SUARA USU
Kabar Kampus

Peran Mahasiswa dalam Mengkritisi Legalisasi Ganja Medis di Indonesia

Reporter: Yessica Irene

Suara USU, Medan. Berangkat dari isu seorang ibu yang menjadi viral di media sosial karena membawa poster bertuliskan “Tolong, anakku butuh ganja medis”. Seorang ibu ini memiliki anak pengidap penyakit cerebral palsy yang kerap mengalami kejang epilepsi. Ibu asal Sleman, Yogyakarta itu sudah sejak 2020 menyuarakan kebutuhan anaknya untuk terapi minyak biji ganja alias Cannabidiol (CBD) oil.

Hal ini kemudian menimbulkan pro dan kontra di pihak medis, ahli hukum, dan akademisi. Argumentasi-argumentasi yang membangun dari mahasiswa harus dimunculkan ke permukaan agar dapat menghasilkan sebuah penyelesaian akan kasus ini.

Berangkat dari isu ini, PEMA FK USU melalui departemen Kajian Strategis dan Advokasi melaksanakan Forum Diskusi Mahasiswa yang bertujuan untuk menghasilkan individu yang tanggap akan isu yang tengah ramai diperbincangkan di masyarakat. Diskusi ini dilaksanakan pada Minggu, (31/07) melalui platform zoom meeting.

Forum Diskusi ini menghadirkan narasumber dosen Farmakologi Fakultas Kedokteran USU, Dr. dr. Sake Juli Martina, Sp.Fk dan Dosen Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Trisakti, Dr. Azmi Syahputra, S.H., M.H, dan Dr. Laniar. Para narasumber akan memantik diskusi serta memberikan argumen-argumennya mengenasi isu legalisasi ganja medis.

Diskusi dibuka dengan pemaparan argumentasi mengenai legalisasi ganja medis di Indonesia dari beberapa perwakilan fakultas, diantaranya Fakultas Psikologi, Fakultas Farmasi, dan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu politik.

Dr. Sake Juli Martina menyebutkan bahwa sebenarnya kekuatan ganja dalam pengobatan tidak jauh lebih baik, masih ada obat lain yang bisa digunakan untuk pengobatan beberapa penyakit. Ganja dalam hal ini hanya sebagai opsi pengobatan. Dr. Sake juga menyebutkan bahwa penggunaan ganja sebagai medis dapat menyebabkan gangguan kesehatan jiwa atau mental seseorang.

“Dari hasil literatur yang ada, belum ada literatur yang menyebutkan bahwa penggunaan ganja ini lebih superior dibandingkan dengan penggunaan obat yang diindikasikan untuk pengobatan tersebut,” ungkap Dr. Sake.

Ikatan Dokter Indonesia harus dilibatkan dalam proses penelitian komperhensif mengenai legalisasi ganja medis di Indonesia saat ini, mengingat profesi yang bertanggung jawab dalam memberikan obat adalah dokter. Kemudian ahli hukum juga harus dilibatkan agar menciptakan regulasi yang tepat terhadap legalisasi ganja medis ini.

Dr. Azmi Syahputra, S.H., M.H menyampaikan bahwa penataan urgensi pembaharuan regulasi nasional harus dilakukan oleh negara.

“Bagi penyalahguna seharusnya penegakan hukumnya tegas, misalnya dokter atau orang yang menyalahgunakan itu, tapi kalau demi kesehatan dan keselamatan hidupnya, jangan sampai kita dipersalahkan. Jika memang penggunaan ganja sebagai medis sangat diperlukan karena berada di ujung ajalnya, maka kita berikan,” ujar Dr. Azmi.

Dari diskusi banyak argumen baru yang muncul dan membutuhkan pendalian mendalam mengenai legalisasi ganja tersebut, undang-undang tidak pernah sempurna dan walau sudah ada regulasi yang mengaturnya kita kembali lagi ke masyarakat, apakah regulasi tersebut membantu atau justru mencekik. Oleh karena itu seharusnya dalam proses menjalani kehidupan di negara hukum, norma juga harus menjadi landasan.

“Nah banyak ini temuan rekomendasi baru yang bis akita gali lebih dalam lagi, baik dalam hal medis dan hukumnya. Nanti bahan ini harus kita lanjutkan, kalau ada penelitian ibu harap kalian semua meneruskannya, saya siap untuk mendampingi kalian, sehingga hasil diskusi kit aini dapat menjadi rekomedasi yang dapat diteruskan ke para penegak hukum,” tutup Dr. Sake.

Redaktur : Valeshia Trevana

Related posts

Inspiratif, PEMA FISIP USU Adakan Kegiatan Bersih-Bersih Musholla!

redaksi

Berita Baik! Beasiswa VDMI Buka Registrasi

redaksi

KOMPAS USU Adakan Oprec untuk Regenerasi, Ini Harapan Ketua Panitia

redaksi