Reporter : Novia Kirana
Suara USU, Medan. Tanah lapang merdeka atau yang lebih dikenal dengan sebutan lapangan merdeka, adalah salah satu ikon wisata yang ada di Kota Medan. Lapangan yang terletak tepat di pusat Kota Medan ini difungsikan sebagai tempat yang bernilai komersil dan ekonomis demi terpenuhinya uang kas daerah.
Malfungsi yang terus dijalankan dan pembiaran tanpa memberikan status jelas lapangan merdeka sebagai cagar budaya oleh penyelenggara negara, menjadi titik awal pertama mengapa akhirnya walikota Medan digugat oleh Koalisi Masyarakat Sipil Medan-Sumatera Utara dengan mengajukan gugatan citizen lawsuit pada kepaniteraan Pengadilan Negeri Medan pada, 10 November 2020.
Ikatan Mahasiswa Hukum Administrasi Negara (IMAHARA) FH USU, mengadakan webinar bedah putusan dengan nomor register : 756/Pdt.G/2020/PN Mdn yang bertajuk “Revitalisasi Lapangan Merdeka Medan sebagai Cagar Budaya dan Ruang Terbuka Hijau” pada Jumat (29/07) dengan mengundang narasumber dari Lembaga Bantuan Hukum Humaniora/YBH Pena Hukum Progresif, Jaka Kelana SH sebagai salah satu kuasa hukum dari pihak penggugat atas gugatan yang dilayangkan serta Prof. Dr. Alfi Syahrin SH,MS selaku guru besar hukum lingkungan FH USU.
Dalam kata sambutan yang disampaikan oleh Dion Pardede, selaku Ketua Umum Ikatan Mahasiswa Hukum Administrasi Negara FH USU 2022/2023 ia menyampaikan, bahwa sangat penting untuk mengingat selalu bahwa tanah lapang merdeka, adalah ruang publik yang dapat dikunjungi oleh setiap warga, dan privatisasi tidak boleh membuat Lapangan Merdeka menjadi ekslusif dan hanya boleh didatangi oleh masyarakat kelas atas saja, “dapat kita katakan juga bahwa gugatan ini telah dimenangkan masyarakat, tapi yang paling penting adalah untuk melihat apa yang terjadi pada Lapangan Merdeka Medan adalah perampasan Ruang Publik dalam kerangka kapitalisme, dengan begitu kita bisa mencegah praktik-praktik serupa secara lebih mendalam dan berkelanjutan,” tutur Dion
Dalam materi yang disampaikan oleh narasumber, Jaka Kelana, bukan hanya berbicara soal realisasi revitalisasi lapangan merdeka itu sendiri. Ia juga menjelaskan pola advokasi yang ia dan timnya gunakan dalam memegang perkara gugatan citizen lawsuit ini. Jaka menjelaskan bahwa gugatan warga negara (Citizen Lawsuit) merupakan gugatan yang diajukan oleh setiap warga negara baik sendiri atau sekelompok warga negara untuk menuntut pertanggungjawaban penyelenggara negara atas kelalaian dan atau pembiaran yang dilakukan penyelenggara negara atau otoritas negara yang menimbulkan kesengsaraan kehidupan masyarakat atau publik, dikualifikasi sebagai “Perbuatan Melawan Hukum (Onrechtmatige daad)”.
“Gugatan ini dari awal mempunyai tiga target capaian, yaitu terdapat aturan yang menetapkan secara tegas Lapangan Merdeka Medan sebagai cagar budaya, Pemko Medan tidak memperpanjang perjanjian Build Operated Transfer (BOT) dengan pihak swasta pengelola bangunan komersial, serta membebaskan lapangan merdeka dari bangunan komersial. Karena gugatan warga negara ini bertujuan untuk melindungi kepentingan warga negara atas terjadinya kerugian yang timbul akibat Kelalaian dan atau Pembiaran yang dilakukan Penyelenggara Negara atau Otoritas Negara,” jelas Jaka
Di sisi lain, Prof Dr Alvi Syahrin S.H., M.S, menegaskan bahwa tanah lapang merdeka tidak bisa hanya dinilai dari fungsi komersil dan ekonomis yang menguntungkan saja, namun harus juga melihat dari fungsi lingkungannya juga. Beliau menjelaskan bahwa lapangan merdeka yang tepat berada di pusat kota, masih sangat diperlukan sebagai fungsi resapan air kota medan.
“Masyarakat harus tetap mengawal keberlangsungan paru paru kota medan ini, jangan sampai masyarakat menormalisasi lapangan merdeka menjadi suatu tempat yang ekslusif, karena persepsi nya adalah setiap perubahan menghasilkan turbulensi, namun bukan itu yang bahaya. Namun bagaimana turbulensi tersebut menciptakan sebuah paradigma,” terang Prof Alvi.
Lebih lanjut Prof Alvi dan Jaka Kelana mengajak untuk semua lapisan masyarakat, terkhusus mahasiswa untuk mengawal transparansi dalam proses revitalisasi ini, termasuk keterbukaan informasi publik terkait, pengawalan harus dilakukan pasca putusan dari SK Walikota Medan, bahwa lapangan merdeka benar-benar direalisasikan sebagai cagar budaya dan ruang terbuka hijau atau malah sebagai kawasan komersial yang ekslusif.
Redaktur: Yessica Irene
Discover more from SUARA USU
Subscribe to get the latest posts to your email.