(sumber gambar: Pinterest.com)
Penulis: Azka Luthfiah Khalda/ Fatimah Az-Zahra/ Valentina Tereshkova Agatha/ Ruth Nia Magdalena Siburian/ Hugo Sinaga/ Ryan Martin Gea
Suara USU, Medan. Pancasila merupakan sebuah kunci yang menjadi dasar berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pancasila harus ditanamkan sedini mungkin kepada seluruh lapisan generasi bangsa guna merealisasikan tujuan bernegara. Indonesia terdiri atas 17.508 pulau, 733 bahasa, 360 suku, dan 6 agama yang resmi diakui. Keberagaman tersebut bukanlah suatu penghalang untuk bisa mempersatukan seluruhnya menjadi saudara setanah air. Pancasila berperan penting untuk memelihara perdamaian dan persatuan.
Proses globalisasi dapat kita rasakan melalui pengaplikasian teknologi informasi dan komunikasi yang dapat menjangkau hingga melintasi batas negara sekalipun. Selain berdampak positif, tidak dapat dihindari dampak negatif yang memungkinkan menjadi ancaman perpecahan bagi penggunanya. Dengan kebebasan yang tiada batasnya, serta peranan hukum yang belum tegas untuk menanggapi hal tersebut, maka setiap penggunanya terutama warga negara akan menyalurkan ekspresi sesuai kehendak hak dan kewajiban yang dimilikinya.
(sumber gambar: PIXABAR/CONGERDESIGN)
Pada era revolusi saat ini, generasi Z seringkali disebut dengan Strawberry Generation. Menurut Badan Pusat Statistik, generasi Z memiliki rentang tahun lahir di antara 1997 sampai 2012. Istilah Strawberry Generation merupakan sebuah fenomena sosial yang pada mulanya muncul dari Taiwan. Pemilihan buah ini dikarenakan strawberry itu terlihat indah dan eksotis, akan tetapi mudah sekali hancur.
Strawberry Generation adalah generasi yang memiliki banyak ide dan inovasi, tetapi mudah menyerah dan gampang sakit hati. Generasi hari ini tumbuh dengan kemudahan instan yang ditawarkan oleh teknologi. Keadaan itu juga menjadikan setiap generasi memiliki cara yang berbeda dalam memilih dan menunjukkan kemampuannya untuk melahirkan dampak positif bagi lingkungannya. Walau generasi ini dipandang sebagai generasi rebahan, namun dengan kemajuan teknologi mereka dapat berkontribusi.
Berkembangnya media sosial yang beragam, seperti TikTok, Facebook, Instagram, Twitter (X), WhatsApp dan yang lainnya akan terus mendewasakan pola pikir generasi Z dari berbagai perspektif. Terjadinya peristiwa pro-kontra dalam bersosial media merupakan suatu ancaman menuju radikalisme.
Tidak hanya itu, media sosial juga menjadi sarang bagi penggunanya untuk hidup menggunakan topeng. Ada banyak yang memamerkan pola hidup yang palsu, seperti harta kekayaan dan privilege. Namun semata-mata hanya berupa kebohongan yang belum kita lihat dalam kehidupan nyata.
Hal inilah yang mendorong generasi Z mempunyai mentalitas yang berbeda dengan membandingkan-bandingkan hidupnya dengan orang lain. Fenomena ini dikenal dengan sebutan insecurity. Maraknya cyberbullying, berita hoax, cracker, penipuan online, dan lain sejenisnya merupakan masalah yang masih diperbincangkan oleh seluruh kalangan hingga saat ini.
(sumber gambar: activelylearn.com)
Peranan generasi tua sangat dibutuhkan oleh generasi Z supaya memiliki mental yang kuat dan pribadi yang bijak dalam menjalani arus perkembangan zaman. Generasi lebih tua yang terkenal lebih tangguh secara mental dapat memberikan konseling dan pendampingan kepada generasi muda. Sebaliknya, generasi muda yang lebih luwes dalam masalah perkembangan zaman terutama teknologi dan ide kreatif dapat memberikan sumbangsih kemampuannya untuk kemajuan tujuan bersama.
Masalah terkait dengan dampak globalisasi melalui penggunaan media sosial terhadap nilai-nilai Pancasila pada generasi z perlu dijadikan perhatian serius. Pemahaman dan pengamalan nilai-nilai Pancasila sangat penting dalam membangun karakter bangsa yang kuat dan berkarakter. Sebagai pengguna media sosial, kita juga harus membangun kesadaran diri dan komitmen untuk menghormati nilai-nilai Pancasila bahkan dalam bersosial media sekalipun.
Seluruh warna negara adalah saudara, walaupun berinteraksi dengan jauh dan kita tidak mengenal keberadaan mereka, Pancasila harus selalu kita pelihara. Sehingga tercipta lingkungan digital yang saling menghargai satu dengan yang lain.
Kita dapat membantu mengatasi dampak potensi disintegrasi bangsa di media sosial yang bertolak belakang terhadap nilai-nilai Pancasila dengan cara yakni:
- Menanamkan nilai-nilai Pancasila
- Meningkatkan literasi dan edukasi media sosial
- Memahami regulasi yang tepat melalui UU ITE
- Menjalankan lembaga pengawasan media sosial yang bertanggung jawab
- Mengembangkan keterampilan berpikir kritis
- Membangun mentalitas yang kuat
- Memilah dan memilih konten untuk dikonsumsi
- Mencari kebenaran informasi, bukan menerima dengan instan
- Menjadi pelopor dan pelapor
Dalam hal ini dapat ditarik sebuah benang merah bahwa Pancasila berperan penting untuk meminimalisasi potensi disintegrasi di era globalisasi yang dominan bersumber dari generasi Z. Pola hidup yang serba instan akan menjadi alasan bagi generasi ini untuk menolak proses dan umpan balik. Hadirnya media sosial yang beragam juga membangun pola pikir yang terkadangdapatmerujukdenganhal yang negatif.
Di antaranya banyak contoh kasus bunuh diri, kekerasan seksual, perundungan, dan lain semacamnya yang bersumber dari media sosial yang mengancam perubahan amatir jika terus dibiarkan. Apalagi dengan kebebasan ekspresi, khususnya penerapan pola hidup dengan topeng, dapat memalsukan identitas pengguna dan akan menjadi standarisasi hidup yang sukses dan sejahtera. Hal inilah yang melahirkan individu yang insecure, lemah dan mudah overthinking.
Dengan minimnya edukasi, terkadanggenerasiZperlu diawasi dalam mengunggah pendapatnya dan menanggapi pendapat orang lain karena dengan usia yang rata-rata masih tergolong remaja, generasi ini cenderung labil dan belum sepenuhnya memiliki pengetahuan yang luas, sehingga dalam meminimalisasi potensi perpecahan yang adadimediasosial.
Maka dari itu generasi Z perlu untuk mengimplementasikan nilai-nilai Pancasila dalam revolusi digital, masyarakat yang jauh sekalipun akan selalu kita anggap saudara sehingga terciptalah pengguna media sosial yang anti-perpecahan.
Redaktur: Yohana Novriyanti Lumbanbatu
Discover more from SUARA USU
Subscribe to get the latest posts to your email.