Oleh: Theopani Yesica Remalia Sijabat, Tio Amanda Jessica Nadeak, Alya Rahmah Barus, Habibah Rizky Ramadhani Nst, Nabila Putri
Suara USU, Medan. Dalam putusan Nomor 1491/Pdt.G/2009/PN Jkt.Sel, memutuskan perkara putusnya perkawinan campuran karena perceraian diantara Ny. Regina Tecla Lucas dan Tn. John Charles Moore. Dalam hal ini Ny. Regina Tecla Lucas yang merupakan seorang Warga Negara Indonesia menggugat cerai Tn. John Charles Moore yang merupakan seorang Warga Negara Australia. Sehingga, Ny. Regina Tecla Lucas adalah sebagai penggugat dan Tn. John Charles Moore adalah sebagai tergugat.
Penggugat dan tergugat pada tanggal 18 Februari 2002 melangsungkan perkawinan dan mencatatkannya di Singapura Marriage Registry Nomor 686464 di Singapura, Perkawinan tersebut juga telah didaftarkan di Kantor Catatan Sipil Propinsi DKI Jakarta dengan Tanda Bukti Laporan Perkawinan Nomor 21/KHS/AI/1849/2002/2002, pada tanggal 16 April 2002. Kemudian, dari perkawinan antara penggugat dan tergugat maka lahirlah seorang anak laki-laki. Anak laki-laki tersebut bernama Jason Matthew Moore, yang lahir di Jakarta pada tanggal 5 Juni 2002. Anak ini merupakan satu-satunya anak dari perkawinan penggugat dan tergugat.
Permasalahan muncul akibat masalah ekonomi diantara penggugat dan tergugat. Walaupun sebelumnya tergugat sempat bekerja namun sebagian besar biaya rumah tangga dan anak dibebankan kepada penggugat yang juga bekerja. Selanjutnya, pada petitum penggugat memohon kepada Majelis Hakim yang memeriksa perkara ini untuk memutuskan:
1. Menerima gugatan penggugat;
2. Mengabulkan gugatan penggugat seluruhnya,
3. Menyatakan putusnya ikatan perkawinan antara penggugat dan tergugat berdasarkan Tanda Bukti Laporan Perkawinan Nomor: 21/KHS/AI/1949/2002/2002, yang dikeluarkan oleh Kantor Catatan Sipil Propinsi DKI Jakarta, putus karena perceraian dengan segala akibat hukumnya;
4. Memerintahkan kepada penitera atau salah seorang pegawai Pengadilan Negeri Jakarta Selatan untuk mencatatkanperceraian ini ke dalam buku catatan yang diperuntukkan untuk itu;
5. Menetapkan hak asuh/perwalian dan pemeliharaan anak yang dilahirkan dari hasil perkawinan penggugat dan tergugat, yaitu Jason Matthew Moore, berada dalam pengasuhan/perwalian dan pemeliharaan penggugat;
6. Membebankan seluruh biaya perkara terhadap tergugat.
Kemudian, pada hari sidang ditetapkan, penggugat telah hadir sendiri menghadap di persidangan sedangkan tergugat yang telah dipanggil secara patut menurut hukum dengan surat panggilan sidang No. 1491/Pdt.G/2009/PN.Jkt.Sel tertanggal 23 Oktober 2009 untuk sidang tanggal 29 Oktober 2009 dan tertanggal 30 Oktober 2009 untuk sidang tanggal 5 November 2009, tetapi ternyata tergugat tidak datang dan tidak pula mengirimkan wakilnya yang sah untuk itu, sementara ketidakhadirannya itu bukan dikarenakan suatu halangan yang sah, maka tergugat dinyatakan tidak hadir,bahwa Tergugat tidak berkehendak untuk mempertahankan haknya, sehingga perkara ini diperiksa tanpa hadirnya tergugat atau verstek
Karena tergugat tidak hadir, maka proses perdamaian melalui sarana mediasi dalam Peraturan Mahkamah Agung No. 1 tahun 2008 tidak dapat dilaksanakan. Kemudian, pemeriksaan pun dilanjutkan pada tahap pembacaan surat gugatan penggugat.
Dalam meneguhkan dalil-dalilnya, penggugat pun mengajukan bukti-bukti tertulis sebagai berikut:
1. Sertifikat Pernikahan (Bagian 31) John Charles Moore dengan Regina Tecla Lucas
2. Akte Nikah Bagian 31 Pernikahan John Charles Moore dengan Regina Tecla Lucas, tanggal 18 Februari 2002
3. Surat Bukti Laporan Perkawinan Nomor 21/KHS/AI/1849/2002/2002, tanggal 18 Februari 2002 dari Kepala Kependudukan dan Catatan Sipil Propinsi DKI Jakarta
4. Kutipan Akta Kelahiran No. 85/U/JS/2002 tanggal 10 Juni 2002 dari Suku Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kotamadya Jakarta Selatan
5. Keputusan Hukum dan Hak Asasi Manusia RI No. M.HH.444.AH.10.01 Tahun 2008, tanggal 30 April 2008
6. Paspor atas nama John Charles Document No. E3007142
7. Kartu Tanda Penduduk No. 04.6306.7101680272 atas nama Regina Tecla Lucas
8. Kartu Keluarga atas nama Kepala Keluarga Regina Tecla Lucas No. 4309.064291 tanggal 26 Januari 2006
Bahwa dengan demikian apabila mengacu pada ketentuan yang ada dalam Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, maka kondisi perkawinan antara Penggugat dan Tergugat dapatlah diakhiri kelangsungannya karena diantara Penggugat dan Tergugat sudah tidak ada lagi kecocokan dalam membina rumah tangga. Oleh karena itu perkawinan antara Penggugat dan Tergugat dapat diputuskan karena perceraian dengan segala akibat hukumnya.
MENGADILI:
1. Menyatakan Tergugat telah dipanggil secara patut tetapi tidak hadir
2. Mengabulkan gugatan Penggugat dengan Verstek;
3. Menyatakan perkawinan antara Penggugat dengan Tergugat yang dilaksanakan pada tanggal 18 februari 2002 dan dicatatkan di Singapore Marriage Registry Nomor 680464 dan telah dilaporkan di Kantor Catatan sipil Provinsi DKI Jakarta dengan Tanda Bukti Laporan Perkawinan Nomor 211KHS All184912002 tanggal 16 April 2002, putus karena perceraian dengan segala akibat hukumnya:
4. Menetapkan bahwa hak perwalian dan / hak asuh serta hak pemeliharaan atas anak yang lahir dari perkawinan antara Penggugat dengan Tergugat, bernama YASON MATTHE ‘V MOORE:, berada pada Penggugat;
5. Memerintahkan kepada Panitera Pengadilan Negeri Jakarta Selatan untuk mengirimkan salinan putusan ini kepada Kantor Catatan Sipil provinsi DKI Jakarta guna didaftarkan pada Buku Register yang disediakan untuk itu,
6. Menghukum Tergugat membayar biaya perkara sebesar Rp. 221.000,- (dua ratus dua puluh satu ribu rupiah);
Demikian diputus dalam rapat permusyawaratan Majelis Hakim pada Kamis, tanggal 12 November 2000, oleh SINGIT EIER. SH sebagai Ketua Majells HARYANTO, SH dan SAMSUDIN SHM Hum sebaga Hakim hakim Anggota dan diucapkan dalam persidangan yang pada hari Rabu, tanggal 18 November 2009 majelis tersebut dengan dibantu oleh YUSTINAH SH panitera Pengganti dan dengan hadirnya penggugat tanpa dihadirin oleh Tergugat.
1. UNSUR-UNSUR HPI DALAM PERCERAIAN CAMPURAN DAN HAK ASUH ANAK BERDASARKAN PUTUSAN No. 1491/Pdt.G/2009/PN.Jkt.Sel
Sebagaimana dalam Putusan No. 1491/Pdt.G/2009/PN Jkt.Sel, merupakan suatu gugatan perceraian pada perkawinan campuran. Unsur asing dalam sengketa perceraian dalam putusan tersebut yaitu adanya perbedaan kewargenegaraan. Dengan sifat internasional dalam hubungan hukum itu menimbulkan adanya dua yurisdiksi hukum terhadap perkawinan campuran termasuk dari perceraian dari perkawinan campuran tersebut. Dalam sengketa perceraian antara WNI dan WNA sebagaimana pada putusan tersebut, para pihak yang terlibat melakukan perkawinan di luar negara Indonesia yang dianggap sah bila dilaksanakan sesuai dengan peraturan hukum yang berlaku di negara tempat perkawinan tersebut berlangsung. Para pihak juga telah mencatatkan perkawinannya di Kantor Catatan Sipil setelah mereka kembali di Indonesia untuk memastikan bahwa perkawinan tersebut diakui dan dicatat secara sah sesuai dengan peraturan di Indonesia. Hukum yang mengatur mengenai gugatan perceraian dari perkawinan campuran ditentukan oleh yurisdiksi pengadilan tempat gugatan diajukan. Sebagaimana pada putusan di atas, gugatan perceraian diajukan ke Pengadilan Indonesia karena para pihak telah melaporkan perkawinannya di Kantor Catatan Sipil di wilayah tempat tinggal mereka.
Seperti yang diketahui bahwa terdapat ikatan pernikahan antara dua orang yang tunduk pada dua sistem hukum yang berbeda. Dengan adanya perbedaan kewarganegaraan, menimbulkan akibat hukum pada anak yang dilahirkan dari perkawinan campuran tersebut. Salah satu akibat yang paling sering menjadi permasalahan dalam perkawinan maupun perceraian campuran terhadap anak adalah status kewarganegaraan. Di Indonesia, mengenai kewarganegaraan diatur dalam Undang-Undang No. 12 Tahun 2006 yang didalamnya juga mengatur tentang seorang anak yang lahir dari perkawinan campuran dapat memiliki kewarganegaraan ganda yang terbatas. Anak tersebut akan memiliki kewarganegaraan dari kedua orang tuanya, tetapi kewarganegaraan ganda ini hanya berlaku sampai anak tersebut berusia 18 tahun, kemudian harus memilih salah satu diantara dua kewarganegaraan yang ia miliki.
Akan tetapi pada kasus perceraian sebagaimana pada Putusan No. 1491/Pdt.G/2009/PN Jkt.Sel, menyatakan bahwa status kewarganegaraan anak yang lahir dari perkawinan campuran tersebut akan mengikuti kewarganegaraan ayahnya. Hal ini karena anak tersebut lahir pada tahun 2002 dan pada saat itu peraturan yang berlaku adalah Undang-Undang No. 62 Tahun 1958 tentang kewarganegaraan yang patrialistis, jadi mengikuti garis keturunan ayah. Oleh karena itu, anak tersebut berkewarganegaraan Australia seperti ayahnya. Namun, dalam kasus ini sang ibu telah mengantisipasi dengan mengurus kewarganegaraan Indonesia anaknya pada tahun 2008, melalui permohonan pendaftaran untuk memperoleh kewarganegaraan Indonesia. Sebagaimana pada Pasal 41 Undang-Undang No. 12 Tahun 2006, sehingga anaknya memperoleh kewarganegaraan Indonesia yang diajukan sebelum ia berusia 18 tahun dan setelah UU No. 12 Tahun 2006 tentang kewarganegaraan diundangkan.
2. SUBJEK DAN OBJEK HUKUM
a. SUBJEK HUKUM
Dalam perkara perceraian dari perkawinan campuran tersebu terdapat para pihak yang memiliki kewarganegaraan yang berbeda, yaitu :
̵ Ny. Regina Tecla Lucas, memiliki kewarganegaraan Indonesia dan sebagaimana dinyatakan sebagai PENGGUGAT.
̵ Tn. John Charles Moore, memiliki kewarganegaraan Australia dan sebagaimana dinyatakan sebgai TERGUGAT.
̵ Jason Matthew Moore, seorang anak laki-laki yang lahir dari perkawinan campuran tersebut dan memiliki kewarganegaraan Australia saat dia lahir namun memperoleh kewarganegaraan Indonesia atas permohonan PENGGUGAT untuk mempermudah hak asuhnya.
b. OBJEK HUKUM
Dalam kasus perceraian pada perkawinan campuran tersebut, yang menjadi objek hukum adalah hak asuh dan kewarganegaraan anak, karena kedua hal tersebut merupakan kepentingan anak sebagai subjek pengasuhan yang harus dikedepankan dalam penyelesaian sengketa perceraian dan hak asuh anak. Hak asuh juga merupakan hak dan kewajiban orang tua terhadap anak di bawah umur dalam hal pengasuhan, pendidikan, dan perawatan. Selain sebagai kepentingan bagi anak, hak ini juga dapat diberikan kepada orang tua untuk mengatur dan bertanggung jawab atas pengasuhan dan kesejahteraan anak, sehingga dianggap sebagai objek hukum.
3. ASAS YANG RELEVAN DENGAN KASUS
Berdasarkan Putusan Nomor 1491/Pdt.G/2009/PN Jkt.Sel atas perkawinan Ny. Regina Tecla Lucas yang merupakan warga negara Indonesia dengan Tn. John Charles Moore yang merupakan warga negara Australia. Sehingga, asas Hukum Perdata Internasional yang terkandung dalam Putusan Nomor 1491/Pdt.G/2009/PN Jkt.Sel, adalah: Lex Loci Celebrationis, yaitu hukum yang berlaku adalah hukum dimana tempat peresmian perkawinan diberlangsungkan. Pada kasus posisi, perkawinan dilakukan di Singapura dan tercatat di Singapore Marriage Registry Nomor 686464. Hal ini juga berhubungan dengan asas kebebasan berkontrak, dimana hukum yang digunakan untuk mendasari perkawinan penggugat dan tergugat adalah beda dari kewarganegaraan kedua belah pihak. Sehingga, dalam kasus posisi ini terjadi peristiwa Choice of Law, dimana kedua belah pihak memilih hukum yang akan terlibat dalam perkawinan mereka. Kemudian, adanya peristiwa Choice of Forum. Choice of Forum adalah kedua belah pihak menentukan sendiri dalam kontrak tentang pengadilan atau forum mana yang berlaku jika terjadi sengketa di antara para pihak dalam kontrak tersebut. Dalam kasus posisi, penggugat menggunakan penyelesaian perkawinan melalui pengadilan Indonesia di Jakarta Selatan.
4. HAK DAN KEWAJIBAN
Berdasarkan Putusan Nomor 1491/Pdt.G/2009/PN Jkt.Sel, diputuskan bahwa:
1. Bahwa sebagai akibat dari perceraian tersebut, tergugat telah sepakat dan setuju untuk memberikan penggugat hal-hal sebagai berikut:
a. Hak atas pengasuhan dan/atau perwalian atas Jason Matthew Moore. Hal ini dikarenakan tergugat memiliki kekuatan ekonomi yang kurang dibandingkan penggugat dan Jason Matthew Moore masih tergolong di bawah umur, maka hak asuh anak jatuh terhadap penggugat.
b. Uang tunjangan untuk kehidupan Jason Matthew Moore, yang jumlahnya disesuaikan dengam kemampuan tergugat. Uang tunjangan tersebut akan diberikan oleh tergugat kepada penggugat terhitung sejak terjadinya perceraian hingga sang anak dewasa. Hal ini dikarenakan, Pasal 41 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 mengenai Perkawinan menyatakan bahwa pasca perceraian, orangtua tetap memiliki kewajiban untuk memelihara serta mendidik anak-anaknya demi kepentingan anak. Sehingga, tergugat tetap harus memberikan biaya pendidikan dan lainnya sebagai kewajibannya.
2. Bahwa namun demikian, hal-hal tersebut diatas tidak mengurangi hak dari tergugat untuk tetap dapat mengunjungi Jason Matthew Moore di setiap waktu, setelah terlebih dahulu dikomunikasikan tergugat kepada penggugat. Penggugat harus memperbolehkan tergugat untuk mengunjungi Jason Matthew Moore walaupun setelah perceraian. Karena tergugat tetap memiliki hak untuk melihat anaknya.
Dengan demikian, tergugat dan penggugat memiliki kewajiban untuk memastikan pemenuhan hak terhadap Jason Matthew Moore terjaga dan terlaksana. Dimana hak setiap anak tidak boleh berkurang hanya karena perceraian orang tua. Setelah Jason Matthew Moore dinyatakan sebagai warga negara Indonesia, maka pemenuhan hak yang harus didapatkan oleh Jason Matthew Moore adalah harus sesuai dengan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia dan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Kemudian, tergugat dan penggugat juga memiliki kewajiban untuk menjamin pendidikan Jason Matthew Moore sebaik-baiknya.
Artikel ini adalah publikasi tugas Mata Kuliah Hukum Perdata Internasional dengan Dosen Pengampu Dr. Jelly Leviza, S.H., M.Hum.
Redaktur: Khalda Mahirah Panggabean
Discover more from SUARA USU
Subscribe to get the latest posts to your email.