SUARA USU
Sastra

Hanyut Bersama Ombak

Penulis: Zahra Salsabilla

“Aku ingin jadi seorang penjelajah samudra dengan kapal buatanku sendiri.” Kalimat yang seorang Malik selalu ucapkan. Wajahnya tetap sumringah tatkala suara tawa menggelegar yang berasal dari orang-orang berakal pendek mencoba menyadarkannya dari khayalan. Akan tetapi, ia sama sekali tidak bergeming. Tekadnya bagaikan pohon beringin yang kuat dan kokoh. Bahkan, semangatnya berakar dengan kuat dalam nadinya sama seperti akar pohon beringin yang menembus ke dalam tanah. Mimpinya itu seperti tidak akan hanyut dimakan ombak.

Aku mulai mengenal Malik saat ia mencoba menyapaku yang sering terduduk di dermaga sendirian tanpa teman sambil memandang hamparan laut dengan tatapan kosong. Terduduk sendirian disini sudah menjadi kebiasaanku yang tidak memiliki satu orang pun teman. Teman-teman menjauhiku karena diriku yang seorang pendiam. Mungkin memang salahku karena tidak pandai berinteraksi. Kupikir aku tidak akan pernah memiliki seorang pun teman.

Akan tetapi, anggapanku salah tatkala tangan berpasir itu memberikan sebuah cangkang kerang dengan bentuk spiral berwarna coklat bercampur putih bersih ke tanganku. Rambutnya yang ikal menari terhembus angin dengan senyum manisnya entah mengapa memberikan kehangatan baru.

“Aku pilihin yang paling bagus buatmu, simpan baik-baik ya. Aku tidak tau kenapa kamu selalu di sini sendirian. Jika kamu tidak punya teman, aku selalu di sini. Temui saja aku dan kita bisa jadi teman. Oh iya, namaku Malik. Salam kenal,” ucapnya seraya mengulurkan tangannya padaku.

Uluran tangan itulah yang menjadi sebuah awal dari persahabatan kami. Perlahan aku pun mulai mengenal Malik sebagai sosok yang ceria penuh canda. Kulitnya yang coklat karena terbakar matahari bau asin laut yang selalu menempel di tubuhnya menjadi ciri khas dari anak yang mencintai laut serta perahu buatannya lebih dari apapun itu.

Kami sering menghabiskan waktu bermain layangan di sore hari, mengumpulkan cangkang kerang lalu merangkainya sebagai kalung atau tirai pintu, membangun istana pasir, atau sekedar duduk di dermaga membawa buku matematika sembari beradu mulut mengenai solusi dari soal yang ada. Tidak hanya itu, ia juga selalu mengajakku berkeliling di pesisir laut tempat kami tinggal dengan perahu miliknya. Malik adalah orang yang begitu spesial bagiku. Aku kagum padanya. Tidak pernah sehari pun aku bosan mengaguminya hingga kami menginjak usia remaja sekarang.

Suatu hari, seperti biasa kami pergi berkeliling pesisir dengan perahunya. Kali ini kami pergi melihat anak-anak ikan badut yang baru saja menetas di sekitaran sana. Setelah lelah menyelam dan menikmati keindahan bawah laut yang tidak usainya membuatku terperangah, satu pertanyaan kulontarkan pada Malik yang tengah mengenggak sebotol air di tangannya.

“Malik, ketika dewasa nanti bisakah kita terus seperti ini?” Malik dengan rambut ikal panjangnya yang basah langsung berhenti minum dan melihat ke arahku. Ia tersenyum.

“Tentu saja dan mari kita buat itu sebagai janji.”

Ia memposisikan tubuhnya ke arahku. Mata coklatnya menatapku dengan semangat yang membara, “Aku ingin terus bertualang bersamamu. Ketika aku telah mecapai mimpiku membuat sebuah kapal, kamu akan jadi orang pertama yang akan aku bawa berkeliling samudra. Jangan mengkhawatirkan hal itu, karena aku sudah bertekad demikian dan itu artinya kita akan tetap seperti ini. Tidak akan ada yang berubah.”

Kalimatnya lagi-lagi menenangkanku dan ya, Malik menepati kata-katanya itu. Tidak pernah sehari pun kami lewatkan tanpa menghabiskan waktu bersama. Walau usia kami bertambah, ia tidak pernah berubah. Ia tetap Malik yang biasa aku kenal sebagai orang yang ceria, cerdik, baik hati, dan teguh akan tekadnya. Sesuatu yang berubah darinya hanya perawakannya saja. Ntah sejak kapan ia menjadi semakin tinggi. Rambut ikalnya juga semakin panjang serta rahangnya semakin tegas. Tubuhnya masih sama seperti dulu, tidak berisi dan juga tidak terlalu kurus. Selain dari itu, semuanya masih terasa sama sebelum tragedi pahit menimpa Malik.

Ayah Malik yang seorang nelayan, dikabarkan tidak kunjung kembali setelah pelayarannya menangkap ikan. Telah seminggu lebih berlalu dan perahunya tidak kunjung menampakkan diri di pantai. Penduduk di desa pesisir ini sudah tidak asing dengan hal itu. Kejadian seperti itu menandakan bahwa telah terjadi sesuatu yang buruk kepada si nelayan atau bisa dibilang, sang nelayan meninggal dan hanyut terbawa ombak.

Hal itu merupakan momok yang paling ditakutkan oleh para penduduk pesisir ini. Bagaimana tidak, seseorang yang meninggal dalam pekerjaannya mencari nafkah lalu tidak dapat ditemukan mayatnya. Tidak ada yang lebih menyayat hati daripada tidak bisa melihat anggota keluarga untuk terakhir kali dan Malik benar-benar terpuruk.

Setelah acara pengiriman doa di rumahnya seminggu yang lalu, tidak pernah lagi aku lihat ia berada di pantai. Terkadang aku pergi ke rumahnya untuk mencari keberadaannya, tetapi ibunya selalu berkata ia pergi keluar entah kemana. Aku kelimpungan mencarinya hingga suatu malam akhirnya aku menemukannya.

Ia terduduk di dermaga tempat kami biasanya menghabiskan waktu. Aku berjalan mendekatinya sambil membawa sebuah lampu minyak di tangan kananku. Kuletakkan lampu minyak itu di atas sebuah tiang penyangga lalu duduklah aku di sampingnya. Akhirnya aku bisa berjumpa lagi dengannya. Temaram lampu minyak menyinari wajahnya yang terlihat lesu tanpa semangat. Baru kali inilah kulihat Malik yang memasang wajah seperti itu.

“Malik,” ucapku sambil menepuk bahunya.

Malik menatapku dengan tatapan sendu nan kelabu. Ia masih memaksakan dirinya untuk tersenyum walau kutahu senyum itu bercampur dengan rasa biru yang berkecamuk. Mata coklat yang biasanya bersinar kini kehilangan sinarnya.

“Maaf aku tidak menemuimu beberapa hari ini. Tolong maafkan aku.”

Aku menggeleng, “Tidak apa, Malik. Aku mengerti keadaanmu.”

Malik tersenyum sekilas lalu meringkuk membenamkan wajahnya ke lipatan tangannya, “Marin,” panggilnya namaku lirih.

Suaranya getir, bergetar seperti menahan isak tangis, “Aku tidak tahu harus berbuat apa. Ayahku sudah tidak ada, akulah yang menjadi satu-satunya harapan ibu dan adikku.”

Tanganku berubah menjadi dingin. Perasaan sesak menjalar hingga ke tenggorokanku. Dinginnya angin malam membuat suasana semakin kelabu.

“Sepertinya aku akan putus sekolah dan mulai mencari nafkah untuk keluargaku. Aku tidak mau, Marin. Aku tidak mau.” Suara Malik semakin bergetar.

Kalimat itu sukses membuatku terdiam hingga menciptakan suasana menjadi hening penuh kesedihan. Hanya suara debur ombak yang menjadi penghias sepi. Ombak itu bergerak tenang seakan mencoba untuk menghibur Malik. Aku tahu pasti ada seribu perasaan acak yang berputar di hatinya. Malik terpuruk dan itu sesuatu yang menyakitkan untukku. Mataku berkaca-kaca, tanganku yang bergetar mendekatinya. Perlahan aku merengkuhnya dalam pelukan hangat.

Hanya ini yang bisa kulakukan untuknya. Mulutku kelu hingga tidak ada satupun kalimat yang dapat kulontarkan padanya. Aku memang sahabat yang payah. Aku sama sekali tidak tahu bagaimana cara menenangkan sahabatku sendiri.

Malik membalas pelukanku. Dapat kurasakan bahuku yang basah karena air matanya. Tanganku perlahan membelai rambutnya. Sesekali suara isakan keluar dari mulutnya. Hal itu sontak membuatku ikut menangis. Aku adalah orang yang lemah jika melihat orang lain menangis di hadapanku.

Malam itu benar-benar malam hening yang hanya diwarnai oleh suara deburan ombak dan isak tangis. Di malam itulah, seorang Malik yang harus bertengkar dengan keadaan yang menjeratnya. Di malam itu jugalah seorang Malik yang kukenal begitu tenang menjadi kacau.

Sehari sejak malam itu pula, Malik mulai bekerja sebagai nelayan. Ia akan pergi di tengah malam lalu kembali di pagi buta bahkan pernah ia tidak kembali sampai dua hari lamanya. Hal itu merupakan hal yang wajar dan aku memakluminya. Akan tetapi, bohong jika aku bilang aku tidak kesepian. Hari-hari tanpa Malik terasa begitu hambar seperti sop tanpa garam.

Aku hanya bisa melihatnya sekilas di saat ia berada di pantai baru kembali dari melaut. Kami hanya saling tersenyum, melambai, lalu berlalu. Aku selalu berdiri di pantai menunggunya kembali. Walau tidak bertukar cerita, aku sudah puas hanya melihatnya kembali dengan selamat. Sebulan berlalu semenjak aku dan Malik mulai jarang bertemu, aku yang sedang memperbaiki jala di siring atau kolong rumah panggungku dikejutkan dengan kedatangan Malik yang tersenyum lebar.

“Hei, Marin. Lama tidak berjumpa.”

Aku tersenyum lebar melihatnya berdiri di sana. Ku tinggalkan pekerjaanku lalu kuhampiri ia, “Malik! Ada apa kemari?”

“Aku baru saja mengantarkan ikan untuk ibumu. Bagaimana kabarmu? Maaf aku sudah lama tidak menjumpaimu.” Tangannya bergerak ke ujung kepalaku dan mengacak rambutku.

“Hei, aku tidak masalah. Kamu kan memang sibuk.”

Malik terkekeh, “Ada sesuatu yang ingin kuberikan padamu.”

Malik merogoh tas rajut jeraminya lalu memberikan sebuah kalung bertali nilon dengan liontin berupa sebuah cangkang kerang berulir dengan warna putih bersih.

“Ini untukku?”

“Iya, jagalah baik-baik seperti kamu menjaga cangkang pertama yang kuberikan padamu dahulu. Aku jamin kalung ini akan terus menjadi pengingatmu padaku. Dipakai ya.”

Aku menganggukkan kepalaku. Hadiah sederhana namun manis dan hangat. Perasaan senang tidak luput dari hatiku. Hari itu aku dan Malik kembali menghabiskan waktu bersama, seperti yang kami lakukan biasanya. Aku mendengarkan cerita tentang perjalanan melautnya dengan perasaan bahagia. Hari itu terasa begitu panjang mungkin itu karena diriku yang telah lama tidak bertemu dengannya. Bahkan, matahari terbenam di sore hari itu terasa lebih indah dari biasanya.

Hal-hal sepele seperti inilah yang membuat hari-hariku bersama Malik terasa begitu menyenangkan. Aku selalu berharap untuk bisa menikmati hal-hal sekecil ini bersama dengannya. Sampai kapan pun itu. Akan tetapi, takdir seperti menertawakan harapan kecilku. Tidak kusangka, matahari terbenam yang kulihat di hari itu menjadi keindahan terakhir yang bisa aku saksikan bersama Malik. Sehari setelah hari itu, Malik pergi melaut seperti yang sudah-sudah dan seminggu berlepas, tetapi ia belum kunjung muncul. Rasa khawatir mulai menghantuiku.

Rasa itu berusaha kutepis sampai akhirnya rasa khawatir justru berubah menjadi rasa luka nan mendalam ketika dua minggu berlalu tanpa terlihat sosok Malik yang kembali. Malik telah tiada dan itu sudah menjadi kepercayaan para warga pesisir. Aku mengurung diri di dalam kamar sambil berdoa dan menangis sejadi-jadinya. Saat itu, kudengar kebisingan di luar. Aku mengintip melalui jendela dan betapa terkejutnya aku melihat ibu Malik yang ditarik-tarik oleh warga agar tidak berlari ke arah laut. Aku berlari sekuat tenaga menujunya.

“Bi, ada apa ini? Bibi kenapa?” Aku merangkul tubuhnya.

“Marin,” ucapnya dengan napas yang tercekat. Kulihat kondisi ibu Malik yang sudah tidak karuan. Matanya sembab, rambutnya acak-acak, hingga napasnya tersengal-sengal, “Malik, Marin. Ia tidak kembali-kembali, Marin. Mereka bilang ia sudah mati. Aku gak percaya. Anakku, Malik, tidak mungkin mati.”

“Bu, sudah bu, ikhlaskanlah Malik. Tidak ada lagi tanda-tanda baginya untuk kembali,” ucap salah satu warga.

“Tidak! Dia gak mati! Malik, anakku! Tidak, nak. Kamu tidak boleh meninggalkan ibu sendirian nak. Ayahmu sudah pergi janganlah kau juga pergi meninggalkan ibu, nak. Biarlah aku ikut mati bersamanya.” Suaranya bergetar penuh luka. Ibu Malik bersikeras untuk pergi ke laut ingin pergi bersama dengan Malik.

Aku mencoba menghalanginya. Ku peluk dia erat sambil ikut menangis bersamanya. Ibu Malik langsung lemas, terduduk di tempat sambil memelukku. Kulihat adik laki-laki Malik juga berlari memeluk ibunya. Melihat kondisi ibu Malik membuatku tertampar oleh kenyataan bahwa Malik benar-benar telah pergi. Kugenggam kalung darinya yang melingkar padaku dengan erat.

Tidak kusangka ini benar-benar berakhir. Malik hanyut bersama dengan ombak membawa mimpi serta janjinya. Aku tidak dapat lagi melihat senyum cerianya, tidak dapat mendengar celotehannya tentang rencana pembuatan kapal miliknya, tidak dapat lagi bermain layangan bersama dengannya, dan tidak dapat lagi kurasakan hari-hari berwarna dengannya. Kami tidak bisa melanjutkan petualangan kami dan Malik tidak dapat menepati janjinya padaku. Kini Malik telah pergi untuk selamanya.

Sudah tiga tahun semenjak kepergianmu dan aku masih seperti biasanya. Aku masih kehilanganmu. Aku pergi berjalan-jalan sore. Angin sejuk berhembus membelai untaian rambut cokelatku. Pandanganku menatap lurus ke arah luasnya hamparan biru laut dengan sesekali asinnya air laut menyentuh kakiku. Aku berdiri di pantai ini membawa segala kenangan serta rindu. Saat ini, di hadapan sang samudra, aku ingin mengenangmu kembali. Wahai laut beserta ombaknya yang menderu, aku ingin menyampaikan rinduku pada seorang lelaki dengan senyum yang telah lama pergi. Aku tersenyum membayangkan bagaimana bahagianya dirimu di sana. Wahai anak laki-laki yang selalu aku kagumi, kini kamu telah bebas. Kini kamu telah menggapai mimpimu untuk menjelajahi samudra bersama dengan ombak yang menemanimu. Janji yang kamu sebutkan, biarlah menjadi abadi dalam kenangan. Teruntuk Malik, tenanglah kamu bersama dengan tenangnya ombak yang menghanyutkanmu. Terima kasih telah menjadi sahabat yang baik untukku. Kamu dan segala kenanganmu akan terus bersinar bagaikan berlian di dalam hatiku. Selamat jalan, wahai sang penakluk ombak.

Redaktur: Anna Fauziah Pane


Discover more from SUARA USU

Subscribe to get the latest posts to your email.

Related posts

Tidak Apa Kalah

redaksi

Kita Sebut Merayakan

redaksi

Ratapan Sang Putri

redaksi
redmiqq bandarpkv bagiqq viralqq lonteqq serverpkv abangqq 788bola ligadunia365 resmibet 66mega https://788bola.com/ https://resmibet.com/ https://ligadunia365.com/ pokerqq dominoqq parlay judi bola pkvgames bandarqq dominoqq parlay pkvgames bandarqq dominoqq qiuqiu parlay bandarqq pkvgames dominoqq pkvgames bandarqq dominoqq buaya77 bandarqq pkvgames pkv parlay bandarqq pkvgames dominoqq pokerqq qiuqiu parlay 10k slot demo pg soft bandarqq pkvgames scatter hitam https://sucukcuzade.com.tr/htdocs/slotgacor/ pkv games http://medstocks.in/judibola/ ----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------- bandarqq pkvgames bandarqq dominoqq pkv games qiuqiu parlay pkvgames dominoqq bandarqq ------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------ parlay https://dbqpbvms.org/mixparlay/ https://dbqpbvms.org/bandarqq/ https://dbqpbvms.org/public/domino99/ https://dbqpbvms.org/htdocs/bet88/ https://dbqpbvms.org/pkv-games/ https://www.dentalworldindia.com/web/bandarqq/ https://www.dentalworldindia.com/ind/99/ https://www.dentalworldindia.com/oral-care/pkv/ https://www.dentalworldindia.com/.docs/pkv/ https://www.dentalworldindia.com/wp-includes/js/parlay/ https://www.dentalworldindia.com/wp-includes/demo/slotzeus/ https://halofkmusu.or.id/wp-content/upgrade-temp-backup/bandarqq/ https://halofkmusu.or.id/wp-content/upgrade-temp-backup/pkvgames/ https://halofkmusu.or.id/wp-content/upgrade-temp-backup/qiuqiu/ https://halofkmusu.or.id/wp-content/uploads/2024/07/dominoqq/ https://halofkmusu.or.id/wp-includes/l10n/mixparlay/ https://halofkmusu.or.id/wp-includes/l10n/77rabbit/ https://suarausu.or.id/wp-content/tutor/ https://suarausu.or.id/wp-content/public/slot77/ https://suarausu.or.id/wp-content/Apk/mt777/ https://suarausu.or.id/wp-content/Apk/rp777/ https://suarausu.or.id/wp-content/fc/parlay/ https://suarausu.or.id/wp-content/upgrade-temp-backup/pkvgames/ https://suarausu.or.id/wp-content/htdocs/bandarqq/ https://suarausu.or.id/wp-content/htdocs/dominoqq/ https://www.ahcfacilities.com/docs/pkvgames/ https://wpsotp.schooloftomorrow.ph/sch-ph/qq/ https://neerajbhagat.com/bandarqq/ https://neerajbhagat.com/dominoqq/ https://neerajbhagat.com/pkvgames/ https://haoyangtechnology.sg/wp-includes/docs/qiuqiu/ https://haoyangtechnology.sg/wp-includes/pkv-games/ https://erasmus.swu.bg/wp-includes/edu/ https://mdasc.cds.hku.hk/wp-includes/htdocs/pkv/ https://mdasc.cds.hku.hk/wp-includes/htdocs/qq/ https://mdasc.cds.hku.hk/wp-includes/edu/bet88/ https://mdasc.cds.hku.hk/wp-includes/bd-pkv/ https://support-my-decision.org.au/wp-includes/js/bandarqq/ https://support-my-decision.org.au/wp-includes/js/dominoqq/ https://future-of-real-estate.de/wp-includes/pkvgames/ https://future-of-real-estate.de/wp-includes/byon/byon338/ https://drfreezones.com/wp-content/login/bandarqq/ http://ddqinvest.projectstatus.in/wp-includes/invest/parlay/ https://quranacademy.us.com/wp-includes/material/parlay/ https://golearn.com.my/wp-includes/bd-pkv/ https://golearn.com.my/wp-includes/register/dominoqq/ https://golearn.com.my/wp-includes/tutor/parlay/ https://golearn.com.my/olx/olxgacor/ http://lajoaquinachascomus.com.ar/wp-includes/js/docs/hanoman138/ https://propipe.com.au/wp-includes/demo/slotdemo/ https://propipe.com.au/wp-includes/docs/bandarqq/ https://propipe.com.au/wp-includes/js/pkvgames/ http://medstocks.in/docs/bandarqq/ http://medstocks.in/docs/qiuqiu/ https://c-lines.com/wp-includes/sbo/sboku88/ https://afrosmartcity.com/wp-includes/pkv/pkvgames/ https://estelaza.com/wp-includes/docs/bandarqq/ https://www.cds.hku.hk/wp-includes/docs/bandarqq/ https://www.cds.hku.hk/wp-includes/web/pkvgames/ https://www.cds.hku.hk/wp-includes/fc/parlay/ https://www.cds.hku.hk/wp-includes/tutor/slotgacor/ https://eisp.um6ss.ma/wp-includes/docs/dominoqq/ https://eisp.um6ss.ma/wp-includes/tutor/qiuqiu/ https://eisp.um6ss.ma/wp-includes/pro/parlay/ https://chapellepieddulac.com/wp-includes/public/dominoqq/ https://chapellepieddulac.com/wp-includes/library/parlay/