculkan berbagai macam masalah lingkungan, mulai dari tata kota yang terlihat berantakan, dan pemasangan baliho yang tidak aman sehingga menyebakan beberapa baliho tumbang dan mempengaruhi lingkungan. Padahal jika merujuk pada pasal 70 PKPU Nomor 15 tahun 2023 terungkap bahwa baliho tidak boleh ada di taman dan pepohonan. Hal tersebut menunjukkan bahwa beberapa para calon legislatif masih belum meperhatikan hal-hal fundamental. Seharusnya para calon legislatif, KPU dan Bawaslu harus mengkaji ulang apakah penggunaan baliho itu tepat guna untuk masyarakat sehingga tidak ada “sampah mahal” yang menggangu aktivitas masyarakat dan merusak lingkungan hidup.
Redaktur: Dinda Ratu Nayla
Discover more from SUARA USU
Subscribe to get the latest posts to your email.