Oleh: Natasya Andrie Fanny Br Kaban
Suara USU, MEDAN. Stigma adalah bentuk diskriminasi maupun prasangka yang berkaitan dengan pengguna NAPZA yang dapat mengubah sudut pandang penyalahguna narkoba terhadap dirinya sendiri, dia
bisa menginternalisasi pandangan negatif orang lain untuk dirinya, sehingga lama kelamaan dia meyakini bahwa itu memang sifat aslinya yang disebut dengan Self-Stigma yang memberikan dampak panjang.
Dalam hal ini mahasiswa Program Studi Kesejahteraan Sosial FISIP USU, Natasya Andrie Fanny Br Kaban (190902060) mengangkat kasus mengenai efektivitas program Dynamic Group dalam menghilangkan self stigma pengguna NAPZA sebagai salah satu tugas pelengkap mata kuliah Praktik Lapangan 2 yang diampu oleh Bapak Fajar Utama Ritonga S.Sos,M.Kessos.
Lokasi penelitian dari kasus yang kami angkat ini adalah Yayasan Rehabilitasi Medan Plus , yang terletak di Stakoetoe – Desa Salam Tani, Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumatera Utara. Yayasan Medan Plus Stakoetoe tempat saya untuk melakukan praktik lapangan dalam jangka waktu kurang lebih 4 bulan yang dimulai dari bulan September sampai dengan Desember.
Yayasan Medan Plus menyediakan Program layanan rehabilitasi meliputi program rawat inap dan program rawat jalan yang berdasarkan rencana rawatan sesuai dengan kebutuhan masing-masing. Yayasan Medan Plus awalnya sebuah organisasi komunitas Korban Narkoba dan ODHA di Medan pada tanggal 23 September 2003 yang bernama MEDANPLUS, pada saat itu masyarakat dan negara belum siap menerima keberadaan orang yang terkena HIV ataupun narkoba.
Situasi itu membuat keadaan lebih buruk bagi orang yang terinfeksi HIV dan narkoba untuk dapat melanjutkan kehidupannya. Yang sering terjadi adalah maraknya tindakan diskriminatif dan stigmatisasi kepada komunitas ODHA dan Korban Narkoba oleh masyarakat dan negara, namun akibat dari semuanya ini menimbulkan jatuhnya korban dari komunitas HIV dan narkoba yang harus sakit, meninggal dunia ataupun dapat bertahan hidup walau mengalami diskriminasi.
Hal ini menjadi perhatian bagi MedanPlus untuk memperjuangkan terjadinya perubahan ke arah yang lebih baik. Pada Januari 2016 Medan Plus telah berubah menjadi Yayasan Medan Plus dengan terbentuknya struktur kepengurusan. Yayasan Medan Plus memiliki 4 tempat rawat yaitu Laucih, Stakoetoe, Karo, dan Binjai.
Tempat rawat di Lembaga rehabilitasi tersebut sudah memiliki Standar Operasional (SOP) dan Standar Pelayanan uang baik dan memadai. Dalam kegiatan giat money tersebut juga dilakukan evaluasi kepada sumber daya manusia yang tersedia di Lembaga Rehabilitasi tersebut.
Metode intervensi sosial level mezzo kepada para residen melalui menggunakan tools Focus Group Discussion (FGD) pendekatan Non-Direktif yang membutuhkan prasyarat untuk menumbuhkan “self directed action” dengan model pelayanan Dynamic Group yang disediakan Yayasan Rehabilitasi Medan Plus. Menurut staff mantan pecandu NAPZA model Dynamic Group mampu memberikan dampak positif kepada klien.
Dari hasil penelitian yang saya lakukan, ada beberapa hal dan fakta yang terjadi dilapangan
untuk menghilangkan stigma pada klien, yaitu:
- Program TC “Teraupetic Community” yang notabene merupakan pemangkasan perilaku cukup efektif mendukung perubahan positif di diri klien, salah satunya dalam bentuk Dynamic Group.
-
Program Terapi dalam bentuk Dynamic Group dilakukan 1x dalam seminggu, terdapat dihari Jumat dan berlangsung selama kurang lebih 45 menit. Salah satu bentuk Metode Terapi Dynamic Group adalah bentuk Games,dan Disscusion Group.
-
Program Terapi dalam bentuk Dynamic Group membantu klien meningkatkan rasa percaya diri, dan mempercayai kualitas diri. Perubahan ini dapat saya lihat saat klien sudah mampu memimpin kelompok dan menunjukkan kemampuan klien yang ada.
-
Dalam terapi Dynamic Group para klien akan mendapat reward disetiap klien jika mengambil bagian dalam terapi Dynamic Group.
Kesimpulan
Setelah dilakukan penelitian dengan mengikuti kegiatan terapi direhabilitasi , hasil penelitian mengerucut pada poin utama yaitu, program Dynamic Group membawa pengaruh positive pada klien dalam menghilangkan self-stigma.
Namun walaupun demikian, dikarenakan stigma dan diskriminasi yang diterima oleh para pengguna NAPZA merupakan permasalahan yang melibatkan dan disebabkan oleh banyak faktor, baik internal maupun eksternal, peneliti menyarankan untuk edukasi meningkatkan rasa percaya dan menerima diri dalam lingkungan sekitar hal ini pentingnya untuk menjaga kestabilan dan memastikan klien menerima seluruh rangkaian program Terapi Community (TC) agar klien mampu berinteraksi dengan baik dilingkungan sosial.
Discover more from SUARA USU
Subscribe to get the latest posts to your email.