Oleh: Alya Nayla Sahirah
Suara USU, Medan. Era digital telah membawa berbagai kemudahan bagi kehidupan mahasiswa, mulai dari bidang komunikasi hingga sosial ekonomi, terutama dalam kegiatan perbelanjaan. Salah satu tren yang semakin marak terjadi saat ini adalah flash sale di e-commerce, yaitu kegiatan promosi dengan potongan harga besar-besaran dalam waktu terbatas. Fenomena ini menarik perhatian banyak orang, termasuk kalangan mahasiswa. Namun, kemudahan ini ternyata sering kali membawa dampak negatif, terutama bagi mahasiswa rantau yang tinggal di kost. Alih-alih menjadi solusi untuk memenuhi kebutuhan hidup secara mudah dan murah, flash sale justru berpotensi memicu fenomena belanja impulsif dan gaya hidup hedonistik.
Berdasarkan laporan Pusat Data dan Sistem Informasi Kementerian Perdagangan (PDSI Kemendag), pengguna e-commerce di Indonesia mencapai 65 juta orang pada tahun 2024. Data ini sejalan dengan banyaknya mahasiswa yang mengaku sering memanfaatkan flash sale untuk membeli barang, baik yang dibutuhkan maupun tidak, meskipun barang tersebut jarang digunakan. Bahkan, barang yang tidak terlalu penting seperti aksesoris lucu, dekorasi dan barang viral lainnya juga sering kali masuk keranjang belanja.
Salah satu faktor penyebab utamanya adalah iklan agresif yang muncul di media sosial dan aplikasi belanja online. Beberapa platform ini menggunakan algoritma untuk menampilkan dan menawarkan produk sesuai dengan minat pengguna, sehingga mahasiswa kesulitan untuk menahan diri agar tidak membeli produk produk tersebut. Ketika flash sale muncul dengan embel-embel “diskon 90%” atau “harga mulai dari Rp1.000”, banyak mahasiswa yang tergoda tanpa mempertimbangkan lebih lanjut kebutuhan utama mereka.
Mahasiswa, khususnya yang hidup merantau, menjadi salah satu kelompok yang paling rentan terhadap perilaku belanja impulsif yang dipicu oleh flash sale. Situasi ini semakin diperparah oleh keterbatasan mahasiswa rantau dalam mengelola keuangannya. Mahasiswa yang berada jauh dari orang tuanya akan memiliki kebebasan penuh atas pengeluaran. E-commerce dan marketplace dengan tawaran diskon besar-besaran menjadi daya tarik yang sulit diabaikan. Terlebih lagi, banyak mahasiswa yang merasa berhak memanjakan dirinya sebagai kompensasi atas kesibukan akademik dan tantangan menjalani kehidupan mandiri. Akhirnya, banyak di antaranya yang terjebak dalam perilaku konsumtif.
Dampak yang ditimbulkan dari fenomena ini tidak dapat diabaikan begitu saja. Mahasiswa yang sering membeli barang di luar kebutuhan mereka kerap kali berujung kehabisan uang sebelum akhir bulan. Tidak sedikit mahasiswa yang terpaksa meminjam uang kepada temannya atau bahkan mengambil pekerjaan tambahan hanya untuk menutupi pengeluaran yang sebenarnya digunakan bukan untuk kebutuhan prioritas seperti makanan sehat dan keperluan akademik. Pola perilaku ini menciptakan siklus yang harus menjadi perhatian, karena flash sale menjadi pemicu utama timbulnya fenomena belanja impulsif, bahkan berdampak pada tingkat stres mahasiswa akibat masalah keuangan.
Perilaku belanja impulsif juga memicu terbentuknya gaya hidup hedonisme. Sebagian mahasiswa mulai mengasosiasikan kebahagiaan mereka dengan kemampuan membeli barang-barang tertentu, meskipun sebenarnya mereka tidak terlalu membutuhkan produk-produk tersebut. Mahasiswa menjadi lupa akan prioritas utama mereka, yaitu kebutuhan untuk pendidikan dan pengembangan diri, bukan hanya karena tren atau kesenangan semata.
Mahasiswa harus meningkatkan literasi keuangan dan mengelola anggaran bulanan dengan bijak untuk dapat mengatasi masalah ini. Jangan mudah tergiur dengan potongan harga yang besar, tanpa mempertimbangkan aspek fungsional dari produk-produk tersebut secara matang. Mahasiswa harus menanamkan kesadaran bahwa kebutuhan lebih penting daripada keinginan sesaat, agar dapat mengurangi fenomena belanja impulsif. Platform e-commerce dan sosial media juga perlu lebih bertanggung jawab dalam mempromosikan program flash sale melalui cara yang tidak merugikan psikologis penggunanya.
Flash sale memang menawarkan kemudahan dan keuntungan bagi mereka yang membutuhkan produknya, tetapi mahasiswa juga harus mampu menyikapi fenomena ini. Jadilah konsumen yang bijak, jangan sampai tren flash sale dan belanja impulsif berubah menjadi kecanduan yang mengancam finansial dan masa depan.
Redaktur: Duwi Cahya
Discover more from SUARA USU
Subscribe to get the latest posts to your email.